17 Oktober 2022
Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII tahun 2022 yang diselenggarakan oleh JKKI bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM serta 10 universitas co-host mengambil tema besar yaitu: Potensi dan Tantangan Masa Depan dalam Transformasi Sistem Kesehatan Untuk Meningkatkan Mutu dan Pemerataan Akses Pelayanan Kesehatan. Kegiatan ini berlangsung pada 17-27 Oktober 2022 secara online.
Pembukaan Fornas pada Senin (17/10/2022) dimulai dengan pengantar oleh Prof. Laksono Trisnantoro, sebagai Ketua JKKI. Laksono menyampaikan terima kasih kepada co-host dan mitra yang mendukung pelaksanaan fornas ini. Adapun co-host berasal dari 10 universitas yang tersebar di Indonesia dan juga INAHEA.
Laksono menyampaikan bahwa topik Fornas ke-12 ini dipenuhi oleh topik lama seperti keadilan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan topik baru seperti kebijakan industri farmasi dan alat kesehatan, juga layanan primer. Pada topik akhir Fornas tahun ini akan membahas apakah transformasi kesehatan ini tujuan atau merupakan alat? Oleh karena itu, Laksono mengajak para peserta untuk berdiskusi terkait keberhasilan dari kebijakan transformasi kesehatan Hal ini yang harus dijaga karena setiap kebijakan ada risiko serta menjadi tantangan besar saat ini, termasuk bagaimana peran analis kebijakan untuk mencapai tujuan transformasi kesehatan Indonesia.
Selanjutnya sambutan dari Dekan FK-KMK UGM, dr. Yodi Mahendradata, M.Sc, PhD, FRSPH mengungkapkan walaupun pandemi COVID-19 ini telah mendekati akhir, namun kemungkinan pandemi berikutnya bisa terjadi, Sehingga kesiapan atau preparedness itu yang paling utama dalam menghadapi era pandemi saat ini.
Selanjutnya keynote speech disampaikan oleh dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. selaku Wakil Menteri Kementerian Kesehatan. Dante menyampaikan terkait tantangan sistem kesehatan yaitu tidak meratanya fasilitas kesehatan, kurangnya SDM kesehatan, dan tantangan geografis yang mengakibatkan akses ke layanan yang tidak merata.
Adapun kebutuhan transformasi kesehatan didasari oleh beberapa hal yaitu terjadinya pandemi COVID-19, belum meratanya cakupan JKN, kebutuhan penggunaan teknologi digital dan juga tuntutan masyarakat. Sehingga pelaksanaan Fornas JKKI ini dirasa sangat relevan dengan kebutuhan saat ini.
Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan
Topik pertama Fornas JKKI XII ini adalah Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan. Seminar diselenggarakan pada Senin (17/10/2022) secara daring dan diikuti kurang lebih 300 peserta. Sesi ini dimoderatori oleh Dr. dr Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS selaku Direktur PKMK FK-KMK UGM. Materi pertama oleh Drs. Nana Mulyawan, MKes, Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) yang menyampaikan bahwa peran Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan mengacu pada visi misi Presiden Indonesia tahun 2020-2024.
Dari 10 sasaran RPJMN bidang kesehatan, saat ini ada tiga yang belum tercapai, yaitu persentasi puskesmas memiliki dokter, stunting, dan juga masalah penyakit menular. Oleh karena itu, Kemenkes mendukung transformasi kesehatan yang meliputi enam pilar, yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan. Ada empat peran penting dari analis kebijakan dimulai dari agenda setting, formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Nana mengharapkan analis kebijakan dapat ikut dalam penguatan dan implementasi transformasi sistem kesehatan.
Materi selanjutnya oleh Dr. Sri Wahyu Wijayanti dari LAN, yang menyampaikan terkait Optimalisasi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK). Sri memulai paparannya dengan menyampaikan permasalahan kebijakan saat ini yang kebanyakan belum berbasis bukti. Hal ini karena ada empat hal, yaitu konflik pasal atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan lainnya. Kedua, inkonsisten dalam satu peraturan perundang-undangan beserta turunannya. Ketiga multitafsir pada objek dan subjek yang diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan.
