PKMK FKKMK UGM bersama Universitas Mulawarman di Provinsi Kalimantan Timur menyelenggarakan forum diskusi bersama perguruan tinggi dan pemangku kepentingan dengan judul Analisa Penyakit Katastropik untuk Penguatan dan Mencapai Keadilan Kebijakan JKN di Kalimantan Timur. Forum diskusi yang diselenggarakan pada Senin 6 Desember 2021 tersebut mendatangkan narasumber Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM yang merupakan Dosen dan Wakil Dekan 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman dan M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH selaku Peneliti Kebijakan JKN, PKMK FK-KMK UGM. Adapun pembahas yang diundang dalam forum ini adalah Dr. Ivan Hariyadi dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur dan Dr. Ratno Adrianto SKM, MKes selaku Wakil Dekan 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Mulawarman.

Pemateri pertama dalam forum diskusi ini adalah Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM. Dosen dan Wakil Dekan 2 Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman terebut menyampaikan materi mengenai Analis Klaim Penyakit Katastropik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kota Samarinda tahun 2020-2021.

Dalam pemaparannya, Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM memaparkan data mengenai distribusi penyakit katastropik di rumah sakit Kota Samarinda pada tahun 2020-2021. Data menunjukkan penyakit jantung mendominasi jenis penyakit katastropik yang diidap pasien di Samarinda. Pasien terbanyak dari kelompok umur 30-59 tahun yang didominasi oleh laki-laki. Pasien ini paling banyak dari kelas PBI yang dirawat di perawatan kelas III. Adapun total klaim penyakit katastropik sebanyak Rp.143.271.296.995 pada tahun 2020 dan Rp.102.595.208.890 pada tahun 2021.

Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM  mengatakan pasien katastropik di Samarinda banyak berobat ke rumah sakit swasta. “Kondisi ini mungkin disebabkan karena adanya Pandemi Covid-19, menyebabkan beberapa rumah sakit pemerintah memiliki kebijakan yang memfokuskan untuk perawatan Covid-19,” kata Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM.

Selanjutnya M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH menambahi materi disuksi dengan memaparkan informasi mengenai “Penguatan Pelaksanaan JKN yang Berkeadilan Sosial di Provinsi Kalimantan Timur”. Peneliti Kebijakan JKN, PKMK FK-KMK UGM tersebut menekanakan pentingnya evidence based policy bref. M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH menyampaikan data Susenas, data rutin kesehatan, dan data sampel BPJS Kesehatan bisa dimanfaatkan Pemda untuk membuat kebijakan JKN berbasis bukti.

Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH juga memaparkan data perkembangan rumah sakit di Kalimantan. “Dari data ini terihat perkembangan rumah sakit di Kalimantan tahun 2012-2021 terlihat flat,” kata M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH.

Terkait biaya JKN, M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH mengatakan bahwa proporsi biaya katastropik terus meningkat berkisar 25-31% dengan pembiayaan penyakit kanker sebesar 18% dari total biaya katastropik. “Ini menunjukkan perlu intervensi khusus dari Pemda untuk mencegah penyakit katastropik yang membutuhkan pendanaan tinggi,” kata M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH.

Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH mengatakan perlu upaya bersama dengan Pemda dalam peningkatan kapasitas pendampingan perencanaan program kesehatan  khususnya untuk pengendalian penyakit. Perlu dilakukan analisis kebijakan melalui data – data di daerah untuk pengambilan Kebijakan terutama JKN. Perlu mengumpulkan data terpadu BPJS Kesehatan dan data rutin kesehatan di daerah.

Terkait paparan dua narasumber, Dr. Ivan Hariyadi menanggapi dengan memaparkan informasi mengenai kondisi di Kalimantan Timur. Terkait kepesertaan, perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur  ini mengatakan Kalimantan Timur mencapai UHC 95% dengan 3 Kabupaten/Kota yang belum mencapai UHC. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan anggaran untuk membiayai 90 ribu warganya, dengan realisasi 89.556 warganya kini terlah terbiayai. Terkait ketersediaan fasilitas kesehatan, Dr. Ivan Hariyadi menyampaikan di Kalimantan Timur sudah ada 59 rumah sakit.

Prof. Laksono Trisnantoro, PhD  Staf Ahli Kementerian Kesehatan menanggapi diskusi dengan pertanyaan pemantik yakni apakah di level provinsi ada keseimbangan yang baik di antara daerahnya atau dominasi-dominasi masih ada pada kota/kabupaten tertentu. Muncul tantangan penanganan penyakit katastropik yang membutuhkan penanganan dari rumah sakit dan dokter yang canggih. Prof. Laksono Trisnantoro, PhD  berharap pertemuan kali ini dapat menghasilkan insight mendalam, dimana setiap provinsi dapat menganalisis data JKN dari berbagai sumber untuk mendapat data realistis mengenai penanganan JKN di seluruh pelosok Indonesia. “Saat ini Kalimantan Timur adalah provinsi yang mampu, nanti kita lihat situas di Kalimantan Timur,” ujar Prof. Laksono Trisnantoro.

Dr. Ratno Adrianto SKM, MKes membenarkan pemaparan dua narasumber bahwa penyakit katastropik di Kalimantan Timur khsusnya Samarinda meningkat dengan biaya yang cukup membebani. Wakil Dekan 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman ini mengatakan berharap pembuat kebijakan dapat menciptakan kebijakan teknis untuk mengatasi masalah ini. Dr. Ratno Adrianto SKM, Mkes menyatakan di Kalimantan Timur pendanaan penyakit katastropik paling besar di Samarinda, hal ini dikarenakan rumah sakit di Samarinda menjadi rujukan dari daerah sekitarnya.

Materi dan Video dapat diakses pada link berikut

KLIK DISINI

Reporter: Kurnia Putri Utomo