Talkshow: Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Penanganan dan Peningkatan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi

Pendahuluan

Berdasarkan laporan Global Burden Disease di Indonesia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi faktor risiko terbesar yang dapat menyebabkan kematian. Dalam laporan keuangan jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, pelayanan PTM memiliki pengeluaran biaya kesehatan paling besar. Adapun kasus dari PTM yang berbiaya katastropik yakni jantung, kanker, stroke, dan uronefrologi/gagal ginjal (BPJS Kesehatan, 2022).
Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN  untuk Kasus Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)  Tahun 2022  (miliar Rp)

Sumber: BPJS Kesehatan, 2022.

Gambar 1 diatas menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan melalui  JKN-BPJS Kesehatan pada 2022 telah semakin besar, khususnya KJSU.  Pelayanan jantung menjadi kasus yang paling tinggi memanfaatkan biaya kesehatan dari JKN-BPJS Kesehatan, mencapai Rp 12.144 miliar. Pembiayaan terbanyak kedua dari kasus kanker yang mencapai Rp 4.501 miliar, diikuti pula dengan stroke mencapai Rp 3.235 miliar dan uronefrologi mencapai Rp 2.156 miliar. Tingginya pembiayaan layanan KJSU melalui JKN-BPJS Kesehatan juga sejalan dengan jumlah kasus pada 2022 yang tinggi. Berdasarkan dari BPJS Kesehatan 2022, jumlah kasus penyakit jantung yang dibiayai dengan JKN sebanyak 15  juta kasus, penyakit kanker sebanyak 3 juta kasus, penyakit stroke sebanyak 2 juta kasus dan uronefrologi sebanyak 1 juta kasus. Disamping itu penggunaan klaim masih merata, seperti yang ditunjukkan oleh grafik klaim kanker di bawah ini:

Di Regional 1 di Jawa, klaim meningkat tinggi sementara itu di Regional 5, mendatar. Hal ini mencerminkan bahwa akses pelayanan kanker di Regional 5 tidak bertambah. Hal ini disebabkan kurangnya RS dan tenaga medis yang kompeten menangani penyakit kanker. Tingginya beban pembiayaan dan jumlah kasus dari KJSU ini menunjukan bahwa dibutuhkan strategi kebijakan penanggulangan yang lebih merata sehingga akses ke pelayanan berkualitas semakin baik. Strategi kebijakan KSJU dapat menggunakan prinsip-prinsip transformasi kesehatan sebagai berikut:

Penggunaan prinsip transformasi ini menyadarkan bahwa penanggulangan KJSU tidaklah mudah, karena melibatkan banyak pihak termasuk swasta, dan juga BPJS. Di level propinsi organisasi organisasi yang terlibat dalam KJSU sangatlah banyak. Dalam hal ini diperlukan Leadership dan Governance yang baik agar terjadi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan.

Di pusat, UU Kesehatan 2023 telah mengatur Koordinasi dan SInkronisasi kegiatan melalui pasal ini:

Dengan demikian Kemenkes dapat mengkoordinasi kegiatan kesehatan yang ada di BPJS, BKKBN, Badan POM dan berbagai kegiatan di Kementerian lainnya. Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana Respon di daerah. Apakah untuk kebijakan KJSU diperlukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan. Siapa yang akan memimpin? Apa dasar hukumnya?

Tujuan Diskusi

  1. Membahas strategi menangani kanker, jantung, stroke dan uronefrologi (KSJU) di tingkat daerah dalam proses transformasi kesehatan
  2. Membahas strategi peningkatan layanan kanker, jantung, stroke dan uronefrologi (KSJU) di tingkat daerah dengan memperhatikan Governance dan Kepemimpinan.
  3. Menginformasikan kegiatan pasca Fornas 2024

Target peserta

  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa)
  2. Peneliti dan konsultan bidang kesehatan
  3. Organisasi profesi
  4. Pengambil keputusan (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan dan organisasi pemerintah terkait lainnya)
  5. Fasilitas pelayanan kesehatan
  6. Pemangku kepentingan terkait lainnya

Reportase

Waktu (WIB)

Kegiatan

10.00 – 10.05

Pembukaan
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS – Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, UGM

Video

Moderator: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD – Guru Besar FK-KMK UGM

10.05 – 11.00

Talkshow Sesi 1

  1. dr. Ari Kurniawati, MPH – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta
  2. drg. Ani Ruspitawati, M.M – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
  3. dr. H. JayaMualimin,Sp.KJ,M.Kes,MARS – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur 

Video

Talkshow Sesi 2

  1. drg. Oscar Primadi, MPH – Pusat Kebijakan Kesehatan Global dan Teknologi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
  2. dr. Aries Hamzah, MKM – Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Penyakit Tidak Menular, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI
  3. dr. Mokhamad Cucu Zakaria – Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan
  4. dr Adi Iswadi Thomas, MARS – Ketua Timkerja Pengampuan Jejaring KJSU-KIA

Video

11.00 – 11.30 WIB

Sesi Diskusi dan Tanya-jawab

Video

11.30 – 11.45 WIB

Penutupan

  1. Rangkuman kegiatan Fornas 2024
  2. Kegiatan pasca Fornas 2024: e-sertifikat dan rangkaian webinar series.

Tri Muhartini, MPA – Ketua Fornas 2024 dan Peneliti PKMK FK-KMK UGM

Video

 

Reportase Kegiatan

PKMK. Forum Nasional XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) yang didukung oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran dilaksanakan secara hybrid, bertempat di Auditorium  Lantai 1 Gedung Pascasarjana Tahir Foundation FK-KMK UGM dan Zoom meeting, sekaligus ditayangkan live melalui kanal Youtube PKMK FK-KMK UGM, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada mencapai puncaknya acara pada Kamis (17/10/2024).

Acara yang bertajuk Talkshow: Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Penanganan dan Peningkatan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi ini dipandu oleh MC Mentari Widyastuti, MPH yang menyampaikan selamat datang kepada para peserta serta memperkenalkan narasumber, dan dilanjutkan dengan sesi pembukaan yang disampaikan oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS selaku Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, UGM. Andreas menjelaskan bahwa Forum Nasional JKKI XIV tahun ini dihadiri oleh 754 peserta yang terdiri atas akademisi, tenaga medis, eksekutif rumah sakit dan  para pengambil kebijakan, 19 narasumber dan 26 pembahas yang membuat Fornas tahun ini kaya akan informasi dan diskusi-diskusi menarik untuk kemudian dapat memberikan masukan akan terbentuknya kebijakan-kebijakan baru.

Acara dilanjutkan dengan Sesi talkshow yang dipandu oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD, selaku ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Laksono mengantarkan talkshow dengan menjelaskan bagaimana daerah merespon Kebijakan KJSU dari nasional ke daerah.

Pada sesi pertama, talkshow ini dihadiri oleh Ari Kurniawati, MPH, Kepala selaku perwakilan Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DI. Yogyakarta. Ari menjelaskan bahwa Kasus KJSU semakin meningkat dan menjadi beban di Provinsi DIY. Daerah merespon kebijakan nasional KJSU dengan membentuk beberapa regulasi untuk menekan angka kasus. Namun upaya pencegahan masih memerlukan penguatan.

Talkshow ini dilanjutkan dengan tanggapan oleh dr. Jaya Mualimin selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Jaya menjelaskan bahwa Kalimantan Timur telah berupaya melakukan sinkronisasi data BPJS Kesehatan dan pembiayaan untuk kasus jantung paling tinggi, diikuti kanker dan stroke.

Savitri Handayana, MM selaku Kepala Bidang Layanan Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menjelaskan dalam upaya kontrol penyakit KJSU terdapat beberapa peraturan di tingkat daerah sembari terus meningkatkan integrasi pelayanan bersama Kementerian Kesehatan RI.

Selanjutnya pada sesi kedua, talkshow dihadiri oleh drg. Oscar Primadi, MPH selaku pengamat kebijakan senior pada Pusat Kebijakan Kesehatan Global dan Teknologi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Aries Hamzah MKM selaku Tim Kerja Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, PTM, Kementerian Kesehatan; dr. Muhammad Cucu Zakaria, AAK selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS, dan dr. Adi Iswadi Thomas, MARS, selaku ketua Tim Kerja Pengampuan Jejaring. KJSU-KIA

Oscar menjelaskan pencegahan harus dilakukan secara bersama-sama (lintas sektor), pencegahan juga dilakukan melalui penguatan platform digital. Selanjutnya, Cucu, menanggapi bahwa saat ini pelayanan KJSU sedang dalam proses perluasan sehingga harapannya akan meningkatkan akses masyarakat. BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU. Tanggapan lain oleh Aries menjelaskan upaya kontrol KJSU terus diupayakan oleh Kementerian Kesehatan dengan membuat pedoman/ guideline di pelayanan primer, namun perlu dukungan pemerintah daerah. Selanjutnya tanggapan oleh Ady menjelaskan bahwa program pengampuan terus berjalan, baik bagi RS pemerintah maupun daerah. Terkait SDM telah dilakukan pemetaan kebutuhan SDM melalui perekrutan dokter spesialis di daerah.

Diskusi berjalan dengan antuasisme besar dari peserta. Diskusi menyoal pembiayaan, SDM, dan pencegahan primer untuk mendukung pelayanan KJSU, dilanjutkan dengan jawaban dan tanggapan dari narasumber. Beberapa poin menarik dari diskusi ini diantaranya adalah pentingnya mempersiapkan manajerial RS agar siap dalam memberikan pelayanan KJSU, termasuk dukungan SDM agar fasilitas kesehatan semakin matang dalam mencegah maupun mengatasi penyakit kanker, jantung, stroke dan uronefrologi.

Reporter:
Ester Febe, MPH (PKMK UGM)

 

 

Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Masalah Stunting dan Wasting

Pendahuluan

Kondisi kesehatan di Indonesia memiliki tantangan besar yang membutuhkan perhatian luas dari pemangku kepentingan. Kondisi pandemi COVID-19 yang melakukan banyak gangguan terhadap pelayanan kesehatan dan dampak sosial ekonomi lainnya melahirkan agenda kebijakan Kementerian Kesehatan untuk melakukan transformasi sistem kesehatan. Tujuan dari transformasi sistem kesehatan untuk meningkatkan efektifitas, akuntabilitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan. Outcome yang diharapkan dari transformasi salah satunya adalah memperbaiki pengendalian penyakit. Untuk mencapai outcome tersebut, Kementerian Kesehatan merancang enam pilar transformasi yaitu: 1) pelayanan primer; 2) pelayanan primer; 3) sistem ketahanan kesehatan; 4) sistem pembiayaan kesehatan; 5) SDM Kesehatan; dan 6) teknologi kesehatan (lihat gambar 1).

Stunting dan wasting adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, yang berdampak pada jutaan anak setiap tahunnya. Stunting mengacu pada tinggi badan anak yang terlalu rendah untuk usianya. Ini menunjukkan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang sedangkan wasting mengacu pada berat badan anak yang terlalu rendah untuk tinggi badannya. Ini menunjukkan kondisi kekurangan gizi akut. Meskipun wasting dan stunting adalah kondisi yang berbeda, mereka sering kali saling terkait. Anak yang mengalami wasting memiliki risiko 3 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting jika tidak segera ditangani dan anak stunting berisiko 1,5 kali lebih tinggi menjadi wasting dibandingkan dengan anak gizi baik. Risiko kematian akan meningkat jika anak mengalami dua permasalahan gizi ini (wasting dan stunting) secara bersamaan. Menurut laporan UNICEF, WHO, dan Bank Dunia, pada tahun 2020, sekitar 149 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, dan 45 juta anak mengalami wasting di seluruh dunia. WHO memperkirakan bahwa sekitar 45% dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun terkait dengan kekurangan gizi, termasuk wasting dan stunting. Ini menunjukkan besarnya kontribusi kekurangan gizi terhadap kematian anak secara global. Selain itu, stunting dan wasting tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik dan kognitif anak, tetapi juga berdampak negatif pada potensi ekonomi dan pembangunan bangsa secara keseluruhan.

Di Indonesia, menurut survei SSGI 2022, prevalensi balita stunting sebesar 21,6% dan prevalensi balita wasting sebesar 7,7% pada tahun 2022. Prevalensi stunting relatif stagnan pada temuan SKI 2023, yaitu di angka 21,5% sedangkan prevalensi wasting naik 0,6% dibandingkan saat survei SSGI 2021. Perlu diakui progress ini belum dapat memenuhi target RPJMN 2020-2024 yang menargetkan prevalensi stunting sebesar 14% dan prevalensi wasting sebesar 7% di tahun 2024. Prevalensi stunting dan wasting yang masih cukup tinggi menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengurangi prevalensi stunting dan wasting, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, praktik pemberian makan yang tidak memadai, serta sanitasi dan kebersihan yang buruk. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan perubahan mendasar dalam kebijakan kesehatan melalui penerapan prinsip transformasi kebijakan. Prinsip ini melibatkan perubahan yang komprehensif dan terintegrasi dalam pendekatan kebijakan kesehatan, termasuk penyesuaian pada strategi intervensi, alokasi sumber daya, dan penguatan koordinasi antar-sektor yang berfokus pada upaya pencegahan dan penanganan stunting dan wasting. Transformasi kebijakan kesehatan diharapkan mampu memberikan respons yang lebih efektif terhadap masalah stunting dan wasting di Indonesia dan mendukung pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai target pembangunan nasional dan global.

Melalui Forum Nasional XIV, PKMK bersama Jejaring Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) akan membahas terkait prinsip transformasi kebijakan untuk mengurangi beban masalah stunting dan wasting dengan memanfaatkan platform digital yang dapat diakses pada laman https://kebijakan-stunting.net/kebijakan-stunting-di-indonesia/. 

Target Pemangku Kepentingan

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

Tenaga medis dan tenaga kesehatan:

  1. Dokter Spesialis Anak
  2. Dokter Spesialis Gizi Klinik
  3. Dokter
  4. Nutrisionis
  5. Bidan
  6. Perawat
  7. Tenaga kesehatan lainnya

Masyarakat umum:

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah
  2. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
  3. Akademisi bidang gizi, kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dll
  4. Peneliti, konsultan dan pemerhati bidang gizi, kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dll
  5. Masyarakat, organisasi profesi, mahasiswa

Tujuan

Secara umum Fornas XIV bertujuan untuk memperkenalkan inovasi platform digital dalam Dashboard Sistem Kesehatan yang berisikan prinsip transformasi kesehatan dalam kebijakan stunting dan wasting. Tujuan detail lainnya adalah:

  1. Membahas masalah stunting dan wasting di tingkat daerah dan nasional dalam prinsip transformasi kesehatan yang digambarkan secara digital
  2. Membahas strategi kebijakan kesehatan terkait pencegahan dan penanganan stunting dan wasting yang berkualitas dan ekuitas untuk melaksanakan transformasi sistem kesehatan dalam menuju Indonesia Emas 2045
  3. Memperkuat jejaring kebijakan kesehatan terkait pencegahan dan penanganan stunting dan wasting dari berbagai stakeholders melalui platform digital kesehatan

Kompetensi

Fornas XIV diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pemangku kepentingan yang terlibat untuk:

  1. Memahami tantangan pencegahan dan penanganan stunting dan wasting di tingkat daerah dan nasional dengan menggunakan prinsip transformasi kesehatan digambarkan secara digital
  2. Memahami strategi kebijakan kesehatan untuk masalah stunting dan wasting yang berkualitas dan ekuitas berdasarkan prinsip transformasi sistem kesehatan
  3. Menjalin jejaring kebijakan kesehatan dari berbagai stakeholder untuk mencegah dan menangani masalah stunting dan wasting berbasis prinsip transformasi sistem kesehatan yang tergambarkan secara digital

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu (WIB)

Agenda

Narasumber

Reportase

10:05 – 10:10

Pengantar: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

Video

10.10 – 10.25

Sistem Digital Kebijakan untuk Menekan Beban Masalah Stunting dan Wasting dalam Transformasi Kebijakan Kesehatan
Monita Destiwi, MA (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

Video   Materi

10.25 – 10.45

Pemahaman tentang Stunting dan Wasting: Definisi, Dampak, dan Kondisi di Indonesia
Dr. Rina Pratiwi, MSi.Med.,Sp.A(K) – Dokter spesialis anak di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Video   Materi

10.45 -11.05

Transformasi Kebijakan Kesehatan: Pendekatan Intersektoral dan Terpadu dalam Mengatasi Masalah Stunting dan Wasting
dr. Jusi Febrianto, MPH – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga

Video   Materi

11.05 – 11.35

Pembahas

Dr. Siti Helmyati, DCN., M.Kes – Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada

Video   Materi

Dachlan Khaerun, SKM, MKM – Ketua tim kerja percepatan penurunan stunting , Direktorat Gizi dan KIA, Kementerian Kesehatan RI

Video   Materi

11.35 – 11.55

Diskusi dan tanya jawab

Video

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Forum Nasional (FORNAS) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII tahun 2024 berlangsung pada 14–17 Oktober 2024 secara hybrid. Acara ini diselenggarakan oleh JKKI yang bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK – KMK) dengan mengambil tema besar, yaitu Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi dalam Mencapai Tujuan UU Kesehatan, PP Kesehatan dan Indonesia Emas 2045.

FORNAS sesi pagi hari kedua (Rabu, 16/10/2024) terbagi ke dalam tiga topik terkait tenaga kesehatan, stunting dan wasting, serta diabetes melitus. Ada pun topik terkait stunting dan wasting memiliki tema spesifik, yaitu Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Tranformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Masalah Stunting dan Wasting dan dibuka dengan pendahuluan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D selaku ketua JKKI. Laksono berharap agar kebijakan stunting mulai dapat disusun dengan cara pandang dari perspektif transformasi kesehatan karena penurunan angka stunting yang cukup mengagetkan, yaitu hanya sebesar 0,1%. Laksono memperkenalkan website dari PKMK mengenai stunting yang menampilkan dashboard tentang Kebijakan Stunting di Indonesia yang dapat membantu analisis kebijakan, terutama di era kepemimpinan presiden yang baru nanti.

Pemaparan materi inti dipandu oleh Mutiara Tirta Prabandari Lintang Kusuma, Ph.D yang merupakan dosen dan peneliti dari Departemen Gizi Kesehatan, FK-KMK selaku moderator. Tia memperkenalkan pembicara pertama yaitu Monita Destiwi, MPA yang memaparkan materi tentang Sistem Platform Digital Kebijakan untuk Menekan Beban Masalah Stunting dan Wasting dalam Transformasi Kebijakan Kesehatan. Monita menyampaikan tentang beban stunting dan wasting di Indonesia, yang mana penurunan stunting hanya 0,1% dan kasus wasting justru meningkat sebesar 7,7%. Monita menegaskan perlunya “kelompok atau masyarakat atau penggiat” dalam melakukan transformasi untuk menurunkan stunting dan wasting, yang juga dibantu oleh pemerintah secara lintas sektor, profesional tenaga kesehatan dan medis, dan lainnya, baik di level nasional maupun regional. Monita menambahkan bahwa penggunaan platform digital ini dalam membantu pengurangan beban stunting dan wasting perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

Selanjutnya, dr. Rina Pratiwi, Msi. Med, Sp. A (K), selaku dokter spesialis konsultan nutrisi dan penyakit metabolik anak, hadir secara online dan menjelaskan pentingnya identifikasi stunting dan wasting secara klinis untuk para dokter tenaga kesehatan terkait. Rina memaparkan cara penilaian pertumbuhan dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan yang benar sesuai standar antropometri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020. Rina mengakhiri materinya dengan menyampaikan dampak negatif stunting dan wasting, alur penapisan, dan jenis layanan yang diperlukan.

 

Pemapar materi terakhir adalah dr. Jusi, Febrianto, MPH, yang mengangkat topik Transformasi Kebijakan Kesehatan: Pendekatan Intersektotral dan Terpadu dalam Mengatasi Masalah Stunting dan Wasting. Jusi memaparkan topik spesifik yang mengangkat tema spesifik, yaitu strategi pemanfaatan alat pantau kinerja intervensi spesifik untuk mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Kabupaten Purbalingga. Jusi menggunakan STAR MODEL dalam mendiagnosis stunting dan wasting serta mendapatkan komponen permasalahan dalam hal strategi, struktur, bussines proccess, reward sytsem, dan sumber daya manusia. Jusi juga menyampaikan tujuan penanganan stunting dan wasting yang telah digodok baik dalam jangka waktu pendek, menengah, dan panjang melalui strategi branding yang dikenal dengan slogan “Aja Klalen Sedulur, Mayuh NGAPAKE (Nganggo Alat PAntau Kinerja Intervensi SpEsifik Stunting), Bablas Stuntinge.”

Setelah seluruh materi dipaparkan, terdapat dua orang pembahas yaitu Dr. Siti Helmiyati, DCN, MKes., kerap disapa dengan sebutan Bu Memi, yang hadir secara luring dan Dachlan Khaeurun, SKM, MKM selaku Ketua Tim Kerja Percepatan Penurunan Stunting Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Memi memberikan pembahasan berjudul Prinsip Transformasi Kebijakan untuk Mengatasi Masalah Stunting dan Wasting yang menegaskan tentang beberapa hasil kajian terkait stunting yang perlu diperhatikan. Memi juga menjelaskan sejumlah strategi untuk mencegah dan melakukan intervensi efektif berbasis masyarakat, seperti Community-based Management of Acute Malnutrition (CMAM). Praktik ini telah dilakukan dengan melakukan mobilisasi melalui pemberdayaan pengasuh melalui pendekatan lingkar lengan keluarga (LiLA) sebagai deteksi Dini Wasting yang telah dilakukan di Provinsi NTT.

Dachlan, sebagai pembahas kedua, menekankan tentang Prinsip Transformasi Kebijakan untuk Mengatasi Masalah Stunting dan Wasting dengan melakukan overview kasus stunting dan wasting di Indonesia. Narasumber menambahkan bahwa ada sekitar lebih dari 1,8 juta balita yang berisiko menjadi stunting pada 2024 sehingga perlu adanya upaya pencegahan pada kelompok ini. Dachlan menyampaikan bahwa pemantauan pertumbuhan rutin bulanan di posyandu diperlukan sebagai upaya deteksi dini pencegahan stunting dalam tatalaksana balita bermasalah gizi. Dachlan juga mengapresiasi upaya strategi yang telah dilakukan Kabupaten Purbalingga dalam penanganan terhadap stunting dan wasting. Setelah pembahasan dari Dachlan, maka acara dilanjutkan oleh sesi tanya jawab yang cukup aktif dengan banyaknya penanya dari audiens yang hadir secara offline maupun online.

Materi dan detail kegiatan rangkaian Fornas XIV JKKI dapat diakses di website kebijakankesehatanindonesia.net. Salam Transformasi Kesehatan.

Reporter:
Ika Septiana Eryani (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

 

Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Katarak

Pendahuluan

Katarak merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan yang dapat menurunkan kualitas hidup. Data terakhir mengenai prevalensi gangguan penglihatan di Indonesia diperoleh melalui survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan di 15 provinsi pada tahun 2014 hingga 2016. Hasil RAAB menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan pada penduduk berusia lebih dari 50 tahun adalah 3,0%, dengan 70%-80% kasus gangguan penglihatan berat (severe visual impairment/SVI) dan kebutaan yang disebabkan oleh katarak

Target Global WHO saat ini dengan strategi Integrated People-Centred Eye Care including preventable vision impairment and blindness, yaitu peningkatan 30% cakupan efektif untuk operasi katarak pada tahun 2030, dan peningkatan 40% cakupan efektif untuk kelainan refraksi pada tahun 2030. Pada tingkat Nasional, Pemerintah telah menetapkan target untuk menurunkan prevalensi gangguan penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030 dari prevalensi di tahun 2017 (baseline 3%) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020. Penanggulangan gangguan penglihatan di Indonesia diprioritaskan pada penyakit katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetikum, kebutaan pada anak, dan low vision.

Gambar di atas menunjukkan peta persebaran Cataract Surgical Coverage (CSR) di Indonesia yang terbatas pada peserta JKN. Kendati target CSR secara nasional telah tercapai, namun jika ditelusuri lebih lanjut pada tingkat daerah (provinsi), angka CSR masih sangat bervariatif. Warna terang menunjukkan semakin rendah angka CSR. Sebaliknya, semakin gelap warna pada peta menunjukkan CSR wilayah yang tinggi. Pada Tahun 2022, 3 daerah dengan tingkat CSR terendah berada pada Provinsi Papua Barat, Papua dan Kalimantan Tengah, yaitu dengan angka CSR kurang dari 600. Sedangkan 3 daerah dengan tingkat CSR tertinggi berada pada Provinsi Sumatera Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara, dengan angka CSR lebih dari 4000 per 1 juta peserta JKN di wilayahnya. Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan antarwilayah dalam mencapai target CSR. Selain itu, masih terdapat 30 dari 34 Provinsi dengan CSR kurang dari 3000.

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) dengan dukungan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada 2024 kembali menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) dengan tema “Forum Nasional XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan untuk Mengurangi Beban Penyakit Katarak”. Tema tahun ini ditetapkan sebagai upaya JKKI dan PKMK mendukung pelaksanaan transformasi kesehatan dalam menanggulangi penyakit tidak menular (PTM).

Target Pemangku Kepentingan

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan:
    1. Dokter Spesialis Mata
    2. Dokter Sub Spesialis Mata
    3. Dokter Umum
    4. Perawat
    5. Refraksionis
  2. Masyarakat umum:
    1. Kementerian Kesehatan
    2. BPJS Kesehatan
    3. Kementerian Sosial
    4. Dinas Kesehatan
    5. Dinas Sosial
    6. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
    7. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
    8. Organisasi Masyarakat Sipil pemerhati Katarak

Tujuan

Secara umum Fornas XIV bertujuan untuk mengindentifikasi tantangan kesehatan dan strategi dalam pelaksanaan transformasi kesehatan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Tujuan detail lainnya adalah:

  1. Pre Fornas XIV bertujuan untuk:
    1. Memahami metode analisis kebijakan
    2. Memahami teknik menulis policy brief
    3. Memahami teknik advokasi kebijakan
    4. Memahami pemanfaatan data rutin kesehatan
  2. Fornas XIV bertujuan untuk:
    1. Membahas pelayanan katarak di tingkat daerah dan nasional dalam proses transformasi kesehatan
    2. Membahas Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan untuk Mengurangi Beban Penyakit Katarak
    3. Memperkuat jejaring kebijakan kesehatan dari berbagai perguruan tinggi untuk mendukung transformasi kesehatan

Kompetensi

Forum nasional XIV diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pemangku kepentingan yang terlibat untuk:

  1. Memahami tantangan pelayanan katarak di tingkat daerah dan nasional dalam proses transformasi kesehatan
  2. Memahami Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan untuk Mengurangi Beban Penyakit Katarak
  3. Menjalin jejaring kebijakan kesehatan dari berbagai perguruan tinggi untuk mendukung transformasi kesehatan

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 24 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu (WIB)

Agenda dan Narasumber

Reportase

13.00 – 13.10

Pembukaan: Prof. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD. – Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Video

13.05 – 13.35

Keynote Speaker: dr. Prihandriyo Sri Hijranti, M.Epid (Project Management Officer)

Video

13:35 – 13:45

Pengembangan Platform Digital Penyakit Katarak
Ester Febe, MPH (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

Video   Materi

13.45 – 14.30

Backlog Kasus Katarak dan Target CSR di Indonesia
dr. Yeni Dwi Lestari, SpM(K), MSc – Kepala Divisi Oftalmologi Komunitas, Departemen Ilmu Penyakit Mata FKUI-RSCM.

Video

14.30 – 15.15

Pembahas

Tatakelola Pelayanan Katarak di Indonesia
dr. Indra Kurnia Sari Usman, M.Kes (Ketua Tim Kerja Gangguan Indera dan Fungsional)

Video

Strategi pencapaian CSR gobal sebagai bagian dari target nasional (CSR 3000)
Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M – Ketua Departemen Mata FKKMK UGM

Video

15.05 – 15.45

Sesi diskusi dan tanya jawab

Video

15.45 – 16.00

Penutup dan Tindak Lanjut

 

  LMS Plataran Sehat

LINK

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), didukung oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) XIV pada Selasa (15/10/2024). Acara ini mencakup sesi khusus terkait katarak dengan tema “Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Katarak”.

Prof. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD., Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, memberikan pembukaan dan pengantar untuk mengenalkan platform digital yang dikembangkan dalam upaya menekan beban penyakit katarak. Ia kemudian memperlihatkan bentuk platform tersebut, yang berfungsi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Website khusus ini menampilkan peta Indonesia dengan data terkait katarak serta dukungan komponen sistem transformasi kesehatan.

Prihandriyo Sri Hijranti, M.Epid., sebagai Project Management Officer dalam penanggulangan katarak, bertindak sebagai pembicara utama dengan topik “Transformasi Kesehatan dalam Penanggulangan Katarak di Indonesia”. Prihandriyo menjelaskan bahwa beban katarak di Indonesia cukup tinggi, menempati peringkat ketiga di dunia. Beban finansial untuk penanganannya juga sangat besar. Selain itu, tantangan dalam penanganan katarak mencakup ketidakmerataan SDM, khususnya dokter spesialis, serta keterbatasan fasilitas di berbagai rumah sakit untuk intervensi katarak. Oleh karena itu, sistem transformasi kesehatan berfokus pada beberapa pilar, seperti edukasi masyarakat, penanganan sekunder, layanan rujukan, dan pengembangan sistem kesehatan modern untuk mempermudah akses informasi dan pengelolaan data.

Ester Febe, MPH, peneliti di PKMK FK-KMK UGM, berbagi pengalaman tentang Pengembangan Platform Digital untuk Penyakit Katarak. Ester menekankan pentingnya sistem transformasi, terutama di layanan primer dan rujukan, dalam penanganan katarak. Ia merekomendasikan pembentukan jaringan sosial untuk penanganan katarak sebagai salah satu peluang terbaik. Kelompok ini bisa dibangun dengan menanamkan nilai-nilai seperti mengurangi beban finansial, keberhasilan organisasi, kemanusiaan, harga diri, dan profesionalisme. Ester juga memberikan penjelasan lebih lanjut tentang website yang menjadi platform digital untuk katarak.

Yeni Dwi Lestari, SpM(K), MSc, Kepala Divisi Oftalmologi Komunitas, Departemen Ilmu Penyakit Mata FKUI-RSCM, menyampaikan materi dengan judul “Backlog Kasus Katarak dan Target CSR di Indonesia”. Yeni menjelaskan bahwa terdapat 2,3 juta orang di dunia yang menghadapi masalah ini, dengan tantangan yang terus berubah dan meningkat setiap tahunnya. Penanganan untuk mencegah kebutaan akibat katarak dibagi menjadi tiga tahap: pencegahan dasar, identifikasi awal yang diikuti dengan operasi katarak, dan operasi katarak bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan berat. Meski demikian, tingkat CSR (Cataract Surgery Rate) di Indonesia masih rendah, disebabkan oleh masalah registrasi penyakit katarak, rendahnya permintaan dari pasien, serta keterbatasan layanan yang memadai.

