Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan menyelenggarakan seminar tentang “Tantangan dan Peluang Pelayanan KIA di Masa Pandemi COVID-19” untuk kebijakan masalah kesehatan prioritas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Seminar ini merupakan sub topik 4A dari rangkaian kegiatan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) ke-11 dengan tema “Resilience Kesehatan Pada Era Pandemi Melalui Pemanfaatan DaSK, Data Rutin Kesehatan, dan Reformasi Sistem Kesehatan.”
Pembukaan
Kegiatan hari ini dibuka oleh sambutan dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. yang menyampaikan tentang kebijakan untuk permasalahan kesehatan prioritas, khususnya terkait situasi pelayanan KIA di Indonesia berdasarkan kegiatan e-monev pemulihan pelayanan KIA dari dampak pandemi COVID-19. Laksono menyampaikan poin penting yaitu permasalahan kesehatan prioritas dapat diselesaikan dengan evidence based policy. Beberapa data yang dapat digunakan yaitu data survei yang dikombinasikan dengan data rutin, sehingga banyak informasi dapat dikonfirmasi serta dipantau pelaksanaan kebijakannya.
Selanjutnya Monita Destiwi, SKM, MA menyampaikan penjelasan tentang situasi pelayanan KIA berdasarkan kegiatan e-monev untuk pemulihan pelayanan KIA dan KB dari dampak pandemi COVID-19 di 120 kabupaten/ kota pada 2020. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan data rutin yang dikonfirmasikan terlebih dahulu ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Data yang telah terkonfirmasi kemudian dibuat visualisasi dengan dashboard interaktif sehingga dapat dilihat capaian pelaksanaan dari berbagai indikator yang digunakan berdasarkan masing – masing daerah. Selain itu, juga diperoleh informasi tambahan tentang beberapa penyebab turunnya capaian pelayanan kesehatan, sehingga dapat dibuat beberapa kebijakan sebagai solusinya yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing – masing.
Pada seminar kali ini dihadirkan tiga narasumber, yaitu dr. Mei Neni Sitaresmi, Ph.D, Sp.A(K), Dr. dr. Eugenius Phyowai Ganap, Sp.OG(K), serta dr. Nida Rohmawati, MPH dari Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sesi pembahasan dalam seminar ini dibersamai oleh tiga pembahas, yaitu Prof. Budi Wiweko, MD, OG(REI), MPH, Ph.D dari Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI), Yennike Tri Herawati, S.KM., M.Kes (Universitas Jember), Rini Anggraeni, S.KM., M.Kes (Universitas Hasanuddin), serta moderator diskusi yaitu dr. Tiara Marthias, MPH, PhD.
Sesi 1: Pemaparan Materi
Materi pertama disampaikan oleh dr. Mei Neni Sitaresmi, Ph.D, Sp.A(K), yaitu tentang tantangan pelayanan kesehatan anak di masa pandemi COVID-19. Terdapat banyak dampak tidak langsung dari pandemi COVID-19 yang terjadi pada anak, misalnya keterbatasan akses pelayanan kesehatan, penutupan sekolah, kondisi ekonomi keluarga, dan sebagainya. Beberapa dampak tersebut secara tidak langsung menyebabkan gangguan nutrisi, pertumbuhan, serta perkembangan/perilaku pada anak yang dapat menyebabkan masalah kesehatan, bahkan kematian pada anak. Pelayanan kesehatan anak terhambat karena pada waktu itu banyak yang dialihkan untuk fokus pada penanganan COVID-19, masyarakat pun menjadi takut untuk pergi ke fasilitas kesehatan karena takut akan tertular COVID-19. Salah satu solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat panduan (guidelines) yang jelas terkait pelaksanaan pelayanan kesehatan anak. Selain itu, advokasi pada stakeholders juga harus aktif dilakukan dengan diiringi sosialisasi pada masyarakat terkait pentingnya layanan esensial kesehatan, misalnya dengan melakukan inovasi pelayanan secara daring melalui telekonsultasi.
Pemaparan materi kedua dilanjutkan oleh Dr. dr. Eugenius Phyowai Ganap, Sp.OG(K) yang menyampaikan tentang tantangan pelayanan kesehatan ibu di masa pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 merupakan masalah bersama, sehingga tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam keberlangsungan pelayanan kesehatan khususnya pada ibu hamil. Pada masa pandemi COVID-19, ibu hamil disarankan hanya datang ke rumah sakit apabila dalam kondisi emergency. Oleh sebab itu, ibu hamil yang terkena COVID-19 harus memperhatikan dua status kegawatdaruratan, yaitu kehamilannya dan COVID-19. Sosialisasi terkait kegawatdaruratan ini penting untuk dilakukan oleh tenaga kesehatan agar proses kehamilan dapat terus dipantau dengan baik. Selain itu, para tenaga kesehatan harus berhati – hati dalam bekerja serta menggunakan perlengkapan sesuai dengan prosedur pelayanan di masa pandemi COVID-19 agar mengurangi risiko penularan COVID-19. Konsep rujukan juga harus diperhatikan dan keterlambatan harus diperbaiki di semua level. Kualitas pelayanan PONED dan PONEK di semua level rujukan juga harus dioptimalkan. Terkait isolasi mandiri pada ibu hamil yang terkonfirmasi positif COVID-19, hal ini hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan keputusan dari dokter atau perawat yang bersangkutan. Terdapat kabar baik bahwa saat ini ibu hamil sudah bisa mendapatkan vaksin COVID-19 mulai dari usia kehamilan 13 minggu hamil aterm, sehingga hal ini juga menjadi salah satu upaya dalam mengurangi risiko terpapar COVID-19 pada ibu hamil.
Pada materi ketiga disampaikan oleh dr. Nida Rohmawati, MPH selaku perwakilan dari Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nida menyampaikan materi tentang upaya menjamin keberlangsungan pelayanan KIA selama pandemi dan prediksi pasca pandemi. Permasalahan pada ibu hamil dan bayi terjadi karena pelayanan KIA di Puskesmas terdampak karena adanya pandemi COVID-19. Hasil e-monev dampak pandemi COVID-19 di 120 kabupaten/ kota lokus tahun 2020 menunjukkan bahwa banyak indikator pelayanan KIA yang terdampak, sehingga dibutuhkan berbagai kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing – masing. Terdapat berbagai surat edaran dari Dirjen Kesmas maupun Dirjen Yankes terkait pelayanan kesehatan keluarga, kesiapan rumah sakit rujukan, serta pemberlakuan bekerja dari rumah bagi kelompok rentan salah satunya ibu hamil. Kebijakan lainnya yaitu terkait pelayanan persalinan dibuat dalam 5 level, pada level 1 persalinan bisa dilakukan pada pelayanan dasar/primer dengan kondisi ibu hamil tanpa penyulit, sedangkan pada level 2 – 5 persalinan dibantu oleh tim yang terdiri dari dokter, bidan, dan perawat. Sebelum persalinan, ibu hamil disarankan untuk melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum hari perkiraan lahir agar tidak melakukan perjalanan keluar dan berisiko terpapar COVID-19. Adanya berbagai permasalahan pelayanan seperti yang sudah disampaikan, maka memunculkan beberapa peluang di era adaptasi kebiasaan baru, misalnya mengadakan pelatihan menggunakan metode blended learning, kelas ibu secara online, webinar, seminar, tele konsultasi, serta pembelian obat secara daring.
Sesi 2: Pembahasan
Pembahas pertama dari POGI yaitu Prof. Budi Wiweko, MD, OG(REI), MPH, Ph.D. Perspektif pertama yaitu terkait the burden of COