Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XIII tahun ini diselenggarakan oleh JKKI bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada dengan tema “Peningkatan Kapasitas Daerah dalam Menjalankan Kebijakan Transformasi Sistem Kesehatan Nasional dan UU Kesehatan”. Fornas XIII JKKI digelar selama 3 hari yaitu pada 25 – 27 September 2023 dengan 7 topik dan 1 agenda penutup. Pada 25 September 2023 pukul 13.00 – 15.00 WIB diselenggarakan salah satu rangkaian Fornas JKKI XIII yaitu Kegiatan Topik 3 terkait pelayanan Kesehatan primer yang berjudul “Transformasi Layanan Primer Melalui integrasi Pelayanan Kesehatan Primer yang Tercermin dalam UU Kesehatan”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid.
Tujuan pelaksanaan kegiatan topik 3 adalah memberikan penjelasan konsep dan pelaksanaan integrasi layanan primer (ILP), pemaparan terkait best practice pelaksanaan ILP di Kabupaten Sumbawa Barat serta peran konsorsium dalam perluasan ILP. Sandra Frans, MPH selaku MC kegiatan topik 3 dan dimoderatori oleh Mentari Widyastuti, MPH. Adapun beberapa narasumber yaitu dr. Feby Anggraini, MKK, selaku Kasubag Administrasi Umum Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Dr. dr. Trihono, M.Sc. selaku Senior Technical Advisor Thinkwell Institute dan Sulastri, SKM selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu, terdapat juga pembahas yang memberikan tanggapannya terkait topik 3 yaitu Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, M.A., selaku Ketua Program Studi IKM, FK-KMK, UGM, Shita Listyadewi selaku Konsultan PKMK UGM, dan Aufia Espressivo selaku Research and Development Manager CISDI.
Pembukaan Fornas JKKI XIII Topik 3 diawali dengan sambutan oleh Shita Listyadewi sebagai Wakil Direktur PKMK FK-KMK UGM. Gambaran terkait rangkaian kegiatan fornas JKKI XIII dapat dicek melalui website berikut www.kebijakankesehatanindonesia.net. Fornas XIII berusaha membahas terkait kasus-kasus “akar rumput” yang muncul dimasyarakat, tenaga kesehatan, kader kesehatan sehingga memicu adanya proses pemantauan dan evaluasi kebijakan untuk melihat apakah kebijakan atau konsep yang dimunculkan di UU Kesehatan dapat diimplementasikan secara baik. Topik 3 membahas terkait transformasi layanan primer. Transformasi kesehatan dilakukan untuk memperkuat sistem kesehatan dan salah satunya berfokus pada transformasi layanan primer yang merupakan salah satu pilar yang menopang sistem kesehatan dan memiliki banyak komponen. Integrasi pelayanan kesehatan primer memiliki beberapa poin kunci yaitu pendekatan siklus hidup, mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memperkuat pemantauan wilayah setempat.