Indra Kurnia Sari Usman, M.Kes, Ketua Tim Kerja Gangguan Indera dan Fungsional, bertindak sebagai pembahas pertama dengan judul “Tata Kelola Pelayanan Katarak di Indonesia”. Ia menyampaikan berbagai manfaat dari platform digital kebijakan katarak yang dikaitkan dengan strategi peta jalan kesehatan penglihatan tahun 2025-2030, seperti: forum diskusi untuk berbagai pihak, penyedi aan data dan hasil kajian, bahan advokasi untuk perbaikan layanan, data terkait SDM dan keuangan, serta penyimpanan data untuk hasil riset. Ia juga menyoroti tantangan layanan katarak saat ini, seperti luasnya wilayah dan kondisi geografis Indonesia, serta perlunya dukungan dari profesi, akademisi, dunia usaha, dan sektor lainnya.

Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M, Ketua Departemen Mata FKKMK UGM, menjadi pembahas kedua dalam rangkaian kegiatan ini. Ia membawakan materi dengan judul “Strategi Pencapaian Target Indikator Layanan Katarak”. Indikator yang menjadi sasaran adalah peningkatan cakupan operasi katarak hingga 40% dan target pelaksanaan 3.000 operasi per 1 juta penduduk. Strategi untuk mencapai target tersebut mencakup penguatan sistem koordinasi lintas sektor, peningkatan akses layanan, penguatan tata kelola SDM, optimalisasi cakupan dan akses pembiayaan, serta pengembangan sistem informasi terintegrasi dan pemanfaatan data.

 

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, terdapat beberapa penanya. Bapak Suriadi dari RSUD Syech Yusuf Sulawesi Selatan menanyakan upaya untuk membatasi operasi katarak di berbagai rumah sakit, seperti yang dilakukan oleh BPJS, berdasarkan kapasitas fasilitas kesehatan (faskes) dan sumber daya manusia (SDM) di rumah sakit. Ira menjawab bahwa tidak ada informasi pasti tentang pembatasan operasi katarak oleh BPJS. Namun, dengan anggaran sebesar 17 triliun per tahun, tentu ada rasionalisasi jumlah operasi katarak yang dilakukan.

Widya mengajukan pertanyaan lain, yaitu tentang bentuk platform digital ini serta siapa saja yang dapat menggunakannya. Ester menanggapi bahwa platform digital ini bersifat terbuka untuk semua orang, sehingga dapat digunakan untuk melihat situasi katarak baik di tingkat regional maupun nasional. Tri Muhartini, salah satu anggota tim pengembang, menambahkan bahwa platform ini mencakup sistem transformasi kesehatan terkait katarak.

Amanda Nur Shinta Pertiwi, Sp.M berbagi pengalaman saat memberikan layanan katarak di Papua. Ia menjelaskan bahwa masyarakat yang telah diskrining dan disediakan peralatan masih menghadapi kendala, seperti permintaan pasien untuk dijemput dan diantar dari rumah. Yenni menanggapi dengan mendorong pentingnya promosi kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan operasi katarak. Ira menambahkan bahwa koordinasi dengan aparat setempat juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih terdorong untuk mengakses layanan tersebut. Bayu Sasongko menutup dengan harapan adanya perubahan kabinet pemrintahan dan perbaikan kebijakan akan turut memperbaiki layanan katarak.

Reporter: Faisal Mansur

 

Pengenalan Platform Digital untuk menggambarkan penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Diabetes Melitus

Pendahuluan

Diabetes melitus telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Prevalensi yang terus meningkat, terutama di perkotaan, menuntut tindakan segera. Untuk mengatasi masalah ini, transformasi kebijakan kesehatan menjadi kunci. Transformasi ini harus berlandaskan pada enam pilar utama, yaitu 1) pelayanan primer; 2) pelayanan primer; 3) sistem ketahanan kesehatan; 4) sistem pembiayaan kesehatan; 5) SDM Kesehatan; dan 6) teknologi kesehatan (lihat gambar 1). Pilar-pilar ini akan menjadi kerangka kerja yang komprehensif untuk mencegah, mendeteksi dini, dan mengelola diabetes secara efektif.

Platform digital seperti DashBoard Sistem Kesehatan (DaSK) yang dapat diakses di https://diabetes-indonesia.net/penanganan-diabetes-melitus-di-indonesia/ (tingkat nasional) dan https://kaltimprov.diabetes-indonesia.net/ (tingkat daerah) menjadi kunci percepatan transformasi kesehatan dalam mengatasi diabetes melitus. Platform ini memungkinkan disebarluaskannya informasi kesehatan secara luas, pemantauan perkembangan penyakit secara real-time, serta evaluasi program yang lebih efektif. Dengan demikian, alokasi sumber daya dapat dioptimalkan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Melalui Forum Nasional XIV, PKMK bersama Jejaring Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) akan membahas lebih lanjut mengenai penerapan platform digital dalam transformasi kebijakan untuk mengurangi beban penyakit diabetes melitus.

Target Pemangku Kepentingan

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah
    1. Kementerian Kesehatan
    2. BPJS Kesehatan
    3. Dinas Kesehatan
  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  2. Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  3. Tenaga Kesehatan (Dokter, Dokter Spesialis, Perawat dan Analis Kesehatan, )
  4. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  5. Organisasi Masyarakat Sipil

Tujuan

Secara umum Fornas XIV dalam sesi ini bertujuan untuk memperkenalkan inovasi platform digital dalam Dashboard Sistem Kesehatan yang berisikan prinsip transformasi kesehatan dalam kebijakan Diabetes Melitus.

Tujuan detail lainnya adalah:

  1. Membahas pelayanan Diabetes Melitus di tingkat daerah dan nasional dalam prinsip transformasi kesehatan yang digambarkan secara digital;
  2. Membahas strategi kebijakan kesehatan terkait pelayanan penyakit Diabetes Melitus yang berkualitas dan ekuitas untuk melaksanakan transformasi sistem kesehatan dalam menuju Indonesia Emas 2045;
  3. Memperkuat jejaring kebijakan kesehatan terkait pelayanan penyakit Diabetes Melitus dari berbagai stakeholders melalui platform digital.

Kompetensi

Fornas XIV diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pemangku kepentingan yang terlibat untuk:

  1. Memahami tantangan pelayanan diabetes melitus di tingkat daerah dan nasional  dengan menggunakan prinsip transformasi kesehatan yang digambarkan secara digital.
  2. Memahami strategi kebijakan kesehatan Diabetes Melitus yang berkualitas dan ekuitas berdasarkan prinsip transformasi sistem kesehatan
  3. Menjalin jejaring kebijakan kesehatan dari berbagai stakeholder untuk mencegah dan mengurangi beban Diabetes Melitus berbasis prinsip transformasi kesehatan yang digambarkan secara digital

Topik Forum Nasional

Berdasarkan tema besar Fornas XIV, maka topik-topik yang akan dibahas berkaitan pelayanan pebyakit diabetes melitus melalui enam pilar transformasi kesehatan, isu strategis di RPJP 2025-2045, RPJMN 2025-2029 dan isu strategis SDGs 2030. Adapun topik yang diharapkan dapat dibahas dalam Fornas XIV adalah:

  1. Transformasi Sistem Kesehatan untuk pelayanan diabetes melitus
    1. Pelayanan primer
    2. Pelayanan rujukan
    3. Ketahanan kesehatan
    4. Pembiayaan kesehatan
    5. Sumber daya manusia kesehatan
    6. Teknologi kesehatan Informasi transformasi kesehatan dapat mengakses laman berikut:
      https://www.kemkes.go.id/id/layanan/transformasi-sistem-ketahanan-kesehatan
  2. Strategi kebijakan untuk mengurangi beban penyakit Diabetes Melitus dengan memanfaatkan platform digital yang dapat diakses pada laman
    https://kaltimprov.diabetes-indonesia.net/

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 24 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN   LINK LMS

Waktu (WIB)

Agenda dan Narasumber

Reportase

10.05 – 10.25

Keynote Speaker:
dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. – Wakil Menteri Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

Video

10.25 – 10.55

Penggunaan platform digital untuk mengatasi beban DM: Kasus di Indonesia dan Provinsi Kalimantan Timur
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar FK KMK Universitas Gadjah Mada)

Video   Materi

10.55 – 11.25

Pembahas

Implementasi Kebijakan Nasional Pengendalian Diabetes Melitus: Tantangan dan Peluang di Era Transformasi Kesehatan
dr. Esti Widiastuti M, MScPH – Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI

Video   Materi

Peran BPJS Kesehatan dalam Mendukung Pelayanan Kesehatan Komprehensif bagi Penderita Diabetes Melitus
dr. Donni Hendrawan, M.P.H, CGP,CHIP,CGRCP – Deputi Direksi Bidang Riset dan Inovasi BPJS Kesehatan

Video

Inovasi dan Kolaborasi Daerah dalam Mengatasi Beban Diabetes Melitus: Perspektif dari Provinsi Kalimantan Timur
Dr. dr. H Jaya Mualimin, Sp.Kj, M.Kes, MARS – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim)

Video

11.25 – 11.50

Diskusi dan tanya jawab: dr. Bagas Suryo Bintoro, Ph.D

Video

 

  LMS Plataran Sehat

LINK

Kontak Person
Cintya / 082221377408

  Reportase Kegiatan

PKMK-Yogyakarta. Diabetes melitus menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di perkotaan, sehingga diperlukan transformasi kebijakan kesehatan yang berlandaskan enam pilar utama dan memanfaatkan platform digital seperti DashBoard Sistem Kesehatan (DaSK) untuk mencegah dan mengelola penyakit ini secara efektif.

dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D selaku Wakil Menteri Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memberikan Keynote Speaker pada Forum Nasional JKKI ke-14 dengan menyampaikan mengajak seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk aktif berperan serta dalam mendukung program penanggulangan penyakit diabetes di Indonesia. Setiap institusi, organisasi, dan elemen masyarakat memiliki tanggung jawab yang penting dalam upaya ini, sehingga kolaborasi di berbagai tingkat menjadi sangat diperlukan. Dengan bergotong-royong, kita dapat memperkuat upaya penanggulangan diabetes, mulai dari tindakan promotif yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat, upaya preventif untuk mencegah peningkatan kasus baru, hingga pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang memastikan penderita mendapatkan penanganan yang tepat. Dante optimis bahwa melalui kegiatan ini, kita dapat menghasilkan manfaat nyata yang tidak hanya dirasakan oleh para peserta seminar, tetapi juga memberi dampak positif bagi masyarakat luas, memperkuat langkah bersama dalam melawan diabetes.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. selaku Guru Besar FK-KMK Universitas Gadjah Mada memberikan paparan penggunaan platform digital dalam upaya mengatasi beban diabetes melitus (DM) di Indonesia, khususnya di Provinsi Kalimantan Timur, menjadi perhatian utama dalam forum ini. Pada kesempatan ini, kita akan membahas secara mendalam bagaimana transformasi kebijakan kesehatan dapat diimplementasikan melalui inovasi digital yang komprehensif. Platform digital ini mencerminkan penerapan prinsip-prinsip transformasi kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, baik di tingkat daerah maupun nasional. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana platform ini dapat mendukung pelayanan kesehatan yang lebih baik, sehingga memberikan manfaat yang signifikan dalam menangani beban penyakit DM melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.

Kita juga akan melihat lebih dalam mengenai bagaimana kebijakan transformasi ini diterapkan di Provinsi Kalimantan Timur. Platform digital yang kami perkenalkan hari ini merupakan upaya untuk memberikan solusi dalam pengelolaan penyakit diabetes di berbagai wilayah Indonesia. Transformasi ini diharapkan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga melibatkan masyarakat secara luas, termasuk kelompok-kelompok sosial yang peduli terhadap kesehatan masyarakat. Dengan adanya transformasi kebijakan yang inovatif ini, kita semua harus bekerja sama untuk mengurangi beban penyakit DM di Indonesia. Melalui diskusi dan paparan dari berbagai pihak, kita akan memahami tantangan dan peluang yang dihadapi dalam implementasi kebijakan nasional dan pengendalian diabetes melitus di era transformasi kesehatan ini.

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum nasional JKKI kali ini yakni pembahas pertama, dr. Esti Widiastuti M, MScPH – Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyampaikan bahwa pemerintah telah memperkuat pengendalian diabetes melitus melalui berbagai regulasi, termasuk program pengendalian diabetes didukung oleh Renstra yang dituangkan dalam Permenkes 13 Tahun 2022. Implementasi program dilakukan melalui integrasi nasional di Kementerian Kesehatan, serta pelayanan diabetes yang bertahap, mulai dari fasilitas primer hingga tersier sesuai dengan indikasi medis. Tatalaksana DM tanpa komplikasi harus diselesaikan di faskes primer, sementara yang dengan komplikasi ditangani sesuai protokol di rumah sakit. Organisasi seperti PERSADIA dan IKADA juga terlibat dalam pengendalian diabetes, baik di kalangan masyarakat umum maupun pada anak dan remaja. Konsensus perganti terkait tatalaksana DM tipe 2 pada dewasa, yang mencakup lima pilar utama, menjadi pedoman dalam pelaksanaan program. Pemerintah juga telah menetapkan daftar obat untuk pengobatan DM dan memperkuat sistem informasi melalui aplikasi “Satu Sehat” serta pencatatan elektronik. Tantangan kolaborasi ini terus dihadapi dengan dukungan teknologi dan riset untuk penanganan yang lebih personal dan presisi.

Pembahas kedua, dr. Donni Hendrawan, M.P.H, CGP,CHIP,CGRCP – Deputi Direksi Bidang Riset dan Inovasi BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan berperan penting dalam mendukung pelayanan kesehatan komprehensif bagi penderita diabetes melitus, dengan fokus pada pengelolaan individu melalui pendekatan preventif dan penanganan risiko. Sistem layanan kesehatan terintegrasi dari primer hingga tersier diciptakan untuk mengelola penyakit ini. Menghadapi tingginya prevalensi diabetes, BPJS Kesehatan memperkuat sistem informasi dan data melalui teknologi digital, serta menjalankan program deteksi dini dan pengelolaan gula darah dan kolesterol. BPJS juga mendukung sinergi antara komunitas dan sistem kesehatan, serta mendorong peran pemerintah daerah dalam penanganan diabetes.

Pembahas ketiga, Setyo Budi Basuki, SKM., M.Kes selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sekaligus mewakili Dr. dr. H Jaya Mualimin, Sp.Kj, M.Kes, MARS – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan bahwa kasus diabetes melitus (DM) terus meningkat setiap tahun, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mengatasinya, seperti menjaring masyarakat berpotensi DM, melakukan tes, dan mengatur pelayanan di rumah sakit. Di tingkat kabupaten, tersedia pembiayaan program pengendalian DM, termasuk melalui skrining di perusahaan besar dan BUMN. Namun, koordinasi program pengendalian ini masih kurang. Untuk itu, diperlukan program pengendalian bersama di kabupaten/kota agar terbentuk gerakan masyarakat dalam mengendalikan DM. Provinsi berperan dalam memantau pengendalian DM di kabupaten/kota, menyusun laporan tahunan tren DM, serta mengembangkan website pengendalian DM dengan dukungan tim Prof. Laksono. Website ini akan menyediakan tahapan pengendalian DM, advokasi, dan informasi bagi pimpinan dan komponen di kabupaten/kota.

