PKMK – Pada Selasa, 26 September 2023 pukul 13.00 – 15.00 WIB telah terlaksana Seminar Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) XIII dengan topik “Integrasi Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan dalam Kerangka UU Kesehatan 2023 dengan Rencana Kontijensi Kesehatan di Daerah”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, yakni bertempat di Auditorium Lantai 1 Gedung Tahir Foundation Sisi Utara dan melalui zoom meeting serta youtube streaming. Topik ini diselenggarakan oleh Divisi Manajemen Bencana Kesehatan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) bekerja sama dengan Kelompok Kerja (Pokja) Bencana FK-KMK UGM.

Kegiatan dibuka dengan Pengantar yang disampaikan oleh Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep selaku Ketua Pokja Bencana FK-KMK UGM. Indonesia dengan beragam jenis potensi bencana yang dimiliki, memacu semua komponen bangsa untuk selalu siap siaga. Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK) telah berlangsung selama satu tahun, meski secara mengikat baru tertuang di UU Kesehatan No.17 tahun 2023 yang diresmikan pertengahan tahun ini. Kehadiran kebijakan tersebut sejalan dengan upaya penanggulangan krisis kesehatan di Indonesia. Sutono menyampaikan, dukungan dan upaya peningkatan kapasitas penanggulangan krisis kesehatan terus digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk Pokja Bencana FK-KMK UGM yang melakukan pendampingan di daerah, rumah sakit, puskesmas, bahkan komunitas warga. Salah satu bentuk tindak lanjut dari kerja sama di kalangan akademisi adalah pelaksanaan seminar yang bekerja sama dengan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM.

VIDEO

Acara dilanjutkan dengan sesi inti yang dimoderatori oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., selaku Ketua Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM. Materi pertama, tentang “Progres implementasi kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan dalam Kerangka UU Kesehatan 2023 hingga saat ini” disampaikan oleh Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Sumarjaya, S.Sos., S.K.M., M.M., Mfp, Cfa. Kebijakan TCK termasuk dalam pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan. Setelah berlangsung selama 1 tahun, saat ini telah terdapat 11.724 individu yang tergabung dalam dashboard TCK yang terdiri dari tim dan EMT, tenaga kesehatan dan non nakes. TCK terus dikembangkan, dibina, dan ditingkatkan kapasitasnya agar siap ketika dimobilisasi.

VIDEO   MATERI

 

Selanjutnya, disampaikan materi tentang “Integrasi TCK pada Rencana Kontijensi Kesehatan atau Dinkes Disaster Plan” yang diawali oleh Provinsi Papua Barat. Frans Abidondifu, S.KM.,M.Epid menyampaikan bahwa saat ini telah diterbitkan SK tim EMT dan RHA Provinsi, yang menunjukkan bagaimana integrasinya di dalam Renkon atau Dinkes Disaster Plan. Hadirnya kebijakan TCK menurut Frans sangat membantu meningkatkan ketahanan sistem kesehatan daerah. Papua Barat berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas TCK di daerahnya. Namun, perlu dikomunikasikan apakah kegiatan simulasi dan pelatihan peningkatan kompetensi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah.

VIDEO   MATERI

Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kudiyana, SKM., M.Sc melanjutkan paparan tentang Integrasi Kebijakan TCK dengan Renkon di daerahnya. Berbeda dengan Papua Barat, DIY telah memiliki sistem PSC 119 dan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang mampu mengkolaborasikan seluruh komponen ambulans, EMT, dan tim RHA di seluruh wilayah. Seperti Papua Barat, selanjutnya DIY merencanakan untuk melakukan gladi/simulasi penanggulangan krisis setelah menyelesaikan inventaris/pemetaan SDM TCK untuk meningkatkan kapasitas TCK.

VIDEO   MATERI

 

Lalu Madahan, SKM., MPH dari Provinsi Nusa Tenggara Barat menyampaikan bahwa daerahnya telah memiliki roadmap tangguh bencana yang melibatkan TCK di dalamnya. NTB juga telah memetakan SDM Kesehatan pada kondisi normal dan surge capacity jika terjadi bencana sesuai jenis bencana yang menjadi hasil analisis risiko Provinsi NTB. Meski begitu, Lalu Madahan menyampaikan bahwa beberapa tantangan yang dihadapi NTB adalah masih tingginya ego sektoral di internal Dinas Kesehatan, sistem SPGDT yang belum terkoneksi sepenuhnya, dan hambatan birokrasi.

VIDEO   MATERI

 

Materi ketiga dipaparkan oleh Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep., terkait “Penguatan kapasitas jejaring AHS UGM untuk mendukung kebijakan TCK”. AHS UGM (Academic Health System UGM) adalah bentuk kerjasama antara institusi pendidikan tinggi, rumah sakit, dan pemerintah. Salah satu topik prioritasnya adalah tanggap darurat bencana kesehatan yang di dalamnya memuat misi mengintegrasikan kebijakan TCK di wilayah kerjanya. Sutono menyampaikan, saat ini telah dilakukan sosialisasi pembentukan EMT di RS jejaring AHS yang selanjutnya akan dilakukan pendampingan pembentukan EMT.

VIDEO   MATERI

 

Pembahas topik ini, yakni Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid selaku Konsultan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM menyampaikan bahwa belajar dari kejadian Bencana Gempa Bumi Cianjur, terdapat 4 konsep TCK yakni TCK untuk fungsi RHA (Rapid Health Assessment), TCK sebagai tenaga inti di faskes masing-masing, TCK sebagai tenaga cadangan di daerah yang memerlukan bantuan, dan TCK melalui sistem komando HEOC. Gde menyampaikan kebijakan TCK sudah diamini oleh daerah, namun bagaimana kemudian daerah dapat menggunakan dashboard TCK dan peningkatan kapasitas serta penggunaannya pada fase krisis kesehatan perlu dikawal.

Pembahas berikutnya, Drs. Pangarso Suryotomo selaku Direktur Kesiapsiagaan BNPB menuturkan bahwa TCK menjadi bagian penting dari penanggulangan bencana kesehatan. Pangarso menyoroti bagaimana peran antar pihak dalam mengaktifkan TCK yang belum terlihat dalam paparan masing-masing daerah yang perlu ditilik kembali pada Renkon Daerah, terutama kaitannya dengan Klaster Kesehatan. Dalam mandat Renkon Bencana, tiap bencana memiliki rencana sendiri, sehingga peran TCK harus didefinisikan pula tiap jenis bencana yang dimaksud. Meski tenaga sudah ada, tapi seringkali rencana kebencanaan belum tersusun dengan baik. Sehingga rencana kontijensi yang berbentuk single hazard harus dikombinasikan dengan risiko lainnya membentuk rencana aksi dan SOP untuk TCK, serta dapat digunakan untuk menyusun rencana peningkatan kapasitas dan latihan.

VIDEO   MATERI

Dari topik ini, kita melihat bahwa Kebijakan TCK telah terintegrasi dalam Rencana Kontijensi Daerah dan disambut baik oleh daerah. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menindaklanjuti Rencana Kontijensi menjadi Rencana Aksi dan SOP yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk membentuk pelatihan dan rencana peningkatan kapasitas TCK di daerah.