Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII topik 7 dilaksanakan pada Rabu, 27 September 2023 secara hybrid. Pada sesi pembukaan oleh dr. Haryo Bismantara, MPH selaku Peneliti Divisi Manajemen Rumah Sakit PKMK FK-KMK UGM menyampaikan perlunya learning from the past dan present, for the future: Mengkaji Pelaksanaan Sister Hospital dan Konsorsium AHS di Provinsi Papua. Dalam 5 tahun terakhir, setiap tahun Indonesia memiliki 3000 lulusan baru dokter spesialis dengan 800 tambahan kuota penerimaan. Upaya transformasi SDM Kesehatan beroperasi dalam mekanisme Supply demand yang kompleks dengan karakteristik berkesinambungan dan melibatkan banyak stakeholders. Koordinasi peningkatan jumlah kuota pendidikan dokter spesialis dibagi ke dalam 6 wilayah dengan tujuan akhir seluruh provinsi dapat secara mandiri merencanakan, memproduksi, mendistribusikan, dan meretensi dokter spesialis.
Acara pada hari ini dipimpin oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, M. Kes, MAS selaku Ketua PKMK FK-KMK UGM. Andre menyampaikan bahwa isu dokter spesialis tidak hanya meningkatkan jumlahnya tetapi distribusinya serta kesediaan dokter spesialis untuk retensi dalam waktu yang lama di suatu daerah.
Narasumber pertama hari ini adalah dr. Rachmat Andi Hartanto, Sp.BS(K) dari Divisi Bedah Saraf, Departemen Ilmu Bedah FK KMK UGM. Rachmat menyampaikan jumlah spesialis bedah saraf di Indonesia dari 2010-2023 mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Masalahnya adalah distribusi dokter spesialis bedah saraf yang tidak tercapai, bukan produksi. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menunjukkan bahwa daerah memiliki kekuatan besar. Permasalahan yang biasa terjadi adalah dokter sudah datang ke daerah tetapi fasilitas belum siap maka banyak dokter yang tidak berkenan mengabdi di daerah secara tetap. Rachmat menjelaskan skema pengembangan pelayanan bedah saraf di daerah yang telah dilakukan divisi bedah saraf FK-KMK UGM dengan pemerintah daerah yaitu dengan merekrut residen putra daerah, bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat mendampingi RS tempat asal untuk mengembangkan pembukaan layanan Bedah Saraf. Setelah residen menyelesaikan pendidikannya, akan bekerja di tempat asal dengan sistem pelayanan yang sudah siap.
Narasumber kedua adalah Dr. dr. Sudadi, Sp.An., KNA, KAR dari Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK KMK UGM. Sudadi menyampaikan ada 3 skema Model Konsorsium PPDS di Satu Kewilayahan AHS. Konsorsium Pendidikan dokter spesialis merupakan FK ber-PPDS bekerja sama dengan FK terakreditasi A di wilayahnya untuk meningkatkan jumlah wahana PPDS. Manfaat konsorsium adalah untuk menambah jumlah kuota PPDS, lebih cepat dibanding mendirikan prodi baru (jangka pendek), sekaligus membina FK terakreditasi A untuk mempersiapkan diri membuka program PPDS (jangka panjang). Langkah strategis yang dilaksanakan antara lain penguatan suasana akademik dengan menjadi bagian dalam program khusus pelaksanaan putaran pendidikan peserta PPDS Anestesi FK KMK UGM, percepatan pembuatan naskah akademik sesuai peraturan/standar yang berlaku, percepatan peningkatan level akreditasi Pendidikan Dokter FK Universitas Cendrawasih dan RSUD Jayapura.
Sesi pembahasan
Dr. dr. A.A.N. Jaya Kusuma, Sp.OG (K), MARS dari ARSPI menyampaikan bahwa menurut UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah. Pimpinan fasyankes atau kepala daerah harus memenuhi kebutuhan insentif, jaminan keamanan, dan keselamatan kerja dokter. Terlebih pada daerah tertinggal, perbatasan atau daerah bermasalah kesehatan perlu adanya insentif khusus, jaminan keamanan, kenaikan pangkat luar biasa, dan perlindungan dalam menjalankan tugasnya.
Pembahas kedua yaitu Dr. dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (K) selaku ketua MKKI menyampaikan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi tenaga kesehatan. Selama ini tidak ada koordinasi antara Kemenkes dan Kemendikbudristek. Kurikulum yang sekarang diharapkan bisa berjalan dengan baik karena acuan pendidikan kedokteran mengacu pada acuan global. Perlunya pemetaan kebutuhan dan produksi setiap jenis pelayanan, sinergi pendidikan berbasis universitas dan rumah sakit pendidikan, serta AHS yang saat ini bisa menjadi solusi untuk tetap menjaga kualitas SDM.
Pembahas ketiga yaitu dr. Tommy J. Numberi, Sp.BS dari RSUD Jayapura menyampaikan bahwa kondisi sosial politik di Papua yang cukup dinamis. Jika ganti pimpinan maka kebijakan juga akan berubah, hal ini berdampak pada pengembangan RS dan pendidikan. Program seperti yang UGM lakukan bisa dijalankan di Nabire. Namun, ketika ada pergantian pimpinan maka kebijakan akan berubah. Universitas Cendrawasih akan membuka membuat prodi anestesi dan bedah saraf bamun masih terkendala RS Pendidikan yang belum terakreditasi.
Selanjutnya Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD memaparkan masalah yang dihadapi oleh bedah saraf, Laksono coba memasukkan dalam pasal seperti SIP dokter jika ada di tempat lain/ daerah, serta mekanisme task shifting. Saat ini ada RPP yang disusun dan perlu dicermati pada pasal 749 yang berbunyi dalam keadaan membutuhkan pemenuhan tenaga medis menteri dapat mengeluarkan SIP. BPJS bisa membayar dokter yang bertugas keliling daerah asalkan ada SIP.
Pada sesi penutup, Haryo menyampaikan pendidikan dokter spesialis ini harus dinilai sebagai investasi jangka panjang oleh daerah serta perlunya pemenuhan hak bagi PPDS yang bertugas di daerah dan pelaksanaan program retensi untuk PPDS yang ditugaskan di daerah.
Reporter: drg. Monica Abigail, MPH (PKMK UGM)