Reportase Topik 5 Integrasi Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan dalam Kerangka UU Kesehatan 2023 dengan Rencana Kontijensi Kesehatan di Daerah

PKMK – Pada Selasa, 26 September 2023 pukul 13.00 – 15.00 WIB telah terlaksana Seminar Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) XIII dengan topik “Integrasi Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan dalam Kerangka UU Kesehatan 2023 dengan Rencana Kontijensi Kesehatan di Daerah”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, yakni bertempat di Auditorium Lantai 1 Gedung Tahir Foundation Sisi Utara dan melalui zoom meeting serta youtube streaming. Topik ini diselenggarakan oleh Divisi Manajemen Bencana Kesehatan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) bekerja sama dengan Kelompok Kerja (Pokja) Bencana FK-KMK UGM.

Kegiatan dibuka dengan Pengantar yang disampaikan oleh Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep selaku Ketua Pokja Bencana FK-KMK UGM. Indonesia dengan beragam jenis potensi bencana yang dimiliki, memacu semua komponen bangsa untuk selalu siap siaga. Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK) telah berlangsung selama satu tahun, meski secara mengikat baru tertuang di UU Kesehatan No.17 tahun 2023 yang diresmikan pertengahan tahun ini. Kehadiran kebijakan tersebut sejalan dengan upaya penanggulangan krisis kesehatan di Indonesia. Sutono menyampaikan, dukungan dan upaya peningkatan kapasitas penanggulangan krisis kesehatan terus digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk Pokja Bencana FK-KMK UGM yang melakukan pendampingan di daerah, rumah sakit, puskesmas, bahkan komunitas warga. Salah satu bentuk tindak lanjut dari kerja sama di kalangan akademisi adalah pelaksanaan seminar yang bekerja sama dengan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM.

VIDEO

Acara dilanjutkan dengan sesi inti yang dimoderatori oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., selaku Ketua Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM. Materi pertama, tentang “Progres implementasi kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan dalam Kerangka UU Kesehatan 2023 hingga saat ini” disampaikan oleh Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Sumarjaya, S.Sos., S.K.M., M.M., Mfp, Cfa. Kebijakan TCK termasuk dalam pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan. Setelah berlangsung selama 1 tahun, saat ini telah terdapat 11.724 individu yang tergabung dalam dashboard TCK yang terdiri dari tim dan EMT, tenaga kesehatan dan non nakes. TCK terus dikembangkan, dibina, dan ditingkatkan kapasitasnya agar siap ketika dimobilisasi.

VIDEO   MATERI

 

Selanjutnya, disampaikan materi tentang “Integrasi TCK pada Rencana Kontijensi Kesehatan atau Dinkes Disaster Plan” yang diawali oleh Provinsi Papua Barat. Frans Abidondifu, S.KM.,M.Epid menyampaikan bahwa saat ini telah diterbitkan SK tim EMT dan RHA Provinsi, yang menunjukkan bagaimana integrasinya di dalam Renkon atau Dinkes Disaster Plan. Hadirnya kebijakan TCK menurut Frans sangat membantu meningkatkan ketahanan sistem kesehatan daerah. Papua Barat berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas TCK di daerahnya. Namun, perlu dikomunikasikan apakah kegiatan simulasi dan pelatihan peningkatan kompetensi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah.

VIDEO   MATERI

Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kudiyana, SKM., M.Sc melanjutkan paparan tentang Integrasi Kebijakan TCK dengan Renkon di daerahnya. Berbeda dengan Papua Barat, DIY telah memiliki sistem PSC 119 dan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang mampu mengkolaborasikan seluruh komponen ambulans, EMT, dan tim RHA di seluruh wilayah. Seperti Papua Barat, selanjutnya DIY merencanakan untuk melakukan gladi/simulasi penanggulangan krisis setelah menyelesaikan inventaris/pemetaan SDM TCK untuk meningkatkan kapasitas TCK.

VIDEO   MATERI

 

Lalu Madahan, SKM., MPH dari Provinsi Nusa Tenggara Barat menyampaikan bahwa daerahnya telah memiliki roadmap tangguh bencana yang melibatkan TCK di dalamnya. NTB juga telah memetakan SDM Kesehatan pada kondisi normal dan surge capacity jika terjadi bencana sesuai jenis bencana yang menjadi hasil analisis risiko Provinsi NTB. Meski begitu, Lalu Madahan menyampaikan bahwa beberapa tantangan yang dihadapi NTB adalah masih tingginya ego sektoral di internal Dinas Kesehatan, sistem SPGDT yang belum terkoneksi sepenuhnya, dan hambatan birokrasi.

VIDEO   MATERI

 

Materi ketiga dipaparkan oleh Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep., terkait “Penguatan kapasitas jejaring AHS UGM untuk mendukung kebijakan TCK”. AHS UGM (Academic Health System UGM) adalah bentuk kerjasama antara institusi pendidikan tinggi, rumah sakit, dan pemerintah. Salah satu topik prioritasnya adalah tanggap darurat bencana kesehatan yang di dalamnya memuat misi mengintegrasikan kebijakan TCK di wilayah kerjanya. Sutono menyampaikan, saat ini telah dilakukan sosialisasi pembentukan EMT di RS jejaring AHS yang selanjutnya akan dilakukan pendampingan pembentukan EMT.

VIDEO   MATERI

 

Pembahas topik ini, yakni Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid selaku Konsultan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM menyampaikan bahwa belajar dari kejadian Bencana Gempa Bumi Cianjur, terdapat 4 konsep TCK yakni TCK untuk fungsi RHA (Rapid Health Assessment), TCK sebagai tenaga inti di faskes masing-masing, TCK sebagai tenaga cadangan di daerah yang memerlukan bantuan, dan TCK melalui sistem komando HEOC. Gde menyampaikan kebijakan TCK sudah diamini oleh daerah, namun bagaimana kemudian daerah dapat menggunakan dashboard TCK dan peningkatan kapasitas serta penggunaannya pada fase krisis kesehatan perlu dikawal.

Pembahas berikutnya, Drs. Pangarso Suryotomo selaku Direktur Kesiapsiagaan BNPB menuturkan bahwa TCK menjadi bagian penting dari penanggulangan bencana kesehatan. Pangarso menyoroti bagaimana peran antar pihak dalam mengaktifkan TCK yang belum terlihat dalam paparan masing-masing daerah yang perlu ditilik kembali pada Renkon Daerah, terutama kaitannya dengan Klaster Kesehatan. Dalam mandat Renkon Bencana, tiap bencana memiliki rencana sendiri, sehingga peran TCK harus didefinisikan pula tiap jenis bencana yang dimaksud. Meski tenaga sudah ada, tapi seringkali rencana kebencanaan belum tersusun dengan baik. Sehingga rencana kontijensi yang berbentuk single hazard harus dikombinasikan dengan risiko lainnya membentuk rencana aksi dan SOP untuk TCK, serta dapat digunakan untuk menyusun rencana peningkatan kapasitas dan latihan.

VIDEO   MATERI

Dari topik ini, kita melihat bahwa Kebijakan TCK telah terintegrasi dalam Rencana Kontijensi Daerah dan disambut baik oleh daerah. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menindaklanjuti Rencana Kontijensi menjadi Rencana Aksi dan SOP yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk membentuk pelatihan dan rencana peningkatan kapasitas TCK di daerah.

 

 

 

Reportase Topik 6 Pengembangan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) Amanah UU Kesehatan Nomor 17/ 2023 untuk Memperkuat Pendanaan Kesehatan dalam Kerangka Implementasi Transformasi Kesehatan

Dalam sesi pembukaan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD selaku Ketua JKKI menyampaikan bahwa pembiayaan kesehatan menjadi salah satu tantangan dalam transformasi kesehatan di Indonesia. Menurut Laksono, situasi anggaran pemerintah Indonesia dengan pertumbuhan GDP yang tinggi namun pendapatan perpajakan terus menurun. Di sisi lain, pendanaan swasta belum banyak berperan di tengah pertumbuhan APBN yang semakin tinggi. Pada UU Kesehatan tahun 2009 telah memuat mandatory spending kesehatan dari APBN dan APBD. Namun, ada kesalahpahaman dalam memahami mandatory spending. Kondisi pendanaan kesehatan Indonesia juga masih under spending sehingga perlu memeratakan pendanaan pemerintah dan BPJS Kesehatan. Pendanaan tersebut perlu dikaitkan dengan kinerja. Untuk itu, Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) perlu dikembangkan hingga sampai 5 tahun.

VIDEO   MATERI

Narasumber pertama disampaikan oleh M Faozi Kurniawan, SE. Akt, MPH dari PKMK FK-KMK UGM. Faozi menyatakan terdapat kenaikan APBN dan APBD setiap tahun yang belum berdampak pada outcome kesehatan. UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 menjadi peluang untuk mendorong lintas Kementerian/Lembaga untuk melaksanakan sinkronisasi dan koordinasi dalam mencapai kinerja kesehatan. Regulasi ini mengamanatkan agar pemerintah pusat dan daerah dalam mengalokasikan anggaran kesehatan baik dari APBN maupun APBD harus sesuai dengan kebutuhan program nasional yang dituangkan dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja. RIBK ini akan memperjelas arah kebijakan dan strategi di RPJMD dan Renstra Dinas Kesehatan. Selain itu, akan pemerataan pelayanan kesehatan untuk mencapai outcome kesehatan yang diharapkan.