Sesi Diskusi

Di akhir sesi, terdapat salah satu pertanyaan dari peserta, “Bagaimana Kementerian Kesehatan dapat memastikan bahwa semua dokter di setiap daerah memiliki kompetensi yang sama dalam edukasi dan aktivitas fisik untuk pengelolaan diabetes, serta menyediakan modul yang seragam agar pencegahan dan penanganan diabetes dapat dilakukan secara terintegrasi oleh semua pihak, termasuk BPJS Kesehatan, pemerintah, dan masyarakat?”. Laksono menjawab, “penanganan diabetes melitus (DM) harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, BPJS Kesehatan, sektor swasta, dan masyarakat secara keseluruhan. Kita perlu membangun jaringan sosial yang kuat untuk mencegah dan mengendalikan penyakit ini. Penting untuk mengadakan pertemuan rutin antara semua pihak terkait, termasuk Dinas Kesehatan, agar dapat merencanakan strategi pencegahan dan penanganan yang efektif.

Selain itu, pengembangan modul pelatihan untuk dokter umum dan tenaga kesehatan lainnya juga krusial agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama dalam mengedukasi masyarakat tentang diabetes. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan kolaboratif, kita dapat mengurangi beban DM secara efektif”.  Basuki menambahkan, “Kami setuju bahwa setiap kabupaten perlu membentuk forum untuk pengendalian diabetes melitus (DM) guna memfasilitasi komunikasi antar sektor yang memiliki anggaran untuk penanggulangan penyakit ini. Dengan mengedepankan upaya pencegahan, kita dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk pengobatan setelah DM terjadi. Selain itu, penting untuk memastikan standar pelayanan dan kompetensi dokter dalam menangani pasien DM, agar klaim yang tinggi, seperti yang terjadi di Jawa, dapat diminimalkan. Kami berharap BPJS Kesehatan dapat terus berusaha dalam meningkatkan kualitas layanan agar lebih efektif dan efisien dalam penanganan DM”.

Tanggapan Donni, “Kita perlu berkolaborasi untuk mengendalikan penyakit seperti diabetes melitus (DM) dan hipertensi dengan mendorong aktivitas fisik, memperbaiki transportasi umum, dan menjadikan sektor kesehatan sebagai pondasi. Dengan perubahan menjadi BPJS, kita harus fokus pada kegiatan yang positif bagi kesehatan masyarakat dan melibatkan pihak luar untuk mendorong penelitian serta diskusi dengan pemerintah daerah. Selain itu, pembagian tugas yang jelas diantara tenaga medis, terutama dokter primer, sangat penting agar mereka aktif dalam kegiatan promotif dan preventif untuk mencegah DM dan penyakit lainnya”. Esti juga menjawab, “Kegiatan literasi kesehatan, promosi, dan edukasi membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan media untuk menjangkau masyarakat. Penggunaan platform digital dan media sosial dapat meningkatkan penyebaran informasi kesehatan mengenai diabetes melitus (DM) dan penyakit tidak menular. Penting untuk menerapkan standar kompetensi dokter Indonesia (SKDI) di tingkat primer untuk komunikasi yang efektif dalam penanganan DM. Program pelatihan seperti Satu Sehat perlu didorong untuk meningkatkan kompetensi tenaga medis, dan diskusi tentang skema pembiayaan serta konsultasi yang lebih baik diperlukan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)”.

Sebelum menutup, Laksono menyampaikan penutup pertemuan bahwa kegiatan ini bertujuan kita perlu terus menggambarkan kondisi dalam laporan tahunan untuk monitoring. Platform yang ada membantu kita melihat beban pendanaan penyakit diabetes melitus (DM), yang berdampak pada pemerintah daerah dan masyarakat. Berbagai kalangan, termasuk akademisi dan tenaga kesehatan BPJS, dapat menggunakan platform ini untuk mengevaluasi peningkatan beban. Oleh karena itu, kita memerlukan kebijakan terintegrasi untuk mengatasi isu ini. Harapannya, Kalimantan Timur dapat menyajikan hasil signifikan di akhir tahun. Kita harus fokus pada pencegahan agar orang tetap sehat dan terhindar dari komplikasi diabetes, sambil melibatkan asosiasi rumah sakit dan dokter di tingkat kabupaten/kota. Dengan alat yang tepat, kita dapat membentuk gerakan sosial yang lebih baik. Pihaknya menantikan pertemuan di bulan Desember untuk membahas penanggulangan DM di sepuluh kabupaten/kota di Kalimantan Timur.

Reportase: Agus Salim, MPH (Peneliti PH, PKMK FK-KMK UGM)

 

Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Tranformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Jantung

Pendahuluan

Kondisi kesehatan di Indonesia memiliki tantangan besar yang membutuhkan perhatian luas dari pemangku kepentingan. Kondisi pandemi COVID-19 yang melakukan banyak gangguan terhadap pelayanan kesehatan dan dampak sosial ekonomi lainnya melahirkan agenda kebijakan Kementerian Kesehatan untuk melakukan transformasi sistem kesehatan. Tujuan dari transformasi sistem kesehatan untuk meningkatkan efektifitas, akuntabilitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan. Outcome yang diharapkan dari transformasi salah satunya adalah memperbaiki  pengendalian penyakit. Untuk mencapai outcome tersebut, Kementerian Kesehatan merancang enam pilar transformasi yaitu: 1) pelayanan primer; 2) pelayanan primer; 3) sistem ketahanan kesehatan; 4) sistem pembiayaan kesehatan; 5) SDM Kesehatan; dan 6) teknologi kesehatan (lihat gambar 1).

Penyakit tidak menular, khususnya penyakit kardiovaskular, tercatat sebagai penyakit dengan mortalitas tertinggi di Indonesia. Tampak adanya pergeseran dari penyebab kematian pada era reformasi yang didominasi oleh penyakit menular, maternal neonatal, dan penyakit nutritional menjadi dominansi penyakit tidak menular pada tahun 2021. Kementerian Kesehatan mencatat 19,8% penyebab kematian akibat PTM adalah stroke dan 14,4% adalah penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Tingginya beban penyakit jantung di Indonesia juga tampak pada tingginya beban klaim BPJS untuk kasus penyakit jantung. Untuk mencapai outcome pengendalian penyakit, pemerintah perlu merancang kebijakan yang memperhatikan keenam pilar transformasi kesehatan. Melalui Forum Nasional XIV, PKMK bersama Jejaring Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) akan membahas terkait prinsip transformasi kebijakan untuk mengurangi beban penyakit jantung dengan memanfaatkan platform digital yang dapat diakses pada laman https://kebijakanjantungindonesia.net/.

Target Pemangku kepentingan

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

Tenaga medis dan tenaga kesehatan:

  1. Dokter Spesialis Jantung
  2. Dokter
  3. Perawat
  4. Tenaga kesehatan lainnya

Masyarakat Umum

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah
    1. Kementerian Kesehatan
    2. BPJS Kesehatan
    3. Kementerian Sosial
    4. Dinas Kesehatan
    5. Dinas Sosial
  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  2. Manajemen Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  3. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  4. Organisasi Masyarakat Sipil

Tujuan

Secara umum Fornas XIV bertujuan untuk mengindentifikasi tantangan kesehatan dan strategi dalam pelaksanaan transformasi kesehatan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Tujuan detail lainnya adalah:

  1. Membahas pelayanan jantung di tingkat daerah dan nasional dalam proses transformasi kesehatan
  2. Membahas strategi kebijakan kesehatan terkait pelayanan penyakit jantung yang berkualitas dan ekuitas untuk melaksanakan transformasi sistem kesehatan dalam menuju Indonesia Emas 2045
  3. Memperkuat jejaring kebijakan kesehatan terkait pelayanan penyakit jantung dari berbagai perguruan tinggi untuk mendukung transformasi kesehatan

 

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 24 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu (WIB)

Kegiatan dan Narasumber

Reportase

13.00-13.05

Pembukaan: Shita Listyadewi (PKMK FK-KMK UGM)

Video

13.05-13.55

Presentasi

Sistem Digital Kebijakan Jantung untuk Menekan Beban Penyakit dalam Transformasi Kebijakan Kesehatan
M. Faozi Kurniawan, MPH – Peneliti PKMK FK-KMK UGM

Video   Materi

Strategi Kebijakan untuk Menekan Beban Penyakit Jantung
dr. Real Kusumanjaya Marsam, Sp. JP(K) – Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK-KMK UGM

Video   Materi

13.55-14.25

Pembahasan

dr. Fatcha Nuraliyah, MKM – Ketua Tim kerja penyakit jantung dan pembuluh darah, direktorat penyakit menular kementerian kesehatan

Video

dr. Mokhamad Cucu Zakaria – Asisten deputi bidang kebijakan penjaminan manfaat rujukan, BPJS  Kesehatan

Video   Materi

dr. Retno Erawati Wulandari – Kepala Dinas Kesehatan – Kota Surakarta

Video

14.25-14.55

Sesi diskusi dan tanya jawab

Video

14.55-15.00

Penutup

 

  LMS Plataran Sehat

LINK

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

PKMK – Pada hari kedua penyelenggaraan Fornas JKKI XIV (15 Oktober 2024), Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM)  menggelar Forum Nasional Ke-XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) dengan topik “Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Jantung”. Forum Nasional ini digelar pada 15 Oktober 2024 di Ruang Common Room PKMK FK-KMK UGM, juga secara daring melalui platform Webinar dan Live Streaming YouTube.

Pengantar dan Pembukaan  Forum Shita Listyadewi, MPP

Shita Listyadewi membuka Forum Nasional dengan Pengenalan Platform Digital untuk Menggambarkan Penggunaan Prinsip Transformasi Kebijakan Kesehatan dalam Mengurangi Beban Penyakit Jantung. Shita menggarisbawahi Forum Nasional JKKI XIV dengan tema “Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi (KJSU) yang Berkualitas dan Berkeadilan dalam Mencapai Indonesia Emas 2045”. Forum ini bertujuan membahas pelayanan kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi di tingkat daerah dan nasional dalam kerangka transformasi sistem kesehatan. Dalam diskusi, berbagai topik penting dibahas, termasuk beban penyakit yang tinggi, biaya pengobatan yang besar, serta peningkatan angka kematian akibat penyakit kronis seperti kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi.

Forum ini juga menggarisbawahi pentingnya transformasi sistem kesehatan yang berprinsip pada mutu pelayanan dan ekuitas, sesuai dengan regulasi nasional seperti UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024. Selain itu, forum ini mempertemukan para pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi kesehatan yang bekerja sama untuk menyusun strategi kebijakan kesehatan yang lebih berkualitas dan berkeadilan. Upaya tersebut ditujukan untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045, di mana monitoring dan evaluasi kebijakan kesehatan menjadi bagian penting dari proses transformasi. Dukungan penuh dari PKMK FK-KMK UGM serta jejaring kebijakan kesehatan lainnya semakin memperkuat komitmen dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan kolaborasi yang erat, diharapkan transformasi kesehatan menuju layanan KJSU yang lebih baik dan berkelanjutan dapat terwujud untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sesi pertama kegiatan ini diisi oleh M. Faozi Kurniawan. (PKMK FK UGM), dr. Real Kusumanjaya Marsam, Sp. JP (K) (Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-KMK UGM). Pembahas dr. Fatchanuraliyah, MKM (Direktorat Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan). dr. Mokhamad Cucu Zakaria (BPJS Kesehatan),  dr. Retno Erawati Wulandari (Dinkes Kota Surakarta)  Sesi dipandu oleh Ni Luh Putu Eka Andayani. SKM., M.Kes. selaku moderator.

Faozi mengemukakan situasi Terkini Penyakit Jantung Penyakit jantung, khususnya penyakit kardiovaskular, menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi penyakit jantung dan stroke terus meningkat. Dalam forum ini, disampaikan bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskular diproyeksikan mencapai 233 juta pada 2030. Selain dampak pada kesehatan, penyakit jantung juga menimbulkan beban ekonomi yang signifikan. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, klaim untuk penanganan penyakit jantung terus meningkat dari 2015 hingga 2022, dengan kenaikan yang bervariasi di berbagai wilayah. Strategi Transformasi Kebijakan Forum ini juga membahas strategi transformasi kebijakan untuk mengurangi beban penyakit jantung.

Transformasi ini diharapkan dapat mengintegrasikan upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit jantung, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan yang diterapkan meliputi transformasi pelayanan primer, pelayanan rujukan, hingga transformasi alat kesehatan, SDM, dan pembiayaan. Prinsip transformasi ini juga didukung oleh berbagai regulasi seperti UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, PP Nomor 28 Tahun 2024, serta berbagai peraturan presiden dan peraturan menteri terkait. Peran Platform Digital Dalam diskusi ini, platform digital diangkat sebagai salah satu solusi inovatif untuk memperkuat penanganan penyakit jantung. Platform ini memungkinkan integrasi data dan informasi kebijakan di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Salah satu fitur unggulan dari platform ini adalah laporan tahunan yang akan menilai perkembangan penanganan penyakit jantung, apakah membaik, stagnan, atau memburuk. Platform ini juga memungkinkan adanya forum diskusi yang lebih luas dan terbuka bagi pemangku kepentingan untuk membahas implementasi kebijakan dan isu-isu terkait pelayanan jantung.

Real Kusumanjaya Marsam, Sp.JP(K) – Strategi Kebijakan Untuk Menekan Beban Penyakit Jantung

Dalam forum ini, dibahas pentingnya pelayanan kesehatan berkualitas yang berprinsip pada ekuitas, mengingat beban penyakit KJSU yang menjadi penyebab utama kematian dan biaya perawatan yang tinggi. Salah satu hal yang ditekankan adalah penguatan upaya promotif preventif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dan Permenkes Nomor 3 Tahun 2023. Pelayanan skrining kesehatan untuk 14 penyakit prioritas, termasuk kanker payudara, serviks, dan hipertensi, merupakan langkah penting untuk mencegah risiko penyakit katastropik.

Selain itu, data yang disampaikan oleh BPJS Kesehatan menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan layanan canggih seperti kemoterapi, radioterapi, dan kateterisasi jantung sejak 2019 hingga 2024, dengan provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi wilayah dengan penggunaan tertinggi. Forum ini juga menyoroti tantangan dalam menjaga keberlanjutan Program JKN, terutama terkait pengelolaan penyakit katastropik. Dukungan regulasi, peningkatan mutu pelayanan di fasilitas kesehatan, serta komitmen dari semua pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk menjaga efektivitas dan efisiensi program. Teknologi medis juga menjadi aspek penting dalam pelayanan KJSU, dengan pemanfaatan alat canggih seperti kateterisasi jantung, kemoterapi, dan radioterapi yang terus dikembangkan untuk memastikan akses layanan kesehatan yang merata dan berkualitas.

