26 Oktober 2022 

PKMK-Yogya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII topik kesembilan dengan judul “Kebijakan Diabetes Melitus di Indonesia” pada Rabu (26/10/2022). Forum nasional ini terselenggara atas kerja sama JKKI, PKMK UGM, mitra, Pokja Endokrin Metabolik FK-KMK UGM serta 11 universitas co-host.

Pengantar

Acara diawali dengan pengantar oleh dr. Vina Yanti Susanti, Sp.PD-KEMD, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Pokja Endokrin Metabolik, yang menyampaikan rangkuman Webinar Dialog Kebijakan Diabetes Melitus (DM) seri 1-9 yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada webinar-webinar sebelumnya, telah dibahas secara komprehensif berbagai analisis kebijakan DM mulai dari level pencegahan, layanan primer, hingga layanan rujukan, serta telah didiskusikan berbagai usulan untuk perbaikan kebijakan DM di masa mendatang. Vina menyimpulkan bahwa diperlukan suatu transformasi kebijakan yang mengedepankan pendekatan inovatif, integratif, dan memiliki kontinuitas yang komprehensif, serta memiliki impact yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu.

VIDEO

 

Sesi I Analisis Kebijakan DM Tahun 2022 dan Usulan Kebijakan DM untuk Tahun 2023

Memasuki sesi pertama, Dr. Supriyati, S.Sos., M.Kes menyampaikan usulan kebijakan untuk pencegahan DM di Indonesia. Kebijakan dan program pencegahan DM sebaiknya berfokus pada perbaikan gaya hidup, misalnya dengan membangun kesadaran tentang potensi risiko DM; menanamkan gaya hidup sehat sejak dini; meningkatkan akses makanan sehat; dan menciptakan iklim yang mendorong aktivitas fisik di masyarakat. Supriyati mengusulkan tagline khusus sebagai bentuk promosi kesehatan untuk pencegahan DM, yaitu “Cegah DM dengan SAMPerin”.

Melanjutkan materi, dr. Vina Yanti Susanti, Sp.PD-KEMD, M.Sc., PhD menyampaikan usulan kebijakan DM dari segi klinis. Pasien yang terdiagnosis DM telah mengalami kerusakan sel beta pankreas sebesar 50%. Oleh sebab itu, Vina mengusulkan agar pencegahan DM sebaiknya dilakukan saat pasien masih dalam kondisi sehat melalui skrining DM. Selain itu, diperlukan juga kebijakan riset mengenai DM bagi individu dengan komorbiditas, agar dapat diberikan intervensi DM yang tepat sasaran.

Sebagai penutup materi sesi pertama, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD selaku Ketua JKKI mengajak audiens berdiskusi, apakah mungkin menerapkan prinsip-prinsip transformasi kesehatan untuk menahan laju pertumbuhan DM? Laksono mengusulkan penggunaan data lokal untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah dan masyarakat luas agar dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan DM yang baru. Untuk mendukung hal tersebut, perlu dibentuk suatu kelompok jaringan sosial yang memiliki visi mengurangi angka DM di kabupaten/kota.

Kegiatan dilanjutkan dengan tanggapan oleh pembahas dari lembaga penentu kebijakan, yaitu Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS selaku Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI.

VIDEO SESI I

 

Sesi II Konsep Jaringan Sosial dalam Pengendalian Penyakit

Pada sesi kedua, Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA membuka sesi dengan memaparkan tentang aksi-aksi masyarakat sipil dalam diabetes-related upstream policies. Terkait kebijakan pencegahan DM di level hulu, masyarakat dapat terlibat dalam membangun solidaritas ketika berhadapan dengan krisis penyakit, membangun kesadaran untuk menerapkan gaya hidup sehat, serta menjadi bagian dari komunitas kebijakan untuk pencegahan DM. Agar masyarakat sipil terpacu untuk mendorong terbentuknya kebijakan pencegahan DM, diperlukan sistem peringkat “kota layak kesehatan” di level nasional, sehingga masyarakat di setiap daerah akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik.

Selanjutnya, Amelia Maika, S.Sos., MA. MSc., PhD memaparkan tentang konsep jaringan sosial dalam pencegahan penyakit. Menurut Amelia, jaringan sosial memiliki potensi besar dalam upaya pencegahan penyakit DM, namun dibutuhkan kerja sama banyak pihak dan upaya yang sistematis dan komprehensif dalam membangun jaringan sosial, termasuk meningkatkan kualitas agen dalam jejaring tersebut.

Sebagai tanggapan untuk kedua materi narasumber, Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., PhD mengemukakan bahwa terdapat gap antara pengetahuan klinisi dan akademisi dengan pengetahuan masyarakat tentang DM, sehingga dengan adanya jaringan sosial maka dapat menjembatani gap tersebut.

VIDEO SESI II

 

Sesi III Diskusi: Bagaimana Melakukan Pengembangan Kebijakan DM di Indonesia?

Diskusi panel sesi ketiga dipandu oleh Tri Muhartini, MPA. Panelis pertama, Dr. dr. Mahlil Ruby, M.Kes selaku Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan menyampaikan mengenai program pengelolaan DM yang sudah digagas oleh BPJS Kesehatan, yaitu Prolanis. Agar Prolanis dapat diakses seluruh masyarakat, BPJS telah melakukan inovasi dengan membentuk grup WhatsApp di level FKTP sehingga memudahkan pasien terhubung langsung dengan tenaga kesehatan. Selain itu, BPJS Kesehatan juga sedang mengembangkan telemedisin untuk memudahkan pemantauan pasien.

Selanjutnya, panelis kedua yakni dr. Raden Bowo Pramono, Sp.PD-KEMD sebagai perwakilan dari Pokja Endokrin Metabolik FK-KMK UGM turut menjelaskan upaya yang telah dilakukan Pokja Endokrin Metabolik untuk menekan prevalensi DM. Pokja tersebut telah memberikan pelatihan kepada puskesmas di wilayah DIY untuk melatih kader Posbindu guna mendeteksi dini penderita DM, sehingga apabila ditemukan kasus DM di Posbindu, maka pasien tersebut dapat langsung dirujuk ke puskesmas. Panelis terakhir, dr. Haryo Bismantara, MPH selaku perwakilan dari Academic Health System (AHS) UGM menyampaikan bahwa untuk ke depannya, kolaborasi AHS akan bersifat kewilayahan, dimana Fakultas Kedokteran/Rumah Sakit Pendidikan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan dan penelitian kesehatan dengan menyesuaikan kondisi di masing-masing wilayah, termasuk untuk DM.

VIDEO SESI III

Reporter:
Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz (PKMK UGM)