Terakhir, kebijakan yang tidak operasional artinya regulasi tersebut tidak memiliki daya guna, namun peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan tersebut belum memiliki peraturan pelaksana. Adapun Jabatan Fungsional Analis Kebijakan diatur dalam PermenPAN RB 45/2013. Tugas utama Analis Kebijakan adalah menjembatani kesenjangan dari hasil riset untuk kebijakan dengan melakukan kajian dan analisis kebijakan. Peran analisis kebijakan muncul di setiap tahap siklus kebijakan. JFAK juga berperan untuk meningkatkan public awareness terkait isu kebijakan yang tengah diusung.
Setelah itu, DR. Ing. Totok Hari Wibowo, M.Sc selaku Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia yang memberikan pesan utama dalam materinya yaitu penting sekali dalam mengenali knowledge gap dengan meningkatkan komunikasi bersama pihak lain untuk mengisi kekosongan kebijakan kesehatan yang masih ada. Totok menekankan bahwa manusia adalah modalitas yang bisa diajak untuk melakukan sesuatu. Penting sekali untuk membentuk community of practice dengan melibatkan tidak hanya komunitas Kesehatan namun juga pihak lain yang berkaitan. Hal ini untuk mendorong adanya identifikasi masalah dengan kreativitas atau inobasi. Dalam Framework thingking of innovation system, Totok berargumen bahwa yang paling lemah dalam kebijakan saat ini berdasarkan kerangka tersebut adalah kebijakan dan rencana aksi pengembangan inovasi, intermediasi dan pengembangan yang lebih maju. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan komunikasi dan kolaborasi untuk pertukaran ide dalam upaya menemukan celah pengetahuan tadi.
Materi terakhir disampaikan oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL UGM yang menyampaikan materi terkait tantangan profesi analis kebijakan di era disrupsi. Erwan memulai materinya dengan menyampaikan konteks dunia saat ini yang tengah berubah, seperti mobilitas yang makin mudah, perubahan lingkungan, gaya hiodup, dan pola konsumsi. Hal ini kemudian membawa implikasi pada masalah kesehatan. Dengan kompleksitas ini, maka peran analis kebijakan menjadi krusial.
Tantangan saat ini adalah pendekatan pilihan rasional seperti yang dipakai selama tidak selalu berhasil membantu policy maker dalam menyelesaikan masalah kebijakan. Selain itu, para pembuat kebijakan di dunia kesehatan belum terlalu memahami masalah utama dan bagaimana cara mengatasinya. Eksistensi masalah yang dihadapi juga terus berubah dari waktu ke waktu. Sehingga dibutuhkan kebijakan yang bersigat agilite. Hal yang perlu diperhatikan dalam agility ini adalah dukungan data, legitimasi pembuat kebijakan, kapasitas analis kebijakan dan kepercayaan masyarakat.
Sesi berikutnya ialah diskusi dimana banyak peserta yang antusias untuk menyumbangkan ide dan memberi pertanyaan tentang topik yang dibahas di Fornas XII hari pertama ini. Selanjutnya Andreasta menyimpulkan diskusi topik pertama ini bahwa sudah ada keterlibatan yang baik dari analis kebijakan di Kementerian Kesehatan, namun perlu diperhatikan terkait kebijakan yang dihasilkan untuk tidak menimbulkan tantangan yang baru. Ada banyak hal yang bisa dikembangkan untuk menyederhanakan masalah dan membuat langkah-langkah intervensi masalah menjadi lebih sistematis, dengan juga merefleksikan apa yang perlu disiapkan serta memprediksikan terkait impact kebijakan. Materi dan detail kegiatan Fornas XII dapat diakses di https://fornas.kebijakankesehatanindonesia.net . Salam Transformasi Kesehatan!.
Reporter: Sandra Frans (Divisi Public Health, PKMK UGM)