Masih dalam rangkaian acara Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia 2023, Pusat Kebijkan dan Manajemen Kesehatan FK–KMK UGM dan JKKI menyelenggarakan seminar “Transformasi Sistem Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Obesitas di Indonesia” pada Senin (25/9/2023). Kegiatan ini merupakan topik 2 dalam forum nasional JKKI tahun ini.
Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS selaku Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK UGM saat membuka seminar ini, terkait isu obesitas saat ini diperlukan aturan turunan agar Undang-Undang Kesehatan 2023 ini menjadi aturan teknis yang dapat diimplementasikan di lapangan. Salah satunya agar akses pangan dapat diakses oleh semua kalangan. Setelah memiliki UU yang kuat, maka berikutnya adalah bagaimana membuat ekosistem yang baik untuk pencegahan dan pengendalian obesitas dengan menajamkan kontekstualisasi di Indonesia dalam adaptasi strategi dari negara lain.
Alison Feeley, Ph.D selaku Nutrition Specialist Regional Office UNICEF juga menambahkan bahwa banyak sekali tantangan yang harus dihadapi khususnya pada anak dan remaja dalam hal pencegahan dan pengendalian obesitas. Konflik yang muncul adalah fastfood, menyebabkan banyak sekali malnutrisi. Terlebih paparan informasi makanan yang tidak sehat, termasuk di media sosial. Sehingga hak anak-anak untuk mendapat makanan sehat tidak terlalu diperhatikan dan pada akhirnya sangat berisiko mengalami malnutrisi.
Kegiatan seminar di sesi pertama ini dipandu oleh Tri Muhartini, MPA selaku moderator. Narasumber pertama yaitu Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD-FINASIM menyampaikan bahwa adanya keterpaparan dan kerentanan terpadu maka timbul potensial dampak dari Diabetes Melitus, yakni obesitas. Berdasarkan peta persebaran dampak di Kota Semarang, terlihat adanya warna merah yang menunjukkan wilayah yang perlu diwaspadai. Pada paparan pertama ini, ketersediaan data terbaru baik itu mengenai aktivitas fisik maupun konsumsi makanan yang paling banyak dipesan, dapat menciptakan suatu program yang inovatif, antara lain: Program Layanan Warga Semarang Sehat Setiap Waktu (Lawang Sewu) yang ditujukan untuk masyarakat umum dan Pelayanan & Edukasi Kesehatan Terpadu Pelajar (Piterpan). Per 2023, kegiatan tersebut telah dilakukan di 177 kelurahan dan terdapat peningkatan pengetahuan gizi pada pelajar.
Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes menyatakan bahwa secara umum, Indonesia memiliki rapor merah terkait kesiapan terhadap pencegahan dan pengendalian obesitas. Untuk itu, Indonesia mencoba mengejar ketertinggalan dengan merevisi target RPJMN dan juga Renstra terkait capaian skrining obesitas dan PTM. Hal serupa juga diintegrasikan dengan enam pilar transformasi kesehatan dengan arah kebijakan yang spesifik sebagai bentuk komitmen pemerintah. Tidak hanya itu, strategi pencegahan dan pengendalian obesitas dibagi menjadi dua yaitu ditujukan kepada populasi sehat berupa promosi kesehatan yang dilakukan di Posyandu maupun Posbindu PTM dan ditujukan kepada populasi dengan obesitas melalui pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi yang dapat dilakukan di FKTP.
Digna Niken Purwaningrum, MPH., Ph.D pada sesi ini menyampaikan determinan terjadinya obesitas di Indonesia berdasarkan kerangka siklus kehidupan dan sosio-ekologi. Langkah ke depan yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikan dengan transformasi kesehatan pada pilar satu yaitu menangani obesitas sebelum penyakit penyerta muncul, pada pilar keempat yaitu alokasi anggaran BPJS Kesehatan untuk obesitas, pada pilar kelima yaitu melibatkan kontribusi dari psikolog untuk mengatasi secara komprehensif dan pilar keenam yaitu adanya aplikasi atau platform untuk deteksi dini mandiri, monitoring dan promosi kesehatan. Transformasi kesehatan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid dan reliable yang kemudian dapat diramu menjadi kebiijakan obesitas ke depannya.
Sesi Diskusi
Pada sesi ini, sejumlah pakar dari UGM memberikan tanggapan. Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K), MPH., Ph.D. selaku penanggap menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pencegahan obesitas. Beberapa diantaranya yakni manajemen BBLR menggunakan data terbaru, karena hingga saat ini belum ada program terkait pemberian makanan pada bayi BBLR agar tidak menjadi calon obesitas. Sementara dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH., Ph.D menambahkan perilaku yang sifatnya voluntary behavior, seringkali tidak disadari bahwa perilaku tersebut dapat memicu suatu masalah. Oleh karena itu, program yang dirancang harus mendorong partisipasi masyarakat dan peran Kementerian dan Dinas Kesehatan berfungsi sebagai pengawas, sehingga tidak berfokus di pusat. Penanggap ketiga yaitu dr. Irma Sri Hidayati, M.Sc., Sp.A. menyampaikan bahwa sesungguhnya pencegahan atau deteksi dini ini dapat dilakukan melalui integrasi layanan primer.
Pada sesi kedua, Astrid Citra Padmita, S.KM, M.Sc memimpin jalannya diskusi. Narasumber pertama pada sesi kedua yaitu David Colozza, Ph.D selaku Nutrition Section, UNICEF Indonesia. Strategi pencegahan obesitas yang dapat diadaptasi di Indonesia ini masih memerlukan penilaian secara holistik untuk bisa mendukung lingkungan yang dapat menekan angka obesitas melalui empat aspek yaitu: dukungan kebijakan dan pemerintah terutama kolaborasi lintas sektor dan kapasitas dan kesadaran di level lokal. Kedua yaitu sistem dan pelayanan Kesehatan yang mendorong adanya ketersedian dan kualitas dari program spesifik obesitas. Ketiga yaitu kebijakan gizi spesifik, utamanya yaitu cukai pada makanan berpemanis dan pemberian insentif untuk makanan sehat. Keempat yaitu kebijakan gizi sensitif terkait program perlindungan sosial dan kedaruratan, regulasi terkait aktivitas fisik dan akses minum yang aman.
Narasumber kelima pada seminar ini yaitu Dr. Saipin Chotivichien dari Director of Bureau of Nutrition, Department of Health, Thailand. Program utama di Thailand terkait obesitas yang dapat dijadikan pembelajaran untuk Indonesia terbagi menjadi lima fokus utama yaitu pertama regulasi terkait cukai pada minuman berpemanis dan pembatasan iklan makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi perilaku Kesehatan pada anak. Kedua, ketersediaan Healthy Choice pada kantin sehat. Ketiga kampanye nasioanal aktivitas fisik, “Kao-Ta-Jai” yaitu national step challenge. Keempat yaitu kebijakan pelabelan makanan berupa logo pilihan makanan lebih sehat dan kelima adalah intervensi berbasis lokasi misalnya pemberian makanan pada pada 2500 HPK dan kebijakan di lingkungan sekolah berupa Global Standards for Health Promoting School (GSHPS), Sistem Monitoring Pertumbuhan, Program Pemberian Makanan di sekolah dan One School One Health Teacher yang bertanggung jawab atas literasi kesehatan siswa.
Reporter:
Dian Puteri Andani (Divisi Public Health, PKMK UGM)