SESI PEMAPARAN
Pada sesi pertama, dr. Feby Anggraini, MKK, menjelaskan terkait kebijakan integrasi pelayanan kesehatan primer. Latar belakang perlunya pendekatan integrasi layanan kesehatan primer adalah 1) 12 indikator standar pelayanan minimal (SPM) tahun 2020 – 2022 belum ada yang memenuhi target 100%, SPM ini adalah standar layanan yang menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan di daerah, 2) berdasarkan pemetaan life cycle, sebagian besar penyakit yang terjadi di Indonesia merupakan penyakit yang dapat dicegah, 3) terjadi perubahan pola penyakit dan 4) beban pembiayaan terbanyak dari penyakit tidak menular. Oleh karena itu, dibutuhkan terobosan baru untuk memperluas jangkauan layanan FKTP di setiap kelompok usia, tidak hanya melalui puskesmas/ klinik saja, namun dipermudah sampai tingkat desa/kelurahan melalui Pustu, Poskesdes, dan Posyandu. Tranformasi akan dilakukan melalui siklus hidup, dengan pendekatan 5 klaster yaitu klaster manajemen, ibu dan anak, usia dewasa dan lansia, penanggulangan penyakit menular dan lintas klaster. Pada 2019 dilaksanakan uji coba ILP di 9 lokus puskesmas dan diharapkan pada 2024 dapat dilakukan scale up ILP secara nasional. Terdapat tujuh poin penting yang dibutuhkan untuk keberhasilan ILP yaitu : adanya regulasi, anggaran untuk pengembangan ILP, pemenuhan SDM, infrastruktur (sarpras dan alkes), implementasi ILP di daerah dilakukan sesuai dengan komitmen pemda/pemkab, monev yang rutin dilakukan, serta digitalisasi agar data PWS dan monev dapat ditelusuri melalui dashboard. Integrasi layanan primer butuh banyak dukungan dan penguatan dari sektor lainnya sehingga dapat menuju Indonesia Sehat.
Pada sesi kedua, Dr. dr. Trihono, M.Sc., memaparkan terkait integrasi pelayanan kesehatan primer dan peran Konsorsium Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia. Terdapat 6 pilar transformasi kesehatan yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM Kesehatan dan teknologi kesehatan. Dari keenam pilar tersebut, transformasi layanan primer dan digitalisasi kesehatan merupakan pilar yang penting dan memiliki tantangan yang besar pada pelaksanaan transformasi kesehatan. Integrasi pelayanan kesehatan primer berbasis wilayah melibatkan puskesmas, pustu prima dan posyandu dengan pendekatan life cycle. Namun, pelayanan untuk remaja/usia sekolah dan usia produktif kurang berkembang jika berbasis wilayah, sebaiknya layanan untuk remaja, intervensi dilakukan di sekolah melalui UKS/M sedangkan usia produktif perlu dijangkau melalui upaya kesehatan kerja (UKK) ditempat kerja berkolaborasi dengan sektor lain. Posyandu saat ini masih terpecah-pecah yaitu ada posyandu untuk balita, lansia, posbindu PTM dan posyandu remaja, sehingga dengan adanya transformasi layanan kesehatan maka posyandu akan diintegrasikan menjadi 1 agar menjadi efektif dan efisien dimana posyandu akan melayani seluruh siklus hidup. Pilot ILP yang dilaksanakan di 9 Kabupaten membuktikan bisa menangkap “missing service” pelayanan kesehatan di masyarakat. Konsorsium sebagai mitra untuk belajar bersama terkait transformasi pelayanan kesehatan primer. Saat ini dilakukan di 4 kabupaten (Badung, Pidie, Sumbawa Barat dan Garut) dimana melibatkan pemerintah tingkat nasional, daerah, ThinkWell, universitas dan NGO.
Pada sesi ketiga, Sulastri, SKM menyampaikan terkait best practice penerapan integrasi pelayanan Kesehatan primer di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Sejak tahun 2017, KSB telah menerapkan posyandu keluarga dengan pendekatan pelayanan pada siklus hidup dan telah berkembang menjadi posyandu keluarga gotong royong dalam upaya memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Fokus transformasi pelayanan kesehatan primer di KSB adalah 100% masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan primer berkualitas, tersedia 9 unit faskes primer dengan fasilitas dan SDM terstandarisasi dan diharapkan 100% wilayah dan kondisi kesehatan penduduk termonitor secara berkala. Pelaksanaan ILP di KSB mendapatkan dukungan kuat oleh pimpinan daerah, dukungan regulasi, dukungan pendanaan, serta dukungan sektor luar (CSR). Beberapa upaya yang telah dilakukan dinkes untuk mempercepat penerapan ILP di KSB yaitu : (1) Pendataan SDM, infrasturktur, sarana prasarana dan alkes di semua puskesmas, (2) Melaksanakan sosialisasi di tingkat kecamatan, (3) Penataan pelayanan ruangan di puskesmas sesuai klister, (4) Melakukan pertemuan dengan puskesmas baik daring maupun luring, (5) Melakukan advokasi dan koordinasi dengan pemerintah desa (melalui puskesmas), (6) Pendampingan ILP ke puskesmas dan posyandu prima, (7) Melakukan kunjungan kaji banding, (8) FGD tindak lanjut ILP, (9) Pelatihan dan peningkatan kapasitas kader posyandu prima dan posyandu keluarga gotong royong, (10) komitmen bersama kepala dinas kesehatan dan kepala puskesmas se-KSB dalam penerapan ILP. Namun dalam pelaksananaya terdapat kendala yang dihadapi dalam penerapan ILP di KSB yaitu masih adanya ego program dan digitalisasi kesehatan.