VIDEO   MATERI

Narasumber kedua disampaikan oleh Indra Yoga, SKM, MKM, Tim Health Account dari Pusat Kebijakan Pembiayaan Kesehatan dan Desentralisasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Yoga menyatakan Menteri Kesehatan mengarahkan agar meningkatkan kualitas belanja dan kualitas layanan menjadi perhatian. Salah satu faktornya adalah belanja kesehatan yang terus meningkat namun perbaikan capaian kesehatan masih terbatas. Melalui penguatan Transformasi Kesehatan dan dukungan lintas sektor mendorong untuk melakukan transformasi penganggaran dari mandatory spending menjadi penganggaran berbasis kinerja yang disusun dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK). Ada 4 Prinsip dalam RIBK antara lain 1) Penganggaran berbasis kinerja; 2) penganggaran kolaboratif; 3) penerapan penganggaran jangka menengah; dan 4) sinkronisasi belanja pusat dan daerah. Kedepannya, RIBK akan menjadi acuan lintas sektor dalam perencanaan dan pengalokasian anggaran untuk mencapai target bidang kesehatan.

VIDEO   MATERI

Narasumber ketiga disampaikan oleh Dr. dr. Dwi Handono. M.Kes selaku Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM. Dwi menyampaikan bahwa definisi, tujuan dan kedudukan Rencana Induk Bidang Kesehatan perlu diperjelas. Selain itu, RIBK berpotensi terjadi duplikasi dengan Renstra Kemenkes dan KL dan di level daerah berpotensi terjadi reaksi negatif dari bidang lain. Usulan menu DAU Spesifik grant bidang kesehatan dari Kemenkes dan Kemenkeu berdampak pada prioritas daerah serta kesehatan akan mendominasi RPJMD. Tantangannya, upaya kesehatan yang tidak diprioritaskan serta tidak jelas pendanaannya.

VIDEO   MATERI

 

Narasumber ke-4 disampaikan oleh Setiyo Harini, SKM., M.Kes selaku Kepala Bidang Perencanaan Program, Dinas Kesehatan DI Yogyakarta. Setyo menyampaikan fase perencanaan dimulai dari fase tradisional hingga money follow result untuk mencapai efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas. Kondisi di daerah, sumber anggaran kesehatan yang bervariasi memiliki keunikan masing-masing sehingga perlu menjadi perhatian dalam penyusunan perencanaan. Berbagai regulasi pendanaan kesehatan menuntut pemerintah daerah untuk adaptif, selektif dan Inovatif. Adanya RIBK membuat daerah menyesuaikan kembali perencanaan penganggarannya yang berdampak juga pada perencanaan tahunan dan jangka menengah OPD di daerah. Di sisi lain, pola pikir RIBK juga sudah sejalan dengan arahan Gubernur DIY untuk menyelaraskan program dan kegiatan dari semua sektor untuk masyarakat yang sehat. 

VIDEO   MATERI

 

Sesi Pembahas

Pembahas pertama disampaikan oleh Pugo Sambodo, SE. PhD selaku Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada. Pugo menyampaikan pentingnya peran swasta dalam RIBK. Terjadinya underspending untuk bidang kesehatan sehingga perlu cara untuk menstimulasi swasta/NGO/BUMN/BUMD bisa lebih banyak berkontribusi. Selain itu, perlu mendorong pertumbuhan fasilitas kesehatan swasta untuk mengurangi kesenjangan layanan kesehatan. Dari sisi performance based budgeting, membutuhkan pemikiran yang matang sebelum diimplementasikan di tengah keterbatasan kapasitas pemerintah daerah.

VIDEO   MATERI

 

Pembahas kedua disampaikan oleh Dr. dr. Sutopo Patria Jati, M.M., M.Kes selaku Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Sutopo menyampaikan RIBK perlu ada sinkronisasi antara pusat dan daerah utamanya sinkronisasi kegiatan prioritas bidang kesehatan dalam RPJMN 2025-2029. Di sisi lain, kebijakan lain yang relevan seperti SPM dan 23 upaya kesehatan dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013, serta enam pilar transformasi kesehatan agar dapat dijadikan acuan untuk penyusunan RIBK. Sinkronisasi ini penting untuk menghindari overlapping dalam isi RIBK.

VIDEO   MATERI

 

Penutup disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD. Prof. Laksono menyampaikan closing statement bahwa RIBK merupakan sesuatu yang baru yang masih disusun regulasi turunannya dalam bentuk Peraturan Presiden yang akan dilaksanakan pada  2024. Akan muncul berbagai potensi tantangan dalam implementasi RIB seperti sumber dana yang beragam, penguatan pendanaan di pusat dan daerah, serta peran stakeholder non kesehatan. Adanya RIBK diharapkan memberikan dorongan untuk peran-peran multi stakeholder untuk kesehatan dan membangun konsolidasi pemerataan layanan kesehatan.

VIDEO   MATERI

 

Reporter: Candra, MPH (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

Reportase Topik 4 Peluang Memperbaiki Ekosistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Pasca Ditetapkannya UU No.7/2023 tentang Kesehatan

Topik 4 Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia mengangkat judul “Peluang Memperbaiki Ekosistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Pasca Ditetapkannya Undang-Undang Kesehatan”. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada selasa 26 September 2023, pukul 10.00-12.00 WIB, bertempat di Auditorium Gedung Tahir Lantai 1 FKKMK UGM.

Topik 4 ini dibuka oleh Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM., M.Kes. (Kepala Divisi Manajemen RS PKMK FKKMK UGM). Dalam pembukaannya, Putu menyampaikan bahwa Indonesia sudah beranjak dari negara berkembang menjadi negara maju, namun banyak hambatan yang saat ini masih dihadapi. Hambatan tersebut antara lain masih adanya kesenjangan baik infrastruktur, SDM, pendidikan maupun akse kesehatan yang belum merata di berbagai daerah. Permasalahan di atas menjadikan Indonesia kehilangan opportunity cost yang besar. Beranjak dari hal tersebut, Kementerian Kesehatan RI melakukan revisi kebijakan jangka panjang melalui transformasi kesehatan. Transformasi ini tentunya akan berdampak pada ekosistem layanan kesehatan khususnya terkait dengan rujukan. Disisi lain, Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru saja disahkan. Dalam forum ini, diharapkan akan muncul masukan dan pemikiran terkait dengan aturan turunan khususnya terkait pada ekosistem rujukan pelayanan kesehatan.

VIDEO   MATERI

 

SESI PEMAPARAN

Eniarti, Sp. KJ, M.Sc., MMR. (Direktur RSUP Dr. Sardjito)

Beranjak ke narasumber pertama adalah dr. Eniarti, Sp. KJ, M.Sc., MMR. (Direktur RSUP Dr. Sardjito) mengangkat judul “ Konsep dan Tata Kelola Pengampuan Layanan Unggulan Kanker di Indonesia: Bagaimana optimalisasinya?”. Eniarti menyampaikan pengalaman implementasi transformasi kesehatan di RSUP Dr. Sardjito sejak 2022. Sebagai rumah sakit vertikal, RSUP Dr. Sardjito ditunjuk oleh Kementrian Kesehatan RI menjadi pengampu layanan unggulan kanker berbagai rumah sakit di daerah, antara lain di Yogyakarta, Kalimantan dan Sulawesi. Dalam pengampuan tersebut, RSUP Dr. Sardjito melakukan assessment terhadap rumah sakit yang diampu kemudian penentuan strata layanan unggulan kanker, dan dilanjutkan dengan upaya pemenuhan peralatan dan SDM. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito juga melakukan MOU dengan kepala daerah dalam hal agar memiliki kesepahaman dalam pengembangan rumah sakit layanan unggulan kanker.

VIDEO   MATERI

 

Novita Krisnaeni, M.P.H. (Direktur RSUD Sleman)

Narasumber kedua dr. Novita Krisnaeni, M.P.H. (Direktur RSUD Sleman) menyampaikan materi dengan judul “Penerjemahan Transformasi Layanan Rujukan di Rumah Sakit Daerah: Studi Kasus Pengembangan Layanan Kanker”. Novita menyampaikan pengalaman RSUD Sleman dalam menerapkan transformasi layanan unggulan kanker. RSUD Sleman merupakan rumah sakit yang diampu oleh RSUP Dr. Sardjito dalam pengembangan layanan unggulan kanker. Saat ini RSUD Sleman merupakan rumah sakit madya layanan unggulan kanker, dengan strata tersebut RSUD Sleman masih belum puas, hal ini dikarenakan strata madya hanya memberikan layanan bedah dan kemoterapi. Ke depan RSUD Sleman berencana akan mengembangkan layanan radioterapi. Keseriusan ini ditunjukkan dengan sudah dipersiapkannya lahan untuk pengembangan layanan radioterapi.

VIDEO   MATERI

 

drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes (Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan)

Narasumber ketiga drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes (Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan) menyampaikan materi “Gambaran Besar Transformasi Layanan Rujukan sebagai Amanat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan”. Yuli menyampaikan kebijakan-kebijakan terkait layanan rujukan yang saat ini ada dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Selain itu, Yuli juga menjelaskan pengembangan fasilitas layanan kesehatan pada UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana pada 2024 Kemenkes mengembangkan jumlah fasilitas layanan kesehatan, jejaring pengampuan layanan prioritas, transformasi layanan RS vertikal dan penguatan teknologi informasi pelayanan spesialistik.

VIDEO   MATERI

 

SESI TANGGAPAN

Pada sesi tanggapan, dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS (Ketua PERSI), menyampaikan bahwa UU Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan masih memerlukan aturan pendukung terutama terkait dengan layanan rujukan. Kebijakan implementasi layanan rujukan saat ini masih berfokus pada input saja (SDM peralatan dan sarana prasarana), ke depan harapannya bisa melakukan pendekatan dalam proses dan outcome-nya. Selain itu, integrasi antara pengembangan layanan dan penetapan tarif perlu untuk segera dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah kode etik rujukan, jangan sampai rujukan menjadikan kerugian kepada pasien dan keluarganya.

VIDEO   MATERI

 

Sementara itu, dr. Zainoel Arifin, M.Kes (Ketua ARSADA) memberikan tanggapan bahwasanya transformasi sistem kesehatan memberikan peluang yang luas bagi rumah sakit daerah untuk mengembangkan layanan sesuai dengan keunggulannya. Hambatan yang sering dihadapi rumah sakit daerah antara lain regulasi, dukungan pemerintah daerah, pemenuhan SDM, tarif INACBG’s, kredensialing pengembangan layanan oleh BPJS yang lama. Harapan dari ARSADA hambatan dapat untuk diurai dan menjadikan rumah sakit daerah lebih mudah dalam menjalankan transformasi kesehatan.

VIDEO   MATERI

Haryo Bismantara, MPH (Peneliti Divisi Rumah Sakit, PKMK FK-KMK UGM) memberikan tanggapan berupa wacana apakah rumah sakit dapat diredefinisi sebagai medical center? Apakah dalam tranformasi kesehatan terutama layanan rujukan dapat melibatkan swasta dan rumah sakit pendidikan? Apakah rumah sakit perguruan tinggi negeri dapat menjadi pembina bagi rumah sakit lain? Pada penutupnya Haryo menyampaikan bagaimana menerjemahkan transformasi layanan rujukan dari program yang pusat-sentris menjadi program mandiri yang dikelola oleh pemerintah daerah.

VIDEO   MATERI

Pada sesi diskusi dan tanya jawab,  Cahyana dari UKDW menyampaikan bagaimana posisi rumah sakit pendidikan dan rumah sakit swasta dalam ekosistem layanan rujukan ini? Apakah ada peluang untuk dilibatkan dan ikut berkembang bersama-sama dengan rumah sakit pemerintah. Yuli menanggapi bahwa dalam UU Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan rumah sakit yang disebutkan tidak spesifik ke rumah sakit pemerintah saja, sehingga pada dasarnya ada peluang ke depan untuk melibatkan rumah sakit swasta/nirlaba dan pendidikan dalam jejaring rumah sakit rujukan.

Reporter: Barkah Wahyu P, SE, Ak (Divisi Manajemen Rumah Sakit, PKMK UGM)

 

 

Reportase Topik 2 Transformasi Sistem Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Obesitas di Indonesia

Masih dalam rangkaian acara Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia 2023, Pusat Kebijkan dan Manajemen Kesehatan FK–KMK UGM dan JKKI menyelenggarakan seminar “Transformasi Sistem Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Obesitas di Indonesia” pada Senin (25/9/2023).  Kegiatan ini merupakan topik 2 dalam forum nasional JKKI tahun ini.

Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS selaku Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK UGM saat membuka seminar ini, terkait isu obesitas saat ini diperlukan aturan turunan agar Undang-Undang Kesehatan 2023 ini menjadi aturan teknis yang dapat diimplementasikan di lapangan. Salah satunya agar akses pangan dapat diakses oleh semua kalangan. Setelah memiliki UU yang kuat, maka berikutnya adalah bagaimana membuat ekosistem yang baik untuk pencegahan dan pengendalian obesitas dengan menajamkan kontekstualisasi di Indonesia dalam adaptasi strategi dari negara lain.

VIDEO

 

Alison Feeley, Ph.D selaku Nutrition Specialist Regional Office UNICEF juga menambahkan bahwa banyak sekali tantangan yang harus dihadapi khususnya pada anak dan remaja dalam hal pencegahan dan pengendalian obesitas. Konflik yang muncul adalah fastfood, menyebabkan banyak sekali malnutrisi. Terlebih paparan informasi makanan yang tidak sehat, termasuk di media sosial. Sehingga hak anak-anak untuk mendapat makanan sehat tidak terlalu diperhatikan dan pada akhirnya sangat berisiko mengalami malnutrisi.

VIDEO

 

 

Kegiatan seminar di sesi pertama ini dipandu oleh Tri Muhartini, MPA selaku moderator. Narasumber pertama yaitu Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD-FINASIM menyampaikan bahwa adanya keterpaparan dan kerentanan terpadu maka timbul potensial dampak dari Diabetes Melitus, yakni obesitas. Berdasarkan peta persebaran dampak di Kota Semarang, terlihat adanya warna merah yang menunjukkan wilayah yang perlu diwaspadai. Pada paparan pertama ini, ketersediaan data terbaru baik itu mengenai aktivitas fisik maupun konsumsi makanan yang paling banyak dipesan, dapat menciptakan suatu program yang inovatif, antara lain: Program Layanan Warga Semarang Sehat Setiap Waktu (Lawang Sewu) yang ditujukan untuk masyarakat umum dan Pelayanan & Edukasi Kesehatan Terpadu Pelajar (Piterpan). Per 2023, kegiatan tersebut telah dilakukan di 177 kelurahan dan terdapat peningkatan pengetahuan gizi pada pelajar.

VIDEO   MATERI

 

Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes menyatakan bahwa secara umum, Indonesia memiliki rapor merah terkait kesiapan terhadap pencegahan dan pengendalian obesitas. Untuk itu, Indonesia mencoba mengejar ketertinggalan dengan merevisi target RPJMN dan juga Renstra terkait capaian skrining obesitas dan PTM. Hal serupa juga diintegrasikan dengan enam pilar transformasi kesehatan dengan arah kebijakan yang spesifik sebagai bentuk komitmen pemerintah. Tidak hanya itu, strategi pencegahan dan pengendalian obesitas dibagi menjadi dua yaitu ditujukan kepada populasi sehat berupa promosi kesehatan yang dilakukan di Posyandu maupun Posbindu PTM dan ditujukan kepada populasi dengan obesitas melalui pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi yang dapat dilakukan di FKTP.

VIDEO   MATERI

 

Digna Niken Purwaningrum, MPH., Ph.D pada sesi ini menyampaikan determinan terjadinya obesitas di Indonesia berdasarkan kerangka siklus kehidupan dan sosio-ekologi. Langkah ke depan yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikan dengan transformasi kesehatan pada pilar satu yaitu menangani obesitas sebelum penyakit penyerta muncul, pada pilar keempat yaitu alokasi anggaran BPJS Kesehatan untuk obesitas, pada pilar kelima yaitu melibatkan kontribusi dari psikolog untuk mengatasi secara komprehensif dan pilar keenam yaitu adanya aplikasi atau platform untuk deteksi dini mandiri, monitoring dan promosi kesehatan. Transformasi kesehatan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid dan reliable yang kemudian dapat diramu menjadi kebiijakan obesitas ke depannya.

VIDEO   MATERI

 

Sesi Diskusi

Pada sesi ini, sejumlah pakar dari UGM memberikan tanggapan. Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K), MPH., Ph.D. selaku penanggap menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pencegahan obesitas. Beberapa diantaranya yakni manajemen BBLR menggunakan data terbaru, karena hingga saat ini belum ada program terkait pemberian makanan pada bayi BBLR agar tidak menjadi calon obesitas. Sementara dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH., Ph.D menambahkan perilaku yang sifatnya voluntary behavior, seringkali tidak disadari bahwa perilaku tersebut dapat memicu suatu masalah. Oleh karena itu, program yang dirancang harus mendorong partisipasi masyarakat dan peran Kementerian dan Dinas Kesehatan berfungsi sebagai pengawas, sehingga tidak berfokus di pusat.  Penanggap ketiga yaitu dr. Irma Sri Hidayati, M.Sc., Sp.A. menyampaikan bahwa sesungguhnya pencegahan atau deteksi dini ini dapat dilakukan melalui integrasi layanan primer.