Pembahas

Fatcha Nuraliyah, MKM – Ketua Tim Kerja Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan

Fatcha menyoroti pentingnya evaluasi kebijakan penyakit jantung di Indonesia melalui platform digital, yang diharapkan dapat menjadi alat yang efektif untuk mengakses dan menganalisis kebijakan kesehatan. Dalam upaya penanggulangan penyakit jantung, kebijakan mencakup berbagai aspek, mulai dari promosi dan pencegahan, diagnosis, pengobatan, hingga rehabilitasi. Ditekankan bahwa pendekatan yang komprehensif sangat diperlukan untuk mencapai tujuan kesehatan yang lebih baik. Platform Digital diharapkan dapat menyediakan analisis kebijakan yang mendalam, yang mencakup teknik promosi yang efektif untuk kelompok berisiko, standar diagnosis dan tatalaksana yang jelas, serta dukungan sistem informasi kesehatan yang efisien. Selain itu, kolaborasi dengan BPJS juga menjadi kunci dalam memastikan aksesibilitas layanan kesehatan jantung. Dengan dukungan platform ini, diharapkan kebijakan yang telah diterapkan dapat terus diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga hasil kesehatan yang lebih baik dapat dicapai.

Pembahas kedua yaitu Mokhamad Cucu Zakaria, AAK menyampaikan pihaknya ingin menyoroti tantangan yang dihadapi dalam penanganan penyakit jantung, terutama mengenai kualitas pelayanan kesehatan di daerah. Penting untuk mengintegrasikan kerjasama antara pemerintah dan fasilitas kesehatan agar layanan yang diberikan sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Kami berharap masyarakat dapat lebih memahami data layanan kesehatan dan kepastian mengenai keanggotaan asuransi kesehatan. Pembiayaan pelayanan kesehatan, baik dari APBN maupun iuran peserta, harus dikelola dengan baik untuk mengurangi biaya out-of-pocket yang masih cukup tinggi. Meskipun pencapaian kesehatan telah mencapai 98,3% dalam 10 tahun terakhir, kami menyadari bahwa masih ada banyak tantangan, termasuk peningkatan penyakit tidak menular seperti hipertensi dan penyakit jantung. Integrasi program skrining dan pengawasan penyakit tidak menular menjadi kunci dalam upaya pencegahan. Kerja sama dengan berbagai rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan juga perlu diperkuat untuk menjangkau daerah-daerah yang belum terlayani. Selain itu, pengembangan aplikasi berbasis internet untuk memudahkan akses layanan kesehatan menjadi langkah positif dalam mempercepat proses administrasi. Dengan semua upaya ini, diharapkan kita dapat menciptakan sistem kesehatan yang lebih baik dan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Pembahas ketiga yaitu dr. Retno Erawati Wulandari – Kepala Dinas Kesehatan – Kota Surakarta menyampaikan dari pemerintah daerah berkomitmen untuk mendukung transformasi pelayanan kesehatan yang berfokus pada pencegahan dan penanganan penyakit jantung. Kami telah melaksanakan integrasi layanan primer, sehingga setiap individu dalam siklus hidupnya dapat memperoleh skrining untuk mendeteksi risiko penyakit jantung. Hal ini sangat penting untuk melakukan intervensi dini dan mencegah penyakit menjadi lebih berat yang dapat meningkatkan biaya pengobatan.

Dari segi anggaran, komitmen kepala daerah sangat berperan dalam mendukung pelaksanaan transformasi kesehatan. Anggaran yang dialokasikan oleh APBD untuk kesehatan, termasuk untuk penanganan penyakit tidak menular, mencapai hampir 20% dari total anggaran. Ini menunjukkan perhatian besar dari pemerintah kota terhadap kesehatan masyarakat.

Selain itu, peningkatan kompetensi SDM juga menjadi fokus utama. Pembahas juga melakukan perekrutan tenaga kesehatan, baik dokter spesialis maupun tenaga medis lainnya, serta melakukan peningkatan kompetensi melalui pelatihan. Sarana dan prasarana kesehatan juga terus diperbaiki, terutama di fasilitas kesehatan rujukan, agar dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah juga sangat penting. Kebijakan yang mendukung peningkatan mutu layanan akan membantu meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Kami berupaya untuk memperluas akses layanan hingga tingkat RW dan Posyandu, sehingga deteksi dini terhadap penyakit dapat dilakukan secara lebih luas. Harapannya agar beban penyakit tidak menular, termasuk penyakit jantung, dapat ditekan melalui upaya-upaya preventif dan peningkatan layanan yang telah dilakukan.

Reporter:
Indra Komala R.N., MPH (PKMK, Divisi Mutu)

 

 

Filantropi dalam Perawatan Paliatif untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi

  Pendahuluan

Kebutuhan akan pelayanan paliatif semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit kronis dan terminal, seperti Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi (KJSU). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi penyakit kronis di Indonesia meningkat setiap tahunnya yang berdampak terhadap permintaan akan pelayanan paliatif yang komprehensif dan berkualitas semakin meningkat.

Pelayanan paliatif merupakan pelayanan medis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang menghadapi penyakit yang mengancam jiwa. Pendekatan ini bukan hanya berfokus pada penanganan gejala fisik, tetapi juga mencakup aspek psikososial dan spiritual, baik bagi pasien maupun keluarganya.Menurut World Health Organization (WHO), pelayanan paliatif adalah suatu pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya yang menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam kehidupan, melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan dengan cara identifikasi dini, penilaian, dan pengobatan nyeri serta masalah-masalah lain baik fisik, psikososial, maupun spiritual.

Dalam Transformasi Kebijakan, ada komponen kebijakan pendanaan. Dalam konteks peningkatan pelayanan KJSU, pendanaan paliatif harus lebih ditingkatkan karena belum dibayar oleh BPJS. Sebagai catatan pendekatan paliatif dapat menurunkan beban BPJS. Di Indonesia,Filantropi sebagai wujud kontribusi sukarela untuk kesejahteraan masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pelayanan paliatif. Melalui dukungan finansial, pengembangan program-program inovatif, dan penyediaan sumber daya, filantropi dapat membantu memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan paliatif di berbagai daerah. Peran filantropis baik individu maupun lembaga menjadi krusial dalam menjembatani kesenjangan yang ada dalam sistem pelayanan kesehatan terutama di bidang yang masih belum mendapat perhatian memadai seperti pelayanan paliatif .

Forum nasional dengan tema “Filantropi dalam Perawatan Paliatif untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi” diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada untuk menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan, filantropis, praktisi kesehatan, pemerintah, dan organisasi masyarakat untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan merumuskan strategi bersama. Melalui forum ini, diharapkan akan terjalin sinergi yang lebih baik antara berbagai pihak, tercipta inovasi-inovasi baru dalam pelayanan paliatif, dan terwujudnya komitmen bersama untuk menghadirkan layanan yang lebih berkualitas dan komprehensif bagi mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan pasien dan keluarganya, serta mendukung mereka dalam menghadapi tantangan akhir kehidupan dengan lebih bermartabat dan berdaya.

Gambar 1. Siklus Proses Kebijakan

  Tujuan Kegiatan

Tujuan umum:
Mendorong peran filantropi dalam perumusan kebijakan bagi pelayanan paliatif di Indonesia guna memastikan keberlanjutan pembiayaan, peningkatan akses, dan kualitas layanan paliatif melalui kemitraan strategis dan akuntabilitas yang lebih baik.

Tujuan Khusus

  • Mengeksplorasi peranan organisasi profit dan non profit dalam pelayanan paliatif di Indonesia.
  • Mengidentifikasi peluang kemitraan antara sektor filantropi dan swasta dalam mendukung pelayanan paliatif.
  • Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam program-program pelayanan paliatif.
  • Mengevaluasi dampak inisiatif filantropi terhadap kualitas pelayanan paliatif di Indonesia.
  • Mendorong inovasi dalam pengembangan program pelayanan paliatif melalui kolaborasi lintas sektor.

Informas Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu (WIB)

Kegiatan

Reportase

13.15 – 13.20

Pengantar: Dr. dr. Jodi Visnu, MPH

13.20 – 15.00 WIB

Diskusi Panel: Mekanisme Sistem Pembiayaan pada Perawatan Paliatif
Moderator: Dr. dr. Jodi Visnu, MPH. (PKMK FK-KMK UGM, RS Panti Rapih Yogyakarta) 

Video

Penghematan Biaya Perawatan Pasien Kanker melalui Konsultasi Tim Paliatif di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Dr. dr. Rudi Putranto, SpPD, Subsp.Psi.(K), M.P.H. (RSCM) 

Video

Best Practise Pembiayaan dan Filantropi untuk Paliatif di Inggris
dr. Teguh Kristian Perdamaian, MPH. (The University of Edinburgh)

Video

Mekanisme dan Peluang Filantropi untuk Paliatif dengan Platform Crowdsourcing
Riska Ramdani, M.IKom (Yayasan Kitabisa)

Video

Pembahasan

⁠Prof. Christantie Effendy, S.Kp., M.Kes. (PSIK FK-KMK UGM)

Video

⁠Dr. dr. Maria Astheria Nunik Witjaksono, MPallC. (RSK Kanker Dharmais)

Video

Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, MBA. MKes (KPMAK UGM)

Video

14.40 – 15.00 WIB

Sesi Tanya Jawab dan Diskusi

Video

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Forum Nasional (Fornas) XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) tahun 2024 yang diselenggarakan oleh JKKI bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM mengambil tema besar yaitu: Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KSJU) yang Berkualitas dan Ekuitas dalam Mencapai Indonesia Emas 2045”. Tema tahun ini ditetapkan sebagai upaya JKKI dan PKMK mendukung pelaksanaan transformasi kesehatan dalam menanggulangi penyakit tidak menular (PTM) yang terdiri dari kanker, jantung, stroke dan urologi (KJSU). Kegiatan FORNAS XIV dilaksanakan selama 3 hari dari tanggal 15 sampai 17 oktober secara hybrid.

Reportase ini mendokumentasikan sesi pada hari kedua pelaksanaan FORNAS XIV khususnya pada sesi  Filantropi dalam Perawatan Paliatif untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefronologi. Secara umum, sesi dengan tema filantropi ini menghadirkan enam presenter dengan keseluruhan durasi sesi selama 150 menit.

Acara dibuka oleh Mentari Widyastuti, MPH (peneliti PKMK UGM) selaku master of ceremony/MC dari sesi ini. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian pengantar oleh Dr. dr. Jodi Visnu, MPH selaku penanggung jawab kegiatan dan juga konsultan PKMK UGM. Dalam pengantarnya Jodi menegaskan kembali mengenai tema besar dari Fornas saat ini yang berfokus pada KJSU, dimana pemerintah merasa sangat perlu untuk melakukan perbaikan sistem kesehatan khususnya pada penyakit-penyakit katastropik.

 

Sesi pengantar topik Filantropi oleh Dr. dr. Jodi Visnu, MPH

Jodi lantas menghubungkan komitmen ini dengan adanya penambahan pilar paliatif pada UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Saat ini terdapat pedoman penyelenggraan pelayanan paliatif yaitu sesuai Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/2180/2023. Pelayanan paliatif sesuai dengan INA-CBGs dengan coding Z51.5. Narasumber menyampaikan salah satu penelitianyan pada tahun 2000 lalu mengenai peranan Filantropi pada aspek paliatif.

Setelah sesi pengantar, acara dilanjutkan dengan diskusi panel dengan menhadirkan tiga pembicara yaitu (i) Dr. dr. Rudi Putranto, SpPD, Subsp.Psi.(K), M.P.H. (RSCM), (ii) dr. Teguh Kristian Perdamaian, MPH. (The University of Edinburgh) dan (iii) Riska Ramdani, M.IKom (Yayasan Kitabisa). Menariknya, tidak tanya sesi pembicara, juga terdapat sesi pembahasan yang menghadirkan Prof. Christantie Effendy, S.Kp., M.Kes. (PSIK FK-KMK UGM), Dr. dr. Maria Astheria Nunik Witjaksono, MPallC. (RSK Kanker Dharmais) dan Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, MBA. MKes (KPMAK UGM). Sesi utama ini dimoderatori oleh Dr. dr. Jodi Visnu, MPH.

Penghematan Biaya Perawatan Pasien Kanker melalui Konsultasi Tim Paliatif di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

Rudi memulai presentasinya mengenai tantangan dan biaya pada perawatan pasien kanker terminal. Terdapat beberapa manfaat konsultasi paliatif diantaranya pengendalian nyeri dan gejala, peningkatan komunikasi yang bertujuan dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya medis. Studi kasus yang dilakukan di RSCM mengamati hubungan antara lama rawat dan pengeluaran dengan atau tanpa intervensi paliatif serta hubungan variabel tarif pengeluaran terhadap interventi paliatif. Sebagai kesimpulan, Rudi menyampaikan bahwa terdapat dampak positif adanya konsultasi dengan tim paliatif yang bersifat signifikan untuk pasien kanker terminal dan juga pihak keluarga.

Best Practise Pembiayaan dan Filantropi untuk Paliatif di Inggris

Sebagai pengantar, Teguh menyampaikan konteks global mengenai pelayanan paliatif, dimana presentasinya akan berfokus pada skema pembiayaan paliatif, pengalaman dari negara maju serta apa yang dapat dipelajari untuk Indonesia. Teguh menggunakan framework needs, demand and utilization dalam menjelaskan aspek financing dari pelayanan paliatif. Pihaknya melanjutkan presentasi mengenai perbandingan skema pembiayaan di beberapa negara khsususnya di negara maju dengan menekankan berbagai macam sumber pembiayaan (mix financing system). Terkait call to action – Indonesia, terdapat 5 pillar yang disampaikan salah satunya yaitu perlunya aspek riset dan inovasi dalam mendukung pelayanan paliatif di Indonesia.

Materi ketiga:  Mekanisme dan Peluang Filantropi untuk Paliatif dengan Platform Crowdsourcing

Riska menyampaikan konsep crowdsourcing/ penggalangan dimana Kitabisa.com menjadi salah satu skema filantropi yang ada di Indonesia. Dimana platform penggalangan dana ini dapat meningkatkan kesadaran publik, transparansi dan akuntabilitas, kolaborasi dengan organisasi kesehatan dan pemberdayaan komunitas. Bentuk filantropi dalam pelayanan paliatif, crowdsourcing diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, meningkatkan akses yang cepat dan mudah ke bantuan serta dukungan komunitas yang lebih luas.

Setelah ketiga pembicara memaparkan materinya, sesi filantropi dilanjutkan dengan sesi pembahasan dengan menghadirkan tiga pembahas.

Pembahas pertama yaitu Prof. Christantie Effendy, S.Kp., M.Kes, dimana Christantie menegaskan bahwa perawatan palliative is everybody business, sehingga sangat penting untuk disadari maka setiap orang diharapkan dapat membantu mereka untuk meningkatkan kualitas hidup dan mendampingi pasien agar dapat dying with dignity. Pihaknya melanjutkan bahwa dengan adanya UU Kesehatan  2023 ini, dapat membuka harapan mengenai pelaksanaan perawatan paliatif di Indonesia dengan menyediakan landasan hukum. Namun masih terdapat banyak tantangan salah satunya yaitu pelayanan ini tidak di-cover oleh masyarakat. Kedua, masyarakat sendiri belum menyeluruh mengetahui mengenai apa itu perawatan paliatif.

Pembahas kedua yaitu Dr. dr. Maria Astheria Nunik Witjaksono, MPallC. Dr. Maria memulai pembahasananya dengan menekankan aspek value-based medicine yang ditelah digunakan secara global salah satunya pada perawatan paliatif. Maria menambahkan bahwa pelayanan paliatif di beberapa daerah tidak dapat disamakan dikarenakan di banyak daerah misalnya di Papua atau  Sumatera Selatan. Aspek pelaksanaan filantropi di beberapa negara asia dapat menjadi pembelajaran untuk kita misalnya di India.