SESI TANGGAPAN
Pada sesi selanjutnya, Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, M.A. memberikan tanggapan terkait Pembelajaran Penguatan Sistem Kesehatan Daerah dalam kaitannya untuk Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer. Terdapat beberapa isu di daerah dalam hal penerapan ILP yaitu transformasi masih berpusat ke nasional sehingga kurang terlihat peran pemda, tantangan birokrasi masih sangat terlihat terutama dari sistem pelaporan dan efektivitas anggaran, perfomance based minim karena birokrasi program yang masih dominan. Dalam pelaksanaan transformasi layanan kesehatan perlu adanya pola transformasi yang kuat dimana perlu adanya case manager ditingkat desa yang dapat mengukur perfomance based yang berbasis keluarga atau berbasis desa selain berbasis penyakit. Selain itu, upaya transformasi harus jelas sistematika pelaksanaannya sehingga desa/daerah (pimpinan) harus dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri bukan diserahkan kepada puskesmas atau tingkat diatasnya dan konsep tenaga kesehatan adalah yang membantu atau mendukung untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Pembahas selanjutnya disampaikan oleh Shita Listyadewi tentang peran universitas dalam pilot project terkait integrasi pelayanan kesehatan primer. Adapun peran universitas melalui konsorsium universitas untuk evaluasi IPKP adalah menilai kinerja sistem kesehatan dari kabupaten ke puskesmas sampai tingkat desa (Pustu) dan dusun (Posyandu), melakukan analisis efek pembiayaan kesehatan terhadap kinerja sistem kesehatan, melakukan analisis impelementasi pilot IPKP dan potensi perluasan IPKP serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk mendukung keberlanjutan IPKP. Selain itu, universitas berperan aktif dalam diskusi pakar pembahasan RPP dan regulasi pemerintah selanjutnya, di UGM telah mengembangkan platform untuk mendukung implementasi IPKP, knowledge management dan knowledge sharing mengenai ILP yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh banyak pihak, memberikan kesempatan bagi mahasiswa pascasarjana untuk terlibat dalam penelitian dan pemantauan ILP di daerah.
Selanjutnya terkait Peran Kader Kesehatan dalam transformasi layanan Kesehatan Primer dibahas oleh oleh Aufia Espressivo. Peran kader yang diperoleh dari hasil pembelajaran Survei Nasional Puskesmas selama pandemi COVID-19 yang dapat dijadikan masukan dalam integrasi layanan kesehatan primer yang melibatkan kader Kesehatan adalah kader berperan dalam aktivitas surveilans berbasis masyarakat dan memastikan layanan esensial di puskesmas. Terdapat beberapa hal yang diperlu diperhatikan ketika melibatkan kader adalah memberikan rekognisi pada kader berdasarkan tanggung jawab yang diberikan, membentuk mekanisme remunerasi sesuai beban kerja, melakukan pengawasan yang terdokumentasi dengan jelas.
Reporter : Siti Nurfadilah H. (Divisi Public Health, PKMK UGM)