VIDEO

Pada sesi kedua, Astrid Citra Padmita, S.KM, M.Sc memimpin jalannya diskusi. Narasumber pertama pada sesi kedua yaitu David Colozza, Ph.D selaku Nutrition Section, UNICEF Indonesia. Strategi pencegahan obesitas yang dapat diadaptasi di Indonesia ini masih memerlukan penilaian secara holistik untuk bisa mendukung lingkungan yang dapat menekan angka obesitas melalui empat aspek yaitu: dukungan kebijakan dan pemerintah terutama kolaborasi lintas sektor dan kapasitas dan kesadaran di level lokal. Kedua yaitu sistem dan pelayanan Kesehatan yang mendorong adanya ketersedian dan kualitas dari program spesifik obesitas. Ketiga yaitu kebijakan gizi spesifik, utamanya yaitu cukai pada makanan berpemanis dan pemberian insentif untuk makanan sehat. Keempat yaitu kebijakan gizi sensitif terkait program perlindungan sosial dan kedaruratan, regulasi terkait aktivitas fisik dan akses minum yang aman.

VIDEO   MATERI

 

Narasumber kelima pada seminar ini yaitu Dr. Saipin Chotivichien dari Director of Bureau of Nutrition, Department of Health, Thailand. Program utama di Thailand terkait obesitas yang dapat dijadikan pembelajaran untuk Indonesia terbagi menjadi lima fokus utama yaitu pertama regulasi terkait cukai pada minuman berpemanis dan pembatasan iklan makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi perilaku Kesehatan pada anak. Kedua, ketersediaan Healthy Choice pada kantin sehat. Ketiga kampanye nasioanal aktivitas fisik, “Kao-Ta-Jai” yaitu national step challenge. Keempat yaitu kebijakan pelabelan makanan berupa logo pilihan makanan lebih sehat dan kelima adalah intervensi berbasis lokasi misalnya pemberian makanan pada pada 2500 HPK dan kebijakan di lingkungan sekolah berupa Global Standards for Health Promoting School (GSHPS), Sistem Monitoring Pertumbuhan, Program Pemberian Makanan di sekolah dan One School One Health Teacher yang bertanggung jawab atas literasi kesehatan siswa.

VIDEO   MATERI

 

Reporter:
Dian Puteri Andani (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

Reportase Topik 3 Transformasi Layanan Primer Melalui Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer yang Tercermin dalam UU Kesehatan

Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XIII tahun ini diselenggarakan oleh JKKI bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada dengan tema “Peningkatan Kapasitas Daerah dalam Menjalankan Kebijakan Transformasi Sistem Kesehatan Nasional dan UU Kesehatan”. Fornas XIII JKKI digelar selama 3 hari yaitu pada 25 – 27 September 2023 dengan 7 topik dan 1 agenda penutup. Pada 25 September 2023 pukul 13.00 – 15.00 WIB diselenggarakan salah satu rangkaian Fornas JKKI XIII yaitu Kegiatan Topik 3 terkait pelayanan Kesehatan primer yang berjudul “Transformasi Layanan Primer Melalui integrasi Pelayanan Kesehatan Primer yang Tercermin dalam UU Kesehatan”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid.

Tujuan pelaksanaan kegiatan topik 3 adalah memberikan penjelasan konsep dan pelaksanaan integrasi layanan primer (ILP), pemaparan terkait best practice pelaksanaan ILP di Kabupaten Sumbawa Barat serta peran konsorsium dalam perluasan ILP. Sandra Frans, MPH selaku MC kegiatan topik 3 dan dimoderatori oleh Mentari Widyastuti, MPH. Adapun beberapa narasumber yaitu dr. Feby Anggraini, MKK, selaku Kasubag Administrasi Umum Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Dr. dr. Trihono, M.Sc. selaku Senior Technical Advisor Thinkwell Institute dan Sulastri, SKM selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu, terdapat juga pembahas yang memberikan tanggapannya terkait topik 3 yaitu Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, M.A., selaku Ketua Program Studi IKM, FK-KMK, UGM, Shita Listyadewi selaku Konsultan PKMK UGM, dan Aufia Espressivo selaku Research and Development Manager CISDI.

Pembukaan Fornas JKKI XIII Topik 3 diawali dengan sambutan oleh Shita Listyadewi sebagai Wakil Direktur PKMK FK-KMK UGM. Gambaran terkait rangkaian kegiatan fornas JKKI XIII dapat dicek melalui website berikut www.kebijakankesehatanindonesia.net. Fornas XIII berusaha membahas terkait kasus-kasus “akar rumput” yang muncul dimasyarakat, tenaga kesehatan, kader kesehatan sehingga memicu adanya proses pemantauan dan evaluasi kebijakan untuk melihat apakah kebijakan atau konsep yang dimunculkan di UU Kesehatan dapat diimplementasikan secara baik. Topik 3 membahas terkait transformasi layanan primer. Transformasi kesehatan dilakukan untuk memperkuat sistem kesehatan dan salah satunya berfokus pada transformasi layanan primer yang merupakan salah satu pilar yang menopang sistem kesehatan dan memiliki banyak komponen. Integrasi pelayanan kesehatan primer memiliki beberapa poin kunci yaitu pendekatan siklus hidup, mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memperkuat pemantauan wilayah setempat.

VIDEO

SESI PEMAPARAN

Pada sesi pertama, dr. Feby Anggraini, MKK, menjelaskan terkait kebijakan integrasi pelayanan kesehatan primer. Latar belakang perlunya pendekatan integrasi layanan kesehatan primer adalah 1) 12 indikator standar pelayanan minimal (SPM) tahun 2020 – 2022 belum ada yang memenuhi target 100%, SPM ini adalah standar layanan yang menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan di daerah, 2) berdasarkan pemetaan life cycle, sebagian besar penyakit yang terjadi di Indonesia merupakan penyakit yang dapat dicegah, 3) terjadi perubahan pola penyakit dan 4) beban pembiayaan terbanyak dari penyakit tidak menular. Oleh karena itu, dibutuhkan terobosan baru untuk memperluas jangkauan layanan FKTP di setiap kelompok usia, tidak hanya melalui puskesmas/ klinik saja, namun dipermudah sampai tingkat desa/kelurahan melalui Pustu, Poskesdes, dan Posyandu. Tranformasi akan dilakukan melalui siklus hidup, dengan pendekatan 5 klaster yaitu klaster manajemen, ibu dan anak, usia dewasa dan lansia, penanggulangan penyakit menular dan lintas klaster. Pada 2019 dilaksanakan uji coba ILP di 9 lokus puskesmas dan diharapkan pada 2024 dapat dilakukan scale up ILP secara nasional. Terdapat tujuh poin penting yang dibutuhkan untuk keberhasilan ILP yaitu : adanya regulasi, anggaran untuk pengembangan ILP, pemenuhan SDM, infrastruktur (sarpras dan alkes), implementasi ILP di daerah dilakukan sesuai dengan komitmen pemda/pemkab, monev yang rutin dilakukan, serta digitalisasi agar data PWS dan monev dapat ditelusuri melalui dashboard. Integrasi layanan primer butuh banyak dukungan dan penguatan dari sektor lainnya sehingga dapat menuju Indonesia Sehat.

VIDEO

Pada sesi kedua, Dr. dr. Trihono, M.Sc., memaparkan terkait integrasi pelayanan kesehatan primer dan peran Konsorsium Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia. Terdapat 6 pilar transformasi kesehatan yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM Kesehatan dan teknologi kesehatan. Dari keenam pilar tersebut, transformasi layanan primer dan digitalisasi kesehatan merupakan pilar yang penting dan memiliki tantangan yang besar pada pelaksanaan transformasi kesehatan. Integrasi pelayanan kesehatan primer berbasis wilayah melibatkan puskesmas, pustu prima dan posyandu dengan pendekatan life cycle. Namun, pelayanan untuk remaja/usia sekolah dan usia produktif kurang berkembang jika berbasis wilayah, sebaiknya layanan untuk remaja, intervensi dilakukan di sekolah melalui UKS/M sedangkan usia produktif perlu dijangkau melalui upaya kesehatan kerja (UKK) ditempat kerja berkolaborasi dengan sektor lain. Posyandu saat ini masih terpecah-pecah yaitu ada posyandu untuk balita, lansia, posbindu PTM dan posyandu remaja, sehingga dengan adanya transformasi layanan kesehatan maka posyandu akan diintegrasikan menjadi 1 agar menjadi efektif dan efisien dimana posyandu akan melayani seluruh siklus hidup. Pilot ILP yang dilaksanakan di 9 Kabupaten membuktikan bisa menangkap “missing service” pelayanan kesehatan di masyarakat. Konsorsium sebagai mitra untuk belajar bersama terkait transformasi pelayanan kesehatan primer. Saat ini dilakukan di 4 kabupaten (Badung, Pidie, Sumbawa Barat dan Garut) dimana melibatkan pemerintah tingkat nasional, daerah, ThinkWell, universitas dan NGO.