Pembahas ketiga yaitu Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, MBA. M.Kes. Diah memulai pembahasannya mengenai pelayanan paliatif merupakan salah satu sesi yang “sexy” jika dikaitkan dengan topik katastropik seperti KJSU. Dalam pandangannya, Diah menyampaikan aspek pendanaan/ financing dari pelayanan filantropi yang menekankan pada keberlanjutan pendanaan dikarenakan pelayanan filantropi sehingga tidak temporer. Belajar dari jepang, dimana long-term care disana telah memulai pelayanan paliatif dimana pasien berusia di atas 40 tahun membayar premi lebih untuk menyusun jaringan pengaman (safety net) untuk memastikan keberlanjutan dari pelayanan filantropi.

Setelah sesi pembahasan, dilanjutkan dengan sesi pertanyaan dengan terdapat lebih dari 10 pertanyaan yang membuat sesi kali ini menjadi sangat interaktif.

Sebagai kesimpulan, Jodi selaku moderator menggarisbawahi sejumlah poin utama. Pertama, pelayanan paliatif terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien dengen adanya potensi penghematan dengan adanya pelayanan paliatif khsusunya dalam pelayanan KJSU.  Kedua, protokol dan standard sangat dibutuhkan dalam keberlanjutan pembiayaan dari pelayanan paliatif ini. Terakhir, dibutuhkan community awareness untuk dapat melaksanakan kerja sama lintas sektor dan masyarakat agar dapat lebih memahami makna dari paliative care yang bersifat holistik, 

Reporter: Apt. Kadek Hendra Darmawan, M.Sc (PKMK UGM)

 

 

 

 

Inovasi Penyediaan Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Kanker, Jantung, Stroke, dan Uro-Nefro (KJSU) di Rumah Sakit di Wilayah Indonesia Timur

  Pendahuluan

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, telah mencanangkan transformasi layanan rujukan dengan fokus pada penguatan penanganan penyakit kanker, jantung, stroke, dan uro-nefro (KJSU). Transformasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di seluruh negeri, terutama dalam penanganan penyakit-penyakit yang menjadi penyebab utama kematian dan morbiditas tinggi di Indonesia.

Sebagai bagian dari upaya ini, Kementerian Kesehatan telah memetakan rumah sakit ke dalam sistem pengampuan KJSU, yang terdiri dari kategori rumah sakit paripurna, rumah sakit utama, dan rumah sakit madya. Sistem pengampuan ini melibatkan berbagai sektor, termasuk pengampuan tenaga kesehatan, dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua rumah sakit yang terlibat mampu memberikan layanan KJSU yang optimal.

Isu tenaga kesehatan dalam layanan KJSU menjadi sangat krusial, mengingat bahwa Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan anggaran untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Namun, meskipun sarana prasarana tersebut telah disiapkan, tantangan utama tetap terletak pada penyediaan tenaga kesehatan yang memadai, baik dari segi jumlah, distribusi, maupun kompetensi. Tenaga kesehatan yang kompeten sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan KJSU yang berkualitas, dan ini menjadi perhatian utama dalam sistem pengampuan.

Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di rumah sakit pengampu KJSU menjadi semakin kompleks, terutama karena selain tugas rutin, terdapat tugas pengampuan yang berpotensi meningkatkan beban kerja tenaga kesehatan. Kompleksitas ini semakin bertambah apabila rumah sakit pengampu tersebut juga ditunjuk sebagai Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama Pendidikan Dokter Spesialis dan/atau Sub-Spesialis (RSP-PU).

Di tengah upaya pemenuhan tenaga kesehatan, penyediaan tenaga kesehatan masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Kebijakan terkini menawarkan berbagai opsi inovasi untuk penyediaan tenaga kesehatan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam konteks Indonesia Timur, penyediaan tenaga kesehatan menjadi isu yang sangat penting untuk didiskusikan. Berbagai kendala teknis, geografis, dan sosial menjadi tantangan bagi para pemangku kepentingan dalam memastikan ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan yang memadai di wilayah tersebut.

Oleh karena itu, Forum Nasional XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) Sesi SDM Kesehatan akan membicarakan berbagai tantangan dan isu strategis terkait penyediaan, distribusi, dan pengelolaan tenaga kesehatan di Indonesia, terutama dalam konteks transformasi layanan rujukan KJSU. Forum ini akan menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, serta merumuskan kebijakan dan inovasi yang dapat mendukung upaya peningkatan kualitas SDM Kesehatan, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas layanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah dengan tantangan geografis dan sosial yang kompleks seperti Indonesia Timur.

  Tujuan Kegiatan

Memberikan pemahaman menyeluruh dan wawasan strategis terkait tenaga kesehatan yang dapat mendukung Pelaksanaan Kebijakan KJSU di rumah sakit-rumah sakit yang terletak di wilayah Indonesia Timur.

Tujuan Khusus:

  1. Menyiapkan Pelaksanaan Kebijakan
    1. Mengidentifikasi dan menganalisis tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam penyediaan dan distribusi tenaga kesehatan di wilayah Indonesia Timur, dengan fokus pada rumah sakit yang menangani KJSU.
    2. Menyajikan contoh-contoh inovasi dan pendekatan terbaik yang telah diterapkan atau diusulkan untuk memperkuat tenaga kesehatan dalam rangka penanganan KJSU di daerah-daerah dengan keterbatasan sumber daya.
    3. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat diadopsi oleh para pemangku kepentingan dalam rangka mengoptimalkan penyediaan dan distribusi tenaga kesehatan di wilayah Indonesia Timur, khususnya dalam konteks penanganan KJSU
  2. Menyiapkan Riset Implementasi untuk SDM di Indonesia timur
    1. Memahami penulisan proposal penelitian implementasi inovasi-inovasi penyediaan tenaga kesehatan dan dampaknya terhadap kualitas pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia Timur.

Kompetensi

  1. Peserta mampu memahami strategi penyediaan dan distribusi tenaga kesehatan yang inovatif, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
  2. Peserta dapat mengidentifikasi tantangan utama dalam penyediaan SDM kesehatan untuk penanganan Kanker, Jantung, Stroke, dan Uro-Nefro (KJSU).
  3. Peserta memahami peran rumah sakit pengampu dalam mengelola tenaga kesehatan dan dapat memberikan solusi untuk memperbaiki ketersediaan dan kualitas SDM.
  4. Peserta mampu mengeksplorasi pendekatan kebijakan serta inovasi untuk meningkatkan layanan KJSU dengan SDM yang terbatas.
  5. Peserta mampu memberikan rekomendasi kebijakan yang relevan untuk pemangku kepentingan dalam mengoptimalkan penyediaan SDM kesehatan.

  Target peserta

Tenaga Kesehatan

  1. Dokter spesialis jantung
  2. Dokter spesialis neurologi/ saraf
  3. Dokter spesialis urologi
  4. Dokter spesialis bedah (konsultan onkologi)
  5. Dokter spesialis penyakit dalam (konsultan onkologi)
  6. Dokter spesialis radiologi (konsultan onkologi)

Masyarakat umum:

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah
  2. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
  3. Akademisi bidang kebijakan dan manajemen kesehatan
  4. Peneliti, konsultan dan pemerhati bidang SDM Kesehatan
  5. Masyarakat, organisasi profesi, mahasiswa

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 24 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu (WIB)

Agenda dan Narasumber / Moderator

Reportase

10.05-10.10

Moderator: dr. Haryo Bismantara, MPH.

10.10-10.25

Pengantar: Penyediaan Tenaga Kesehatan untuk Pelayanan KJSU di Indonesia Timur
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes (Ketua PKMK FK-KMK UGM) 

Video   Materi

10.25-10.45

Narasumber I: Ketersediaan tenaga kesehatan serta kaitannya dengan layanan dan pengampuan KJSU di Indonesia Timur: Kasus RSUP Dr. Ben Mboi Kupang
dr. Annas Ahmad, Sp.B, FICS (Direktur Utama RSUP Dr. Ben Mboi Kupang)

Video   Materi

10.45 -11.05

Pembahas I: Inovasi Kementerian Kesehatan dapat menjawab pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka penguatan layanan KJSU di Indonesia Timur
Dra. Oos Fatimah Rosyati, M.Kes – Direktorat Penyediaan Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Video

11.05-11.25

Pembahas II: Inovasi perguruan tinggi dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka penguatan layanan KJSU di Indonesia Timur
Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG(K) – Ketua AIPKI

Video

11.25-11.55

Diskusi dan tanya jawab

Video

11.55-12.00

Penutupan oleh MC

 

  LMS Plataran Sehat

LINK

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

PKMK. Topik 3 Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XIV tahun 2024 mengambil subtema “Inovasi Penyediaan Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Kanker, Jantung, Stroke, dan Uro-Nefro (KJSU) di Rumah Sakit di Wilayah Indonesia Timur” diselenggarakan pada Rabu (16/10/2024) pukul 10.00-12.00 WIB secara hybrid. Acara ini dipandu oleh Bestian Ovilia, S.KG selaku master of ceremony (MC). 

Acara diawali dengan pembukaan dari Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes selaku Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan PKMK FK-KMK UGM. Andre membuka acara dengan menyampaikan bahwa perlu waktu untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis. Rasio dokter spesialis dibandingkan dengan jumlah penduduk terjadi penurunan pada 2020 akibat dari pertumbuhan penduduk meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah dokter spesialis. Di Indonesia Timur jumlah lulusan dokter spesialis sedikit, sehingga perlu disiapkan strategi untuk meningkatkan jumlah produksi dokter spesialis. Sistem kesehatan perlu menyampaikan terkait dengan kebutuhan jumlah dan jenis dokter spesialis  kepada sistem pendidikan, sehingga dokter spesialis yang diproduksi akan sesuai.

Sesi dilanjutkan dengan paparan narasumber dan pembahasan yang dimoderatori oleh dr. Haryo Bismantara, MPH yang merupakan dosen Prodi Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM. Acara diawali dengan pemaparan dari narasumber yakni, dr. Annas Ahmad, Sp.B, FICS selaku Direktur Utama RSUP Dr. Ben Mboi Kupang  dengan tema “Ketersediaan tenaga kesehatan serta kaitannya dengan layanan dan pengampuan KJSU di Indonesia Timur: Kasus RSUP Dr. Ben Mboi Kupang”. Annas menyampaikan bahwa strata target berdasarkan KMK pengampuan, RSUP Dr. Ben Mboi Kupang untuk layanan kanker, jantung, uronefrologi, KIA, dan TB diberikan target sebagai strata utama. Sedangkan untuk layanan stroke dan penyakit infeksi emerging diberikan target strata paripurna. Tantangan rumah sakit sebagai pengampu KJSU adalah penyediaan alat kesehatan dan penyediaan tenaga kesehatan yang sesuai dengan strata pengampuan, juga diperlukan SDM yang mampu mengopersionalkan alat kesehatan yang ada. Jumlah dokter spesialis di rumah sakit yang terbatas, mengakibatkan rumah sakit terhambat untuk melakukan pengembangan pelayanan kesehatan.

Sesi pembahasan menghadirkan dua penanggap yakni Dra. Oos Fatimah Rosyati, M.Kes.
(Direktorat Penyediaan Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI) dan Prof. Dr. dr. Budi Santoso,  Sp.OG(K) (Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia/AIPKI). Dalam tanggapannya dengan tema “Inovasi Kementerian Kesehatan dapat menjawab pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka penguatan layanan KJSU di Indonesia Timur”, Oos menyampaikan bahwa saat ini tenaga medis dan tenaga kesehatan belum terpenuhi jika merujuk pada standar. Secara nasional 62,5% rumah sakit umum daerah yang lengkap dengan 7 jenis spesialis. Dari 514 Kabupaten/Kota, saat ini ada 84 Kabupaten/Kota yang mampu memberikan layanan kateterisasi jantung. Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2027 semua provinsi memiliki rumah sakit dengan strata tingkat madya. Oos menekankan bahwa untuk menjawab maldistribusi dilakukan inovasi mulai saat rekruitmen dengan afirmasi putra daerah yang bersedia dan berkomitmen untuk ditempatkan di wilayah Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), lulusan spesialis sebagai PNS wilayah DTPK, dan tetap menjaga mutu dengan standar minimal yang sama. Perlu adanya kolaborasi pemangku kepentingan dalam peningkatan ketersediaan dan penyebaran tenaga kesehatan.

Tanggapan berikutnya disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG(K) dengan tema “Inovasi perguruan tinggi dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka penguatan layanan KJSU di Indonesia Timur”.  Budi menyampaikan bahwa dengan Academic Health System (AHS) bagaimana mendapatkan sistem kesehatan excellence yang mengintegrasikan pelayanan, pendidikan, dan penelitian  unggul di sebuah wilayah. Masalah yang ada di Indonesia bukan hanya produksi dokter spesialis serta distribusi dokter spesialis kurang bagus. Di DKI Jakarta terdapat 1000–1100 dokter spesialis kandungan, namun di wilayah papua tertentu hanya ada 3–4 dokter spesialis kandungan. Salah satu upaya pemerataan dokter spesialis yang dilakukan adalah kerjasama dengan pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendukung biaya pendidikan dan nantinya dokter akan kembali ke daerah asal.

Sesi dilanjutkan dengan kegiatan tanya jawab oleh peserta. Dalam sesi diskusi berbagai bahasan terkait permasalahan distribusi dokter spesialis khususnya di Indonesia timur, nasionalisme bagi SDM, kontrak dengan dokter spesialis setelah lulus untuk ditempatkan di daerah, faktor keamanan dokter spesialis, kesiapan fasilitas, sustainability services, professional dan sosial support dokter spesialis. Moderator menyampaikan bahwa upaya penyediaan dan pemerataan dokter spesialis dilakukan dengan berbagai inovasi.

Reporter: Husniawan Prasetyo (Divisi Manajemen Rumah Sakit, PKMK UGM)

 

 

 

 

 

Peningkatan Layanan KJSU di Indonesia Melalui Klasifikasi RS Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur

  Pendahuluan

Penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) telah menjadi beban signifikan bagi sistem kesehatan Indonesia. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa kasus KJSU mendominasi klaim biaya, mengindikasikan tingginya prevalensi dan kompleksitas penanganan penyakit-penyakit ini.

Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN  untuk Kasus Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)  Tahun 2022  (miliar Rp)

Sumber: BPJS Kesehatan, 2022.

Ketidakmerataan akses layanan yang berkualitas menjadi salah satu tantangan utama dalam pelayanan untuk kasus KJSU di rumah sakit. Variasi kapasitas rumah sakit dalam hal sumber daya manusia kesehatan yang terlatih, sarana & prasarana, serta peralatan yang memadai menyebabkan disparitas pelayanan yang signifikan di berbagai wilayah. Klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan solusi potensial untuk mengatasi permasalahan ini.

Dalam konteks ini, klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan potensi besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan KJSU. Klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan dan keahlian spesifik dalam menangani penyakit tertentu, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi rujukan, memaksimalkan pemanfaatan sumber daya, serta menjamin pasien memperoleh perawatan berkualitas yang sesuai dengan tingkat kompleksitas penyakitnya.

  Tujuan Kegiatan

Secara umum seminar  ini bertujuan untuk membahas mengenai perkembangan upaya penataan pelayanan rujukan untuk meningkatkan kemampuan layanan  Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi di Indonesia secara lebih merata.

Tujuan khusus seminar ini adalah:

  • Membahas kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU
  • Mendiskusikan implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
  • Merumuskan usulan optimalisasi implementasi klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu terhadap pelayanan KJSU di Indonesia

  Target peserta

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah
    1. DPR RI
    2. Kementerian dan Lembaga: Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN/RB, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Sosial
    3. BPJS Kesehatan
    4. BKKBN
    5. BPOM
    6. Gubernur/Walikota/Bupati
    7. Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, dan Kota
    8. Bappeda
    9. Dinas Sosial
  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  2. Pengelola Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  3. Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat dan Bidan)
  4. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  5. Organisasi Masyarakat Sipil

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu

Agenda dan Narasumber

Reportase

10.00 – 10.15

Pengantar: Bagaimana kebijakan KJSU dipergunakan untuk mengatasi permasalahan akses pelayanan KJSU bermutu.
Shita Listyadewi (Peneliti dan konsultan PKMK FK-KMK UGM)

Video

10.15 – 10.35

Implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes – Ketua Tim Peneliti Implementation Research KJSU PKMK FK KMK Universitas Gadjah Mada

Video   Materi

10.35 – 11.00

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Pembiayaan Kesehatan
dr. Mokhamad Cucu Zakaria – Asisten deputi bidang kebiajkan penjaminan manfaat rujukan, BPJS Kesehatan

Video

11.00 – 11.20

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Ketersediaan dan distribusi sumber daya
Ratih Dwi Lestari, S.kep, MARS – Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementerian Kesehatan

Video   Materi

11.30 – 11.45

Sesi diskusi dan tanya jawab

Video

11.45 – 12.00

Kesimpulan dan Penutup: dr. Luqman Hakim, MPH

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) didukung Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada Selasa (15/10/2024) menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) XIV Topik 2 bertajuk “Peningkatan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) di Indonesia melalui Klasifikasi Rumah Sakit Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur” pada Rabu (16/10/2024). Forum dilaksanakan secara hybrid, bertempat di Common Room Gedung Litbang FKKMK UGM dan Zoom meeting, sekaligus ditayangkan live melalui kanal Youtube PKMK FK-KMK UGM.

Kegiatan dipandu oleh MC Bestian Ovilia Andini, S.KG yang menyampaikan selamat datang kepada para peserta serta memperkenalkan narasumber, dan dilanjutkan dengan sesi pengantar yang disampaikan oleh Shita Listyadewi, M.M., M.P.P. selaku Wakil Direktur PKMK FK-KMK Universitas Gadjah Mada. Shita menjelaskan bahwa prioritas layanan KJSU muncul karena KJSU merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan berimplikasi pada biaya kesehatan yang tinggi. Pihaknya juga menjelaskan bahwa layanan KJSU tersedia di layanan fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan perlu perhatian dari pemerintah untuk memastikan bahwa penyediaan layanan KJSU memiliki akses yang terbuka bagi siapapun di Indonesia. Selain itu, perlu juga diperhatikan mutu layanan yang tersedia.

Acara dilanjutkan dengan paparan dari Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM, MKes, sebagai Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit di PKMK FK-KMK UGM sekaligus selaku Ketua Tim Riset Implementasi Kebijakan Jejaring Pengampuan Pelayanan KJSU Rumah Sakit yang tengah dilakukan oleh PKMK. Beliau menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pengampuan pelayanan KJSU yang sedang dilakukan, faktor-faktor yang melatarbelakangi penelitian ini, seperti tren kasus KJSU yang meningkat dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan KJSU.

 

 

Paparan selanjutnya oleh dr. Muhammad Cucu Zakaria, Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS yang mewakili Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, Direktur Utama BPJS Kesehatan. Cucu memaparkan tentang skema pembiayaan pelayanan KJSU oleh BPJS Kesehatan. Narasumber juga menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU. Pihaknya juga menjelaskan skema kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit dalam klasifikasi rumah sakit yang baru.

Narasumber berikutnya adalah Ratih Dwi Lestari, S.Kep, MARS, Ketua Tim Kerja Perizinan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan. Ratih mewakili drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes. selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI. Pihaknya menyampaikan bagaimana klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi dapat meningkatkan kualitas pelayanan KJSU di Indonesia. Ratih juga menjelaskan kriteria yang digunakan dalam klasifikasi rumah sakit.

Forum dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dimoderatori oleh dr. Luqman Hakim, MPH.  Pada sesi diskusi ini, para peserta forum melontarkan pertanyaan dan tanggapan terhadap paparan, dilanjutkan dengan jawaban dan tanggapan dari narasumber. Beberapa poin menarik dari diskusi ini diantaranya adalah pentingnya menambah jumlah institusi pendidikan SDM yang dibutuhkan oleh layanan KJSU agar pemenuhan dokter spesialis, subspesialis, perawat, dan SDM lain yang terlatih dapat lebih cepat tercapai. Poin menarik selanjutnya terkait mekanisme kerja sama BPJS dengan rumah sakit yang terkesan sulit, namun persyaratan-persyaratan tersebut penting untuk menjamin kualitas pelayanan KJSU. Terakhir, diskusi membahas pentingnya strategi komunikasi yang komprehensif yang bertujuan mengedukasi masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat sehingga menurunkan risiko penyakit kanker, jantung, stroke dan uronefrologi.

Reporter:
dr. Luqman Hakim, MPH (PKMK UGM)

 

 

 

Kebijakan Pembiayaan Berkelanjutan untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) dalam Sistem JKN: Tantangan dan Peluang

  Pendahuluan

Biaya kesehatan secara global terus meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, peningkatan belanja kesehatan disinyalir telah melampaui laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP). Fenomena ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan layanan kesehatan yang berkualitas semakin mendesak, sementara kemampuan ekonomi untuk menanggung biaya tersebut tidak selalu sebanding. Peningkatan belanja kesehatan ini mencerminkan upaya untuk memperbaiki kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan, namun juga menimbulkan tantangan terkait keberlanjutan pendanaan dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Portal Informasi Indonesia menayangkan tajuk berita “Pelayanan Penyakit Kronis Terus Diperluas” menjadi penguat kebijakan transformasi kesehatan yang sedang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan meskipun ada tantangan keterbatasan sumber dana kesehatan.

Kebijakan pendaanan kesehatan menjadi salah satu pilar penting keberlanjutan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Penyakit Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi (KJSU) merupakan penyakit katastropik yang mebutuhkan pendanaan yang tinggi. Tantangan dalam pembiayaan berkelanjutan untuk penyakit-penyakit ini masih menjadi isu kritis yang memerlukan perhatian khusus. BPJS Kesehatan menggambarkan bahwa beban penyakit katastropik sangat tinggi memiliki pengeluaran biaya kesehatan paling besar. Kementerian Kesehatan dengan data national health account 2023 (unaudited) menggambarkan kasus stroke dan beban uronefrologi beban dan jumlah kunjungan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN  untuk Kasus, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)  Tahun 2022  (miliar Rp)

Sumber: Kementerian Kesehatan, 2024.

Gambar 1 diatas menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan kasus stoke dan urenefrologi melalui  JKN-BPJS Kesehatan pada 2019-2023 mengalami peningkatan dari sisi belanja dan kunjungan. Tahun 2019 tercatat pada kasus stroke belanja Rp2,7 triliun dengan jumlah kunjungan di FKTL 1,7 juta kunjungan. Angka ini lebih tinggi dari kunjungan di FKTP sebesar 1 juta kunjungan dengan belanja Rp. 0,06 triliun. Tahun 2023 terjadi peningkatan kunjungan di FKTL 3,3 juta dengan belanja 4,2 triliun. Kunjungan di FKTP untuk urenefrologi sebesar 2,4 juta kunjungan dengan belanja

Rp. 0,2 triliun di tahun 2019 dan tahun 2023 kunjungan meningkat menjadi 2,7 juta dengan belanja Rp. 0,4 triliun. Kunjungan untuk urenefrologi di FKTL sebesar 8,5 juta dengan belanja Rp. 8,6 triliun dan tahun 2023 kunjungan menjadi 10,9 juta kunjungan dan belanja Rp. 10,9 triliun. Tinggi belanja dan jumlah kasus dari KJSU seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dalam kondis tidak sehat. Kondisi ini membutuhkan upaya promotif dan preventif yang lebih intensif. Kementerian Kesehatan melalui transformasi kesehatan mencoba untuk meningkatakan upaya promotif dan preventif dan memeratakan pelayanan kesehatan sampai pelosok untuk menekan pertumbuhan penyakit KJSU ini.

Untuk itu, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) dengan dukungan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada 2024 kembali menyelenggarakan seminar melalui Forum Nasional (Fornas) XIV dengan tema “Kebijakan Pembiayaan Berkelanjutan untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) dalam Sistem JKN: Tantangan dan Peluang”.

  Tujuan Kegiatan

Secara umum Fornas XIV bertujuan untuk mengindentifikasi tantangan kesehatan dan strategi dalam pelaksanaan transformasi kesehatan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Tujuan detail lainnya adalah:

  1. Mengidentifikasi dan menganalisis tantangan utama dalam pendanaan berkelanjutan untuk penyakit KJSU dalam sistem JKN.
  2. Mengeksplorasi peluang untuk memperkuat kebijakan pendanaan berkelanjutan bagi penyakit KJSU.
  3. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendanaan berkelanjutan bagi penyakit KJSU dalam sistem JKN.

  Target peserta

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah: Kementerian/ Lembaga terkait kesehatan
  2. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  3. Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  4. Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat dan Bidan)
  5. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  6. Organisasi Masyarakat Sipil ASN

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN   LINK LMS

Pukul (WIB)

Agenda

Penanggung jawab

REPORTASE

13.00 – 13.05

Pembukaan: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, Ph.D

Video

13.05 – 13.35

Keynote Speaker: “Kebijakan BPJS Kesehatan untuk Penyakit KJSU untuk Mendukung Transformasi Kesehatan”
Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc. PhD (Direktur BPJS Kesehatan)

Video   Materi

13.35 – 14.05

Perkembangan Penyakit KJSU dalam Sistem JKN – Data Sample BPJS Kesehatan 2015-2022
M Faozi Kurniawan – Peneliti FKKMK UGM

Video   Materi

14.05 – 15.05

Pembahas:

Kesiapan klinisi untuk Pemerataan Pelayanan KJSU di Indonesia
Dr. dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT –  Ikatan Dokter Indonesia

Video   Materi

Kesiapan BPJS Kesehatan untuk Kebijakan KJSU Kementerian Kesehatan
Mokhamad Cucu Zakaria – Direktur Jaminan Pelayanan – BPJS Kesehatan

Video

Kesiapan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sebagai Respon Kebijakan KJSU Kementerian Kesehatan
drg. Dyah Mayun – Kepala Dinas Kesehatan – Kabupaten Gunung Kidul

Video   Materi

15.05 – 15.45

Diskusi

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Topik 1 Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XIV tahun 2024 mengambil subtema “Kebijakan Pembiayaan Berkelanjutan untuk Penyakit Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi (KJSU) dalam Sistem JKN: Tantangan dan Peluang” telah diselenggarakan pada Senin (14/10/2024) pukul 13.00-16.00 WIB secara hybrid. Acara ini dipandu oleh Via Angraini, SKM selaku master of ceremony (MC). 

Acara diawali dengan pembukaan dari Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., staf khusus Menteri Kesehatan Republik Indonesia Bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kesehatan. Laksono membuka acara dengan menekankan bahwa penggunaan data dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk mendorong respon-respon terhadap isu kesehatan. Tantangan utama saat ini mencakup peningkatan beban penyakit terkait perilaku kesehatan, kurangnya pemerataan rumah sakit dan tenaga kesehatan, serta isu pembiayaan berupa peningkatan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK). Fornas diharapkan dapat berujung pada tindak lanjut yang nyata berupa aktivitas-aktivitas saintifik yang mendukung pengambilan keputusan berbasis data. 

Acara dilanjutkan dengan paparan narasumber dan pembahasan yang dimoderasi oleh Ester Febe, MPH yang merupakan peneliti di PKMK FK-KMK UGM. Acara diawali dengan keynote speech dari Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc. PhD selaku direktur utama BPJS Kesehatan. Dalam paparannya, Ali menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan terus mengembangkan layanan berbasis data, termasuk juga untuk penyakit KJSU, dengan fokus pada pembiayaan berkelanjutan dan akses yang merata. Meskipun biaya pelayanan terus meningkat, BPJS Kesehatan tetap berkomitmen menjaga keadilan akses kesehatan bagi semua orang dengan semangat nonprofit. Program seperti Prolanis dan skrining kesehatan melalui aplikasi mobile JKN kini juga memungkinkan masyarakat sehat untuk memanfaatkan layanan BPJS, yang terus berkembang dan mendapat pengakuan internasional.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan dari narasumber, yakni M. Faozi Kurniawan, SE.,Akt., MPH, peneliti di PKMK FK-KMK UGM. Dalam paparannya yang berjudul “Perkembangan Penyakit KJSU dalam Sistem JKN: Data Sampel BPJS Kesehatan 2015-2022”, Faozi menjelaskan bahwa sejak tahun 2014 hingga 2023, berbagai faktor mempengaruhi pendapatan dan belanja BPJS Kesehatan, termasuk perbedaan belanja dan iuran antar segmen peserta. Dalam konteks KJSU, pengeluaran katastropik sangat tinggi, terutama pada pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL). Faozi menekankan perlunya kajian lebih mendalam mengenai segmen dan kelas dengan belanja yang besar. Dengan mengeksplorasi data sampel BPJS Kesehatan, Faozi memaparkan adanya tren kenaikan kunjungan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) setiap tahun, termasuk kunjungan sehat. Jika data dipecah secara agregat berdasarkan wilayah, penduduk di regional 1 (Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta) memiliki akses ke FKTP dan, terutama, FKTL yang lebih baik dibandingkan regional lainnya. Terkait dengan hal tersebut, regional 1 juga memiliki klaim KJSU yang tertinggi. Faozi menutup paparannya dengan menekankan bahwa disparitas antar segmen, kelas, dan regional perlu menjadi masukan dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk mencegah defisit. 

Sesi pembahasan menghadirkan tiga orang penanggap, yakni Dr. dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT (ketua umum Ikatan Dokter Indonesia/IDI), dr. Mokhamad Cucu Zakaria (Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan), dan drg. Dyah Mayun Hartanti, MMR (Kepala bidang pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul).  Dalam tanggapannya yang bertema “Kesiapan klinisi untuk Pemerataan Pelayanan KJSU di Indonesia”, Adib menggarisbawahi bahwa optimasi peran sumber daya manusia kesehatan (SDMK) memerlukan dukungan pilar sistem kesehatan lain, seperti infrastruktur dan perbekalan fasilitas kesehatan, tata kelola, dan pembiayaan. Selain itu, ketersediaan fasilitas pendukung di daerah (misalnya sarana pendidikan) dan jenjang karir juga diperlukan untuk menjamin ketersediaan SDM Kesehatan yang memadai bagi penanganan penyakit KJSU. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan tata kelola SDM Kesehatan berbasis data BPJS Kesehatan terkait kasus KJSU untuk memenuhi kebutuhan spesialis di setiap daerah melalui kolaborasi antara pemerintah dan organisasi profesi. 

Tanggapan selanjutnya diberikan oleh dr. Muhammad Cucu Zakaria, AAAk yang mengatakan bahwa tingginya persentase kepesertaan BPJS Kesehatan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi individu untuk mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas ketika mengalami penyakit katastropik, termasuk KJSU. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan terus bekerja sama dengan berbagai pihak agar berbagai tindakan terkait KJSU, salah satunya pelayanan canggih (kateterisasi, kemoterapi, dan radioterapi), dapat tersedia secara merata. Salah satu upaya yang ditempuh adalah perluasan kerja sama dengan berbagai jenis fasilitas kesehatan. Di samping kerja sama dengan berbagai pihak, Cucu juga menekankan perlunya standarisasi penjaminan tindakan KJSU.

Sebagai penanggap ketiga, drg. Dyah Mayun Hartanti, MMR menceritakan upaya-upaya yang telah ditempuh oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul dalam memperkuat layanan KJSU. Beberapa upaya tersebut adalah memfasilitasi pendidikan dokter spesialis, mengawal peluang anggaran di pusat dan daerah, serta mengambil peluang fellowship dan pelatihan (melalui peran Rumah Sakit Umum Daerah/RSUD Wonosari). Namun demikian, Dyah mengakui masih adanya tantangan dari segi SDMK, yakni rendahnya keterisian lowongan dokter spesialis dokter umum di puskesmas terpencil. Selain itu, pelayanan kanker belum bisa diberikan karena kurangnya SDM Kesehatan, sarana, prasarana, dan pembiayaan terkait hal ini. Dyah berharap kebijakan-kebijakan dari pusat, terutama terkait SDM Kesehatan, dapat diarahkan untuk mendukung pelayanan KJSU di daerah.

Sesi dilanjutkan dengan kegiatan tanya-jawab dengan peserta di lokasi maupun peserta yang hadir secara online. Dalam sesi diskusi, muncul bahasan-bahasan terkait kontrak Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), tugas belajar SDMK, peran rumah sakit swasta dalam pelayanan KJSU, serta proporsi peserta JKN dalam kasus-kasus KJSU. Acara ditutup dengan pesan dari moderator bahwa di tengah berbagai tantangan pembiayaan KJSU, terdapat peluang-peluang yang dapat dieksplorasi bersama-sama oleh sektor publik dan swasta. 

Reporter: Mentari Widiastuti (Divisi Public Health, PKMK)

Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi dalam Mencapai Tujuan UU Kesehatan, PP Kesehatan dan Indonesia Emas 2045

  Pendahuluan

Berdasarkan laporan Global Burden Disease di Indonesia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi faktor risiko terbesar yang dapat menyebabkan kematian. Dalam laporan keuangan jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, pelayanan PTM memiliki pengeluaran biaya kesehatan paling besar. Adapun kasus dari PTM yang berbiaya katastropik yakni jantung, kanker, stroke, dan uronefrologi/gagal ginjal (BPJS Kesehatan, 2022).

Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN untuk Kasus Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi

Sumber: BPJS Kesehatan, 2022.

Gambar 1 diatas menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan melalui JKN-BPJS Kesehatan pada 2022 telah menghabiskan biaya sebanyak Rp 2 miliar – Rp 12 miliar. Pelayanan jantung menjadi kasus yang paling tinggi memanfaatkan biaya kesehatan dari JKN-BPJS Kesehatan, mencapai Rp 12,144 miliar. Pembiayaan terbanyak kedua dari kasus kanker yang mencapai Rp 4,501 miliar, diikuti pula dengan stroke mencapai Rp 3.235 miliar dan uronefrologi mencapai Rp 2,156 miliar. Tingginya pembiayaan layanan KJSU melalui JKN-BPJS Kesehatan juga sejalan dengan jumlah kasus pada 2022 yang tinggi. Berdasarkan dari BPJS Kesehatan 2022, jumlah kasus penyakit jantung yang dibiayai dengan JKN sebanyak 15 juta kasus, penyakit kanker sebanyak 3 juta kasus, penyakit stroke sebanyak 2 juta kasus dan uronefrologi sebanyak 1 juta kasus. Tinggi beban pembiayaan dan jumlah kasus dari KJSU ini menunjukan bahwa dibutuhkan strategi kebijakan penanggulangan yang berkualitas dan merata melalui transformasi kesehatan.

Untuk itu, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) dengan dukungan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada 2024 kembali menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) dengan tema “Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KSJU) yang Berkualitas dan Ekuitas dalam Mencapai Indonesia Emas 2045”. Tema tahun ini ditetapkan sebagai upaya JKKI dan PKMK mendukung pelaksanaan transformasi kesehatan dalam menanggulangi penyakit tidak menular (PTM) yang terdiri dari kanker, jantung, stroke dan urologi (KJSU).

  Tujuan Kegiatan

  1. Membahas pelayanan kanker, jantung, stroke dan uronefrologi (KSJU) di tingkat daerah dan nasional dalam proses transformasi kesehatan
  2. Membahas strategi kebijakan kesehatan yang berkualitas dan ekuitas untuk melaksanakan transformasi sistem kesehatan dalam menuju Indonesia Emas 2045
  3. Memperkuat jejaring kebijakan kesehatan dari berbagai perguruan tinggi untuk mendukung transformasi kesehatan

  Target peserta

  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa)
  2. Peneliti dan konsultan bidang kesehatan
  3. Organisasi profesi
  4. Pengambil keputusan (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan dan organisasi pemerintah terkait lainnya)
  5. Fasilitas pelayanan kesehatan
  6. Pemangku kepentingan terkait lainnya

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN

Waktu

Kegiatan

Reportase

10.00 – 10.05 WIB

  • Menyanyikan Lagu Indonesia Raya
  • Berdoa menurut kepercayaan masing-masing

10.05 – 10.10 WIB

Sambutan untuk Fornas XIV

Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH – Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM

Video

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS – Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, UGM

Video

10.10 – 10.20 WIB

Pembukaan Fornas XIV:
Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi dalam Mencapai Tujuan UU Kesehatan, PP Kesehatan dan Indonesia Emas 2045

Pembicara:
Prof dr. Laksono Trisnantoro MSc, Ph.D – Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI)

Video   Materi

10.20 – 10.30 WIB

Keynote Speech:
Arah Kebijakan Transformasi Sistem Kesehatan untuk Peningkatan Pelayanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)
Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. – (Wakil Menteri, Kementerian Kesehatan)

Video

10.30 – 10.45 WIB

Situasi Penyakit Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) di Indonesia

Tri Muhartini, MPA – Peneliti PKMK FK-KMK Universitas Gadjah Mada

Video   Materi

dr. Yasjudan Rastrama Putra, SpPD – Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK-KMK, Universitas Gadjah Mada 

Video   Materi

10.45 – 11.00 WIB

Pemetaan UU Kesehatan dan PP Kesehatan untuk Peningkatan Pelayanan KJSU

  1. Pasal atau ayat dari UU Kesehatan untuk memperkuat layanan KJSU
  2. Pasal atau ayat dari PP Kesehatan untuk memperkuat layanan KJSU

Dr. Rimawati, S.H., M.Hum (Dosen Fakultas Hukum (Hukum Kesehatan), Universitas Gadjah Mada)

Video   Materi

11.00 – 11.30 WIB

Pembahasan
Strategi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi Lokal dalam Peningkatan Layanan KJSU

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid – Direktorat  Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dirjen P2P, Kementerian Kesehatan

Video

dr. Gregorius Anung Trihadi , M.P.H. – Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta

Video   Materi

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur

Video

11.30 – 12.00 WIB

Diskusi – Tanya-Jawab

Video

12.00 – 12.10 WIB

Penutupan

 

  LMS Plataran Sehat

LINK

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) didukung Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada Senin (14/10/2024) menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) XIV dengan tema “Transformasi Kesehatan untuk Meningkatkan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) yang Berkualitas dan Ekuitas dalam Mencapai Indonesia Emas 2045”.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS, selaku Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, UGM menyampaikan bahwa Fornas XIV kali ini merupakan kontribusi Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan kesehatan Indonesia. Fornas XIV akan fokus pada pengembangan kebijakan untuk mendukung transformasi sistem kesehatan Indonesia dan Indonesia Emas 2045, dengan perhatian khusus pada empat penyakit utama: kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU). Di tengah capaian 99% partisipasi JKN dan tantangan distribusi tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis di daerah, serta pembiayaan besar untuk KJSU yang menjadi top spender, penting untuk mengevaluasi data dan situasi di lapangan. Pemerintah telah melakukan upaya untuk meratakan tenaga kesehatan dan menyediakan peralatan medis, namun tantangan tetap ada. Forum ini diharapkan menghasilkan ide-ide ilmiah dan pandangan baru untuk mendukung pelayanan kesehatan di Indonesia.

Selanjutnya dalam sambutan yang diberikan oleh Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH – Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM. Yodi menegaskan bahwa tiga nilai penting yang identik dengan Fornas JKKI adalah kritis, berbasis bukti, dan independen. Diskusi-diskusi di forum ini selalu mendalam, mengutamakan evidence sebagai dasar kebijakan, serta terhindar dari konflik kepentingan. Tahun ini, forum ini memiliki makna khusus karena diadakan menjelang transisi kepemimpinan nasional dan daerah, yang membuka peluang bagi pengambilan kebijakan baru, terutama dalam sektor kesehatan. Yodi mengapresiasi JKKI yang konsisten menyediakan platform untuk mendiskusikan kebijakan kesehatan dengan pendekatan yang kritis dan berbasis bukti, serta berharap forum ini terus mendorong perbaikan kebijakan kesehatan Indonesia, memastikan semua keputusan berbasis data yang valid dan komprehensif.

Kegiatan ini juga dibuka oleh Prof dr. Laksono Trisnantoro MSc, Ph.D, ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), pihaknya memaparkan pentingnya transformasi kesehatan untuk meningkatkan layanan kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) dalam mencapai tujuan UU Kesehatan, PP Kesehatan, dan Indonesia Emas 2045. Transformasi ini bertujuan meratakan akses pelayanan kesehatan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia, mengatasi ketimpangan layanan, dan menanggulangi beban biaya besar pada JKN-BPJS Kesehatan akibat penyakit tidak menular. Kebijakan KJSU didukung oleh regulasi terbaru, seperti UU Kesehatan 2023, serta menekankan pentingnya fasilitas, SDM, dan pemantauan berkala agar pelaksanaannya efektif dan tepat sasaran dalam menciptakan sistem kesehatan yang berkelanjutan.

Dalam sesi diskusi panel kegiatan ini dimoderatori oleh Shita Listyadewi, MPP. Keynote Speech oleh Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D., Wakil Menteri, Kementerian Kesehatan, menyampaikan bahwa Indonesia tengah menghadapi triple burden disease, yaitu penyakit menular, tidak menular, dan new emerging disease. Penyakit jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal menjadi penyebab utama kematian dan beban pembiayaan terbesar pada BPJS Kesehatan, dengan jantung mencapai Rp17 Triliun. Untuk mengatasi ini, Kementerian Kesehatan berkomitmen melakukan transformasi kesehatan komprehensif mulai dari pencegahan hingga rehabilitasi, dengan fokus pada deteksi dini di layanan primer serta peningkatan layanan rujukan di seluruh daerah. Transformasi ini melibatkan multisektor, termasuk sektor swasta, guna memastikan akses layanan kesehatan yang merata dan berkualitas di seluruh 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Tri Muhartini, MPA, Peneliti PKMK FK-KMK memaparkan situasi penyakit yang membutuhkan layanan kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) di Indonesia. Berdasarkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan, Global Cancer dan IHME, penyakit KJSU memiliki jumlah prevalensi, insiden dan kematian yang tinggi. Dari SKI 2023, penyakit stroke memiliki jumlah prevalensi (per mill) yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penyakit lainnya. Kemudian, Tri juga menjelaskan situasi penyakit kanker dari Global Cancer menunjukan kanker payudara memiliki jumlah insiden yang paling besar, sedangkan jumlah kematian terbanyak adalah kanker paru-paru.  Strategi penanganan penyakit ini mencakup pengurangan faktor risiko melalui lingkungan yang mendukung kesehatan, memperkuat sistem kesehatan primer yang berfokus pada masyarakat, serta implementasi cakupan kesehatan universal. Untuk mendukung kebijakan, dikembangkan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang menghubungkan ke beberapa platform digital terkait kebijakan kesehatan prioritas. Platform tersebut menyediakan berbagai informasi tentang sistem kesehatan nasional dan daerah berdasarkan kerangka transformasi sistem kesehatan.

Dalam laporan dr. Yasjudan Rastrama Putra, Sp.PD, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK-KMK, Universitas Gadjah Mada, mengenai situasi penyakit kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) di Indonesia, terlihat peningkatan klaim dan kunjungan untuk semua kategori penyakit dari 2016 hingga 2022. Kanker mengalami kenaikan klaim 48% dan kunjungan 92%, jantung meningkat 31% dalam klaim dan 23% dalam kunjungan, stroke naik 48% pada klaim dan 24% pada kunjungan, serta uronefrologi mencatat kenaikan klaim 129% dan kunjungan 63%. Tantangan utama yang dihadapi adalah keberlangsungan pembiayaan dan pemerataan layanan, yang memerlukan solusi efisiensi berbasis bukti untuk memastikan aksesibilitas dan keberlanjutan layanan kesehatan di seluruh Indonesia.

Dilihat dari sisi hukum mengenai pemetaan UU Kesehatan dan PP Kesehatan untuk peningkatan pelayanan KJSU, Dr. Rimawati, S.H., M.Hum, Dosen Fakultas Hukum UGM, mengungkapkan bahwa UU Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 memberikan kerangka hukum yang kuat untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. UU Kesehatan menetapkan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan upaya kesehatan dan menyediakan fasilitas serta alat kesehatan modern, sementara PP Kesehatan mengatur pelayanan spesialis yang relevan dengan penyakit prioritas. Meskipun regulasi telah ada, tantangan utama terletak pada implementasi yang konsisten, terutama dalam pengadaan alat kesehatan dan distribusi tenaga medis di daerah terpencil. Rekomendasi mencakup percepatan pengadaan alat kesehatan, pengembangan SDM, dan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat kapasitas layanan KJSU di seluruh Indonesia.

Siti Nadia Tarmizi, M.Epid selaku Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dirjen P2P, Kementerian Kesehatan, membahas ada beberapa strategi pemerintah khususnya mengenai transformasi kesehatan yang memperkuat baik disisi preventif maupun promotif di pelayanan primer hingga layanan rujukan. Salah satunya melalui program pengampuan yang mendukung upaya penguatan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan Kemenkes sebagai bagian dari transformasi pelayanan kesehatan. Selain itu untuk mendukung SDM yang kompeten dalam transformasi kesehatan, Kemenkes melalui pendidikan berbasis rumah sakit, beasiswa LPDP, dan lainnya dalam upaya menyediakan SDM yang dapat meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan KJSU.

Gregorius Anung Trihadi , M.P.H. selaku Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta membahas strategi pemerintah DIY berfokus pada penguatan pelayanan kesehatan primer dan rujukan melalui deteksi dini dan pengobatan yang komprehensif di seluruh fasilitas kesehatan, termasuk Puskesmas dan rumah sakit. Program jejaring rumah sakit pengampuan juga diterapkan untuk memastikan penanganan KJSU yang merata, termasuk di daerah terpencil. Tantangan yang dihadapi meliputi keterbatasan SDM, infrastruktur, serta pembiayaan, namun kolaborasi dengan BPJS Kesehatan, akademisi, dan sektor swasta diharapkan mampu mendukung keberhasilan program transformasi kesehatan ini​.

Terakhir Dr. dr. H Jaya Mualimin, Sp.Kj, M.Kes, MARS, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, perlunya sinergi antara layanan-layanan yang ada di rumah sakit dengan strategi yang ada di dinas kesehatan khususnya merupakan layanan yang berkesinambungan antara preventif promotif dengan kuratif rehabilitatif.

Reporter: Via Angraini, S.K.M (PKMK UGM)