VIDEO   MATERI

Pada sesi ketiga, Sulastri, SKM menyampaikan terkait best practice penerapan integrasi pelayanan Kesehatan primer di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Sejak tahun 2017, KSB telah menerapkan posyandu keluarga dengan pendekatan pelayanan pada siklus hidup dan telah berkembang menjadi posyandu keluarga gotong royong dalam upaya memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Fokus transformasi pelayanan kesehatan primer di KSB adalah 100% masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan primer berkualitas, tersedia 9 unit faskes primer dengan fasilitas dan SDM terstandarisasi dan diharapkan 100% wilayah dan kondisi kesehatan penduduk termonitor secara berkala.  Pelaksanaan ILP di KSB mendapatkan dukungan kuat oleh pimpinan daerah,  dukungan regulasi, dukungan pendanaan, serta dukungan sektor luar (CSR). Beberapa upaya yang telah dilakukan dinkes untuk mempercepat penerapan ILP di KSB yaitu : (1) Pendataan SDM, infrasturktur, sarana prasarana  dan alkes di semua puskesmas, (2) Melaksanakan sosialisasi di tingkat kecamatan, (3) Penataan pelayanan ruangan di puskesmas sesuai klister, (4) Melakukan pertemuan dengan puskesmas baik daring maupun luring, (5) Melakukan advokasi dan koordinasi dengan pemerintah desa (melalui puskesmas), (6) Pendampingan ILP ke puskesmas dan posyandu prima, (7) Melakukan kunjungan kaji banding, (8) FGD tindak lanjut ILP, (9) Pelatihan dan peningkatan kapasitas kader posyandu prima dan posyandu keluarga gotong royong, (10) komitmen bersama kepala dinas kesehatan dan kepala puskesmas se-KSB dalam penerapan ILP. Namun dalam pelaksananaya terdapat kendala yang dihadapi dalam penerapan ILP di KSB yaitu masih adanya ego program dan digitalisasi kesehatan.

VIDEO   MATERI

SESI TANGGAPAN

Pada sesi selanjutnya, Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, M.A. memberikan tanggapan terkait Pembelajaran Penguatan Sistem Kesehatan Daerah dalam  kaitannya untuk Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer. Terdapat beberapa isu di daerah dalam hal penerapan ILP yaitu transformasi masih berpusat ke nasional sehingga kurang terlihat peran pemda, tantangan birokrasi masih sangat terlihat terutama dari sistem pelaporan dan efektivitas anggaran, perfomance based minim karena birokrasi program yang masih dominan. Dalam pelaksanaan transformasi layanan kesehatan perlu adanya pola transformasi yang kuat dimana perlu adanya case manager ditingkat desa yang dapat mengukur perfomance based yang berbasis keluarga atau berbasis desa selain berbasis penyakit. Selain itu, upaya transformasi harus jelas sistematika pelaksanaannya sehingga desa/daerah (pimpinan) harus dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri bukan diserahkan kepada puskesmas atau tingkat diatasnya dan konsep tenaga kesehatan adalah yang membantu atau mendukung untuk menyelesaikan masalah yang ada.

VIDEO   MATERI

Pembahas selanjutnya disampaikan oleh Shita Listyadewi tentang peran universitas dalam pilot project terkait integrasi pelayanan kesehatan primer. Adapun peran universitas melalui konsorsium universitas untuk evaluasi IPKP adalah menilai kinerja sistem kesehatan dari kabupaten ke puskesmas sampai tingkat desa (Pustu) dan dusun (Posyandu), melakukan analisis efek pembiayaan kesehatan terhadap kinerja sistem kesehatan, melakukan analisis impelementasi pilot IPKP dan potensi perluasan IPKP serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk mendukung keberlanjutan IPKP. Selain itu, universitas berperan aktif dalam diskusi pakar pembahasan RPP dan regulasi pemerintah selanjutnya, di UGM telah mengembangkan platform untuk mendukung implementasi IPKP, knowledge management dan knowledge sharing mengenai ILP yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh banyak pihak, memberikan kesempatan bagi mahasiswa pascasarjana untuk terlibat dalam penelitian dan pemantauan ILP di daerah.

VIDEO   MATERI

Selanjutnya terkait Peran Kader Kesehatan  dalam transformasi layanan Kesehatan Primer dibahas oleh oleh Aufia Espressivo. Peran kader yang diperoleh dari hasil pembelajaran Survei Nasional Puskesmas selama pandemi COVID-19 yang dapat dijadikan masukan dalam integrasi layanan kesehatan primer yang melibatkan kader Kesehatan adalah kader berperan dalam aktivitas surveilans berbasis masyarakat dan memastikan layanan esensial di puskesmas. Terdapat beberapa hal yang diperlu diperhatikan ketika melibatkan kader adalah memberikan rekognisi pada kader berdasarkan tanggung jawab yang diberikan, membentuk mekanisme remunerasi sesuai beban kerja, melakukan pengawasan yang terdokumentasi dengan jelas.

VIDEO   MATERI

 

Reporter : Siti Nurfadilah H. (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

Reportase Topik 1 Strategi Implementasi Transformasi Sistem Kesehatan Setelah Penerapan Undang-Undang Kesehatan: Koordinasi dan Sinkronisasi Multipihak dalam Penanganan Diabetes Melitus di Kota Balikpapan

Sesi Sambutan

JKKI – Yogyakarta. Topik 1 pada Forum Nasional JKKI XIII kali ini mengangkat tema strategi implementasi transformasi sistem kesehatan setelah penerapan Undang-Undang (UU) Kesehatan, khususnya pada koordinasi dan sinkronisasi multipihak dalam penerapan Diabetes Melitus (DM) di kota Balikpapan. Diharapkan dengan adanya kelompok pemerintah dan kelompok non pemerintah, baik dari swasta dan kelompok masyarakat di Balikpapan dapat saling mendukung satu sama lain dalam mencegah dan menangani permasalahan DM.  Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM memberikan sambutan pada Forum Nasional JKKI XIII menyampaikan bahwa pesatnya laju penyakit diabetes, menjadi tantangan di berbagai negara di dunia. Kota Balikpapan telah berupaya dalam kontribusi nyata menangani angka kesakitan dan angka kematian akibat diabetes dengan menggerakkan aksi sosial yang disebut gerakan sosial. Gerakan sosial ini terbentuk dari struktur informal di kota Balikpapan yang menunjukkan adanya tekad dan kolaborasi bersama dalam penanganan diabetes. Integrasi multipihak dalam penanganan diabetes bertujuan untuk meningkatkan efektivitas program penanganan dan ini upaya yang baik untuk pembelajaran bersama sebagai upaya berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk kita semua.

VIDEO

Sesi Pembukaan

Forum Nasional JKKI XIII hari pertama dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D selaku Staf Khusus Menteri Kesehatan sekaligus Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yang menyampaikan bahwa diabetes melitus menjadi salah satu masalah kesehatan global dan memberikan beban berat pada kesehatan masyarakat serta pembangunan sosial ekonomi. Di sisi lain, individu dengan diabetes memiliki risiko 2-3 kali lipat dari semua penyebab kematian. Sedangkan kondisi penderita DM di kota Balikpapan meningkat tiap tahunnya sejalan dengan beban penyakit akibat diabetes sehingga kota Balikpapan melakukan pemetaan organisasi, koordinasi dan sinkronisasi perencanaan kegiatan memastikan layanan DM dari berbagai pihak jenis lembaga/ organisasi dari hulu hingga hilir untuk saling mendukung satu sama lain dalam mencegah dan menangani permasalahan DM.

Bila melihat di kota Balikpapan, kelompok pemerintah dan kelompok non pemerintah, baik dari swasta dan kelompok masyarakat di kota Balikpapan telah memulai sebuah gerakan bersama untuk saling mendukung satu sama lain dalam mencegah dan menangani permasalahan DM.

VIDEO   MATERI

Keynote Speech

Prof. dr. Dante Saksono Herbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D selaku Wakil Menteri Kesehatan memberikan keynote speech bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28H ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan pasal 34 ayat (3) yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Selain itu, adanya UU Kesehatan baru mendukung 6 pilar transformasi sistem kesehatan Indonesia. Pilar tersebut adalah transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan ksehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.

VIDEO   MATERI

Sesi Pemaparan

Narasumber pertama, dr. Andi Sri Juliarty R. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa penanganan DM di Kota Balikpapan merupakan turunan produk dalam penguatan sistem kesehatan daerah. Secara global, diabetes kasusnya semakin meningkat dan Indonesia menempati peringkat keenam. Diabetes juga biasa disebut Mother of Disease dan diabetes menyebabkan angka harapan hidup seseorang menjadi berkurang sebesar 10-20 tahun. Atas dasar ini, Pemerintah Kota Balikpapan berkolaborasi dan sinergi di setiap pemangku kebijakan untuk mencegah dan mengendalikan DM dengan inovasi BAHIMAT. BAHIMAT adalah sebuah inovasi Balikpapan Hidup Manis Tanpa Gula dengan mengendalikan kasus, sinergi kolaborasi, deteksi dini, serta menjalankan pola hidup dan pola makan sehat.

VIDEO   MATERI

 

Narasumber kedua, dr. Lukman Hatta Sunaryo, Sp.PD, Sp.KL, FINASIM selaku Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa PERSADIA sebuah perkumpulan kesehatan dalam diabetes melitus yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya para diabetisi melalui upaya promotif, preventif, dan kuratif serta kemandirian para diabetisi agar hidup sehat bersama diabetes. Perkumpulan ini berisi para diabetisi, tenaga kesehatan lain, simpatisan dan para tenaga professional lain terkait pelayanan diabetes untuk bekerja sama untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi para diabetisi. Di sisi lain, PERSADIA juga melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai diabetes, menunjang upaya peningkatan pelayanan kesehatan diabetes, pencegahan, diagnosis dini dan kemandirian para diabetisi. PERSADIA Cabang Kota Balikpapan telah memiliki kegiatan rutin pada hari minggu ketiga setiap bulan dengan melibatkan partisipasi aktif dan mendapat dukungan para mitra yaitu rumah sakit, mall, rumah jabatan walikota dan kantor walikota Balikpapan sebagai tempat kegiatan secara bergantian.

VIDEO   MATERI

 

Narasumber ketiga, dr. Bagas Suryo Bintoro, Ph.D selaku Tim Konsultan DM Kota Balikpapan menyatakan bahwa penderita diabetes tipe 2  banyak terjadi di negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan penderita dewasa diabetes tipe 2 berjumlah 463 juta penduduk dan 80% diantaranya berasal dari negara berpenghasilan menengah ke bawah. Di sisi lain, persentase populasi diabetes lebih cepat meningkat di negara berpenghasilan menengah ke bawah dan negara berpenghasilan menengah ke bawah sulit untuk memenuhi kualitas perawatan yang diperlukan sehingga peningkatan kualitas layanan kesehatan di negara berpenghasilan menengah ke bawah menjadi prioritas kesehatan global yang mendesak. Saat ini kemajuan media digital dapat memaksimalkan upaya promosi kesehatan yang efektif namun perlu dibarengi dengan penggunaan media tradisional sehingga didapatkan pendekatan promosi kesehatan yang komprehensif.

VIDEO   MATERI

Sesi Pembahas

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum nasional JKKI kali ini yakni pembahas pertama, dr. Esti Widiastuti, MScPH selaku Ketua Tim Kerja DMGM Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa strategi pengendalian DM yakni akselerasi deteksi dini faktor risiko PTM di Posbindu dan di FKTP, penguatan intervensi modifikasi perilaku berisiko melalui edukasi di Posbindu PTM dan FKTP, peningikatan pencegahan dan deteksi dini komplikasi, peningkatan pemantauan pengobatan dengan pemeriksaan HbA1C dan deteksi dini komplikasi, serta penguatan penatalaksanaan dan pengobatan DM sesuai standar di FKTP/ FKRTL. Oleh karena itu, diabetes dapat dicegah dengan pencegahan pada faktor risiko melalui perubahan perilaku dan gaya hidup. Selain itu, dibutuhkan peran lintas ektor diluar bidang kesehatan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.

VIDEO

Pembahas kedua, dr. Ari Dwi Aryani, MKM, AAK selaku Deputi Direksi Bidang Kesehatan Penjaminan Manfaat, BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa tatalaksana DM dalam JKN menggunakan kerangka pelayanan kesehatan dasar dari World Health Organization yakni dalam mendukung tatalaksana DM perlu ada kebijakan dan aksi dari multisektoral, pelayanan kesehatan dalam UHC, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Berdasarkan data BPJS dari Januari sampai dengan Juli 2023 mengalami peningkatan setiap bulannya sebesar 7,8 juta kasus DM baik di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dengan total pembiayaan lebih dari 4,6 triliun rupiah. Sedangkan kasus DM di Kota Balikpapan cenderung meningkat sebesar 55 ribu kasus DM antara bulan Januari hingga Juli 2023 baik di FKTP maupun FKRTL dengan total pembiayaan lebih dari 44,4 miliar rupiah.

VIDEO

Di akhir sesi, terdapat pertanyaan dari peserta, “Bagaimana pemerintah daerah dapat memastikan sinergi yang efektif antara sektor kesehatan, pendidikan dan industri dalam mengatasi diabetes melitus dan apa langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk mencapai hal ini?”. Andi menjawab, “Kami di Balikpapan untuk mensinergikan dan mengkolaborasikan seluruh pihak, Kami selalu berusaha membangun sistem ya membangun sistem yang dilindungi oleh payung regulasi oleh karena itulah kami kemarin tahun lalu mengawalinya dengan membangun sistem kesehatan daerah dalam bentuk Perda, kemudian peraturan turunannya dalam bentuk Perwali karena kami merasa lebih mudah lebih aman untuk menggerakkan seluruh sumber daya jika memang ada payung sistem dan regulasinya”.

Sebelum menutup kegiatan hari pertama Forum Nasional JKKI XIII, Laksono Trisnantoro menyampaikan penutup pertemuan bahwa langkah selanjutnya bagaimana menggabungkan kedua cara skrining dari BPJS yang menggunakan pendekatan faktor risiko dan hasil skrining tersebut berupa risiko tinggi dan rendah. Sedangkan skrining dari Dinas Kesehatan menggunakan pemeriksaan darah at random dan hasilnya yakni sehat, pre-DM, dan DM agar masyarakat tidak bingung dari kedua skrining tersebut, termasuk dengan penguatan gerakan sosial DM sebagai sebuah struktur informal untuk mengatasi dan menangani masalah DM. Pembahasan gerakan sosial DM akan dibahas pada 27 September 2023 atau sesi penutupan forum nasional JKKI XIII.

VIDEO   MATERI

 

Reporter: Agus Salim, MPH (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

Presentasi Policy Brief

Telah diselenggarakan presentasi Policy Brief untuk mendukung transformasi sistem kesehatan, sebagai berikut:

  1. Pilar transformasi layanan primer
  2. Pilar transformasi layanan rujukan
  3. Pilar transformasi sumber daya keseahtan
  4. Pilar transformasi pembiayaan kesehatan
  5. Pilar transformasi ketahanan kesehatan

LINK SERTIFIKAT

Nama dan Gelar Judul Policy Brief Waktu Presentasi
Dr. dr. Yout Savithri ,MARS

Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Melalui Program Pengampuan Penguatan Layanan Prioritas pada Transformasi Layanan Rujukan

VIDEO   MATERI

Selasa,
26 September 2023
Pukul 13.00 – 14.00 WIB
Sigit Purwonugroho, SGz, M.P.;
drg. Siti Riswany Aisyah, M.M.

Dapatkah Kerja Sama Joint Venture/Kemitraan Rumah Sakit (RS) Asing di Provinsi Perbatasan Mendongkrak Wisata Kesehatan Indonesia?

VIDEO   MATERI

dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.OG

Sumber Daya Manusia Kesehatan

VIDEO   MATERI

Zhafirah Salsabila, MKM

Optimalisasi Penerapan Tata Laksana Mandiri Diabetes pada Layanan Kesehatan Primer

VIDEO   MATERI

Selasa,
26 September 2023
Pukul 10.00 – 11.00 WIB
Dr. Ir. I Komang Agusjaya Mataram, M.Kes;
Ni Putu Agustini, SKM.,M.Si

Penerapan Menu Seimbang Balita di Tingkat Keluarga Sebagai Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia

VIDEO   MATERI

Yuga Putri Pramesti, SGz

Optimalisasi Kader Kesehatan Remaja Putri Melalui Program “Nutrichampion” Sebagai Upaya Pencegahan Stunting di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat

VIDEO   MATERI

Deni Kurniadi Sunjaya

Serial Managing the Primary Health Care Transformation: Kesiapan Keterlibatan dalam Program Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas Leaders Readiness to Engage)

VIDEO   MATERI

Asmaripa Ainy, S.Si, M.Kes

Kepatuhan Membayar Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

VIDEO   MATERI

Rabu,
27 September 2023
Pukul 09.00 – 10.00 WIB
Dwi Oktiana Irawati, SIP, MSM

Rendahnya cakupan kepesertaan balita dari ibu Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan: Penyebab dan Solusi

VIDEO   MATERI

Novi Sulistyaningrum, Ph.D

Fitofarmaka Potensial Masuk Jaminan Kesehatan Nasional

VIDEO   MATERI

Rabu,
27 September 2023
Pukul 11.00 – 12.00 WIB
Ida Diana Sari, S.Si, Apt, MPH

Upaya Pemenuhan Kebutuhan 10 Alat Kesehatan Terbesar (by Value by Volume) Produksi Dalam Negeri

VIDEO   MATERI

 

 

 

 

 

Workshop Penyusunan Puskesmas Disaster Plan

Kerjasama Divisi Manajemen Bencana Kesehatan dan Pokja Bencana Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Dalam rangkaian Pre-Fornas JKKI XIII tahun 2023

  Pengantar

Puskesmas adalah ujung tombak utama pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Puskesmas di Indonesia tidak hanya harus mempersiapkan diri dan masyarakat dalam situasi sehari-hari untuk peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi bencana alam dan non alam yang mengancam seluruh wilayah Indonesia. Lebih dari 11 kejadian bencana alam terjadi di Indonesia setiap harinya, belum termasuk kejadian krisis kesehatan akibat penyakit seperti pandemia COVID-19 lalu. Dalam situasi tenang, amanah kontribusi puskesmas dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum atau SPM telah diatur di pasal 45 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. SPM secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sebagai rujukan hukum tertinggi di Indonesia. Undang-undang ini kemudian direspon oleh Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal. Untuk itu, Peraturan Pemerintah ini direspon dan diatur lebih teknis oleh masing-masing kementerian atau Lembaga dalam bentuk Peraturan Menteri, termasuk di bidang kesehatan, yakni melalui Permenkes Nomor 75 tahun 2019 terkait Penanggulangan Krisis Kesehatan serta PMK Nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan, pembentukan klaster kesehatan pada tingkat pusat dan daerah bertujuan untuk meningkatkan koordinasi, kolaborasi, dan integrasi dalam penanggulangan krisis kesehatan. Puskesmas di bawah koordinasi dinas kesehatan yang aktif dalam pelayanan kesehatan masyarakat ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan upaya pra krisis kesehatan tersebut. Prinsipnya puskesmas ikut berperan untuk menjaga sistem kesehatan tetap berjalan normal meski terjadi krisis kesehatan atau bencana.Oleh karena itu, sejak tahun 2020 Pokja Bencana FK-KMK UGM dan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK UGM telah Menyusun daftar cek atau checklist yang diperlukan oleh puskesmas untuk siap siaga dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan berdasarkan hasil analisis isi berbagai peraturan terkait. Checklist ini membantu puskesmas untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu disiapkan atau direncanakan ke depannya.

Selain itu, ternyata puskesmas menghadapi kesulitan dalam menyusun rencana penanggulangan bencana, baik untuk puskesmas yang belum pernah memiliki pengalaman bencana, maupun puskesmas yang sudah pernah menghadapi bencana. Umumnya, masalah yang dirasakan adalah kebingungan puskesmas harus memulai dari mana dan perasaan ragu apakah perencanaan yang dibuat ini sudah benar atau belum.

Pengembangan dokumen perencanaan penanggulangan bencana di tingkat puskesmas (Puskesmas Disaster Plan) masih sangat jarang dilakukan. Puskesmas yang belum memiliki dokumen perencanaan penanggulangan bencana akan kesulitan untuk mengoperasionalkan manajemen penanganan bencana. Mulai dari pembagian tugas yang jelas, alur komunikasi dan rencana alternatif. Puskesmas harus memahami bahwa dokumen Puskesmas Disaster Plan sebagai salah satu bentuk kesiapan puskesmas untuk menghadapi bencana alam dan bencana non alam. Ini menjadi pembelajaran bagi seluruh fasilitas kesehatan terutama puskesmas saat terjadi bencana non alam pandemi COVID-19 yang menuntut puskesmas harus siap, khususnya dalam pelaksanaan layanan COVID-19 tapi juga tidak mengganggu layanan rutin sehari-hari terhadap pasien non COVID-19.

Dengan demikian sudah saatnya puskesmas memahami pentingnya menyusun dokumen perencanaan penanggulangan bencana operasional yang mencakup semua rencana kebutuhan dan penanganan bencana alam dan non alam. Oleh karena itu, Pokja Bencana FK-KMK UGM bekerjasama dengan Divisi Bencana Kesehatan PKMK UGM dalam rangkaian Pre-Fornas Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XIII mengadakan Workshop Puskesmas Disaster Plan.

 

  Tujuan Kegiatan

  1. Menginformasikan kebutuhan penyusunan Puskesmas Disaster Plan
  2. Menginformasikan cara menghitung analisis risiko bencana
  3. Menginformasikan komponen-komponen Puskesmas Disaster Plan
  4. Menginformasikan komponen perhitungan kapasitas maksimum tenaga existing dan menentukan gap potensi mobilisasi Tenaga Cadangan Kesehatan
  5. Menginformasikan tindak lanjut dari pedoman Puskesmas Disaster Plan

 

  Waktu Kegiatan

Selasa, 19 September 2023
Waktu       : 09.00 – 15.00 WIB
Tempat      : Auditorium Lantai 8 Gedung Tahir Foundation FK-KMK UGM

  Peserta

Peserta undangan (hadir langsung di lokasi):

  1. Dinas Kesehatan Provinsi DIY
  2. Dinas Kesehatan Kota Yogya (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  3. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  4. Dinas Kesehatan Kulonprogo (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  5. Dinas Kesehatan Gunungkidul (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  6. Dinas Kesehatan Bantul (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  7. Dinas Kesehatan Klaten (1 orang pemegang program puskesmas/ krisis kesehatan, dan 5 puskesmas yang dipilih oleh dinas kesehatan)
  8. Departemen KU
  9. Departemen Gizi
  10. Departemen Keperawatan

Peserta yang diperbolehkan hadir secara daring:

  1. Puskesmas
  2. Dinas Kesehatan
  3. Dewan pengawas fasilitas pelayanan kesehatan
  4. Direksi/ manajer lembaga pelayanan kesehatan (rumah sakit dan jaringan pelayanan primer)
  5. Organisasi pelayanan kesehatan (korporasi, perkumpulan, asosiasi, maupun yayasan) dari sektor swasta maupun pemerintah
  6. Peneliti/ akademisi
  7. Mahasiswa pascasarjana

 

  Rundown Kegiatan

Waktu (WIB) Materi/Kegiatan Narasumber
09.00 – 09.05 Pembukaan MC
09.05 – 09.10 Sambutan oleh Wakil Dekan bidang Penelitian dan Pengembangan dr. Sudadi, Sp.An., KNA., KAR.
09.10 – 09.15 Pengantar Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep
09.15 – 09.55 Materi 1: Konsep Puskesmas Disaster Plan

MATERI

dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD
09.55 – 10.35 Materi 2: Komponen dan Pengorganisasian Sistem Komando

MATERI

dr. Bella Donna, M.Kes
10.35 – 11.15 Materi 3: Logistik Medik dan Manajemen Relawan

MATERI

Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid
11.15 – 11.55 Materi 4: Data Informasi

MATERI

Madelina Ariani, SKM., MPH.
11.55 – 12.55 ISHOMA
12.55 – 13.35 Materi 5: Analisis Risiko

MATERI

Madelina Ariani, SKM., MPH.
13.35 – 14.15 Materi 6: SOP dan Fasilitas saat Bencana

MATERI

Happy R. Pangaribuan, SKM., MPH.
14.15 – 14.55 Materi 7: Rencana Tindak Lanjut

MATERI

Sutono, S.Kep., M.Sc., M.Kep.
14.55 – 15.00 Penutup MC

 

  Narahubung

Kepesertaan : Dewi Catur Wulandari   / 0818-263-653/ [email protected]
Konten         : dr. Alif Indiralarasati / 0812-1553-2898 / [email protected]

 

 

 

Studi Kasus Penanganan DM: Social Development dan Implementasi Undang-Undang Kesehatan dalam Konteks Transformasi Kesehatan di Daerah

  Latar Belakang

Penyakit Diabetes Melitus (DM) memiliki peningkatan jumlah penderita yang semakin meningkat dari tahun ke tahun di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada 2021, penyakit diabetes di Indonesia menempati peringkat kelima dunia dengan total penderita yang diperkirakan mencapai 19,47 juta jiwa (International Diabetes Federation, 2021). Sementara dari hasil Riskesdas, menunjukkan adanya peningkatan pada beberapa grup termasuk pada laki-laki meningkat sebanyak 4,9% sedangkan pada wanita mengalami kenaikan lebih besar sebanyak 6,4%. Di samping itu, faktor utama yaitu kegemukan, peningkatan usia, serta kebiasaan merokok menjadi penyebab terjadinya gangguan toleransi glukosa (Mihardja, et al. 2009).

Social Development memiliki peran penting dalam mengaplikasikan prinsip transformasi kesehatan secara komprehensif di daerah. Melalui pembangunan sosial yang berkelanjutan, masyarakat dapat dibantu dalam memperoleh akses yang adil dan setara terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pendekatan ini mencakup upaya dalam membangun infrastruktur kesehatan yang baik, meningkatkan literasi kesehatan, mendukung program-program kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam keputusan-keputusan terkait kesehatan. Dengan memperkuat dimensi sosial, seperti memperkuat sistem dukungan sosial, dan mempromosikan inklusi sosial, transformasi kesehatan yang komprehensif dapat terwujud di daerah.

Bentuk penguatan sistem kesehatan dengan menyediakan akses yang adil dan terjangkau terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, seperti pemeriksaan rutin, pendidikan kesehatan, dan dukungan psikososial bagi penderita diabetes. Selain itu, social development juga dapat mempromosikan gaya hidup sehat melalui program pendidikan masyarakat tentang pentingnya pola makan seimbang dan aktivitas fisik secara teratur. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan transformasi kesehatan ini, dengan melibatkan partisipasi aktif dari semua pihak untuk meningkatkan kesadaran, pencegahan, serta pemantauan dan pengelolaan diabetes melitus secara efektif.

Selain itu, dengan Undang-Undang Kesehatan 17 Tahun 2023 yang baru disahkan oleh pemerintah, sedikit banyaknya akan mempengaruhi dukungan dan penanganan Diabetes Melitus yang telah ditegaskan dalam Bab Penanganan Penyakit Tidak Menular dan beberapa bab di dalam Undang-Undang tersebut terkait dengan pengembangan sosial masyarakat dalam keterlibatan penanganan masalah kesehatan termasuk Diabetes Melitus.

 

  Tujuan Kegiatan

  1. Pemberian informasi terkait inovasi dalam pengelolaan penyakit termasuk diabetes melitus, serta perkembangan terkini dalam penanganan diabetes melitus, sehingga pengetahuan ini dapat diaplikasikan dalam praktik dan implementasi di berbagai daerah.
  2. Menunjukkan keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip transformasi kesehatan secara komprehensif di tingkat daerah terkait strategi pengembangan program, manajemen sumber daya, dan kolaborasi lintas sektor.
  3. Mendorong kolaborasi antar pihak dalam penanganan diabetes melitus. Peserta akan memiliki kesempatan mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dalam pengelolaan sumber daya, serta strategi membangun jaringan yang kuat untuk bekerja sama dalam mengatasi tantangan diabetes melitus di tingkat daerah.
  4. Menunjukkan peran Undang Undang Kesehatan terbaru untuk mendukung pendekatan sosial dalam penanganan penyakit termasuk diabetes melitus

 

  Waktu Kegiatan

Hari, tanggal : Rabu, 27 September 2023
Pukul : 13:00 – 15:30 WIB

 

  Rundown Kegiatan

Waktu (WIB) Kegiatan
13:00 – 13:05

Pembukaan
Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS

VIDEO   MATERI

Sesi Pemaparan, Pembahasan, dan Diskusi
Moderator: drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE
13:05 – 13:20

Dr. Supriyati, S.Sos., M.Kes (PKMK UGM)
Integrasi pendekatan budaya dalam penanganan diabetes melitus: Pelajaran dari pengalaman kampus dan masyarakat lokal

VIDEO   MATERI

13:20 – 13:45

drg. Emma Rahmi Aryani, M.M – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota Yogyakarta
Peran pemuda dalam pembangunan sosial dan kesehatan: Aksi kolaboratif untuk edukasi di masyarakat Yogyakarta

VIDEO   MATERI

13.45 – 14.00

Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA – Ketua Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM (15)
“Memikirkan perubahan perilaku konsumsi gula pada komunitas kampung (indigenous)”

VIDEO   MATERI

14:00 – 14:30

Tanggapan:

drg. Pembayun Setyaningastutie, M.Kes – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY

VIDEO   MATERI

dr. Arida Oetami., M.Kes – Dewan Riset DIY 

VIDEO   MATERI

Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D – Dosen FEB UGM – Inisiator Gerakan SONJO

VIDEO   MATERI

14:30 – 15:00

Diskusi panel dan tanya jawab (30’)
Bagaimana peluang penguatan komunitas pada berbagai program kesehatan di masyarakat?

VIDEO

15:00 – 15:15

Wrap up Fornas 2023 oleh Prof. dr.  Laksono Trisnantoro, Msc, PhD
Pengembangan Kebijakan Kesehatan Indonesia Berdasarkan UU Kesehatan 2023 sebagai Knowledge Management

VIDEO   MATERI

15:15 – 15.25 Diskusi
15.25 – 15.30 Penutup

 

  Narahubung

Kepesertaan : Widarti / 0856-4346-3035/ [email protected]

 

 

 

Topik 7. Best Practices Penyelenggaraan Pendidikan Dokter Spesialis untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah Sebagai Amanat UU Nomor 17 Tahun 2023

  Latar Belakang

Kementerian Kesehatan menginisiasi komitmen untuk melakukan Transformasi Kesehatan sebagai salah satu bentuk kehadiran negara dalam menyediakan akses layanan kesehatan yang adil, bermutu dan berkualitas di seluruh pelosok negeri. Terdapat 6 pilar dalam transformasi kesehatan, yang mencakup seluruh aspek sistem kesehatan. Pilar ke-5 dari Transformasi Kesehatan adalah transformasi SDM Kesehatan, yang meliputi peningkatan jumlah tenaga kesehatan, pemerataan tenaga kesehatan, dan peningkatan mutu tenaga kesehatan.

Pemerataan SDM Kesehatan yang berkualitas, termasuk dokter spesialis, memiliki tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu upaya pemerataan yang dilakukan adalah melalui academic health system. Di dalam konsep AHS, terdapat 3 stream untuk pemenuhan dokter, yaitu (1) pemenuhan dokter umum dan dokter gigi di Puskesmas, (2) pemenuhan dokter spesialis di rumah sakit, dan (3) penguatan RS Pendidikan.

Pendidikan dokter spesialis saat ini dilaksanakan di 21 universitas penyelenggara program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Masing-masing universitas memiliki rumah sakit pendidikan utama dimana para peserta PPDS atau residen menempuh pendidikan selama 8-10 semester. Terdapat kebijakan pemerintah, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2013, untuk mengirimkan residen senior ke fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), daerah bermasalah kesehatan (DBK), serta rumah sakit kelas C dan Kelas D di kabupaten yang memerlukan pelayanan medik spesialistik, sebagai bagian dari Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan.

Kebijakan untuk mengirimkan residen pada saat masa pendidikannya diharapkan dapat membantu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan di daerah yang membutuhkan, serta meningkatkan kemampuan dan kompetensi dari residen tersebut.
Diharapkan akan ada kebijakan lain untuk mendidik residen di luar rumah sakit pendidikan utama, misalnya untuk mengoptimalkan fungsi rumah sakit pendidikan jejaring AHS.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) melaksanakan Forum Nasional XIII, dengan salah satu topik seminar berjudul Best Practices Penyelenggaraan Pendidikan Dokter Spesialis untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah Sebagai Amanat UU Nomor 17/2023.

 

  Tujuan Kegiatan

  1. Memaparkan best practice penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis yang diselenggarakan oleh beberapa program studi.
  2. Mendiskusikan manfaat dari pengalaman tersebut dalam memberikan masukan untuk pendidikan dokter spesialis sebagaimana amanat UU Nomor 17 Tahun 2023.

 

  Waktu Kegiatan

Hari, tanggal : Rabu, 27 September 2023
Pukul : 10:00 – 12:00 WIB

  Rundown Kegiatan

Waktu (WIB) Kegiatan Narasumber/PIC
10:00 – 10:03 Pengenalan acara dan pembicara Ester Febe
10:03 – 10:13

Kebijakan terkait Proses Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia: Antara Best Practices dan Konteks Regulasi Terkini

VIDEO   MATERI

dr. Haryo Bismantara, MPH
(Peneliti Divisi Rumah Sakit, PKMK FK-KMK UGM)
10:13 – 10:15

Prolog

VIDEO

Moderator: Dr. dr. Andreasta Meliala, M. Kes.
Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

10:15 – 10:30

Sinergi Produksi, Distribusi dan Upaya Pembukaan Pengembangan Pelayanan Bedah Saraf di Daerah Melalui Prodi: Solusi Berbasis Akar Masalah di Daerah

MATERI

dr. Rachmat Andi Hartanto, Sp.BS(K) 
(Divisi Bedah Saraf, Departemen Ilmu Bedah FK KMK UGM)
10:30 – 10:45

Pelaksanaan Konsorsium Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi dalam Skema AHS di Provinsi Papua

VIDEO   MATERI

Dr. dr. Sudadi, Sp.An., KNA, KAR
(Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK-KMK UGM)
10:45 – 11:25

Tanggapan

Dr. dr. A.A.N. Jaya Kusuma, Sp.OG (K), MARS (ARSPI)

VIDEO

Dr. dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (k) (Ketua MKKI)

VIDEO

dr. Tommy J. Numberi, Sp.BS (RSUD Jayapura)

VIDEO

11:25 – 11:55

Diskusi dan tanya jawab

VIDEO

Moderator
11.55 – 12.00

Penutup oleh dr. Haryo Bismantara, MPH

VIDEO   MATERI

REPORTASE KEGIATAN

 

  Narahubung

Kepesertaan : Widarti / 0856-4346-3035/ [email protected]
Konten: Srimurni Rarasati / 0812-2680-6816 / [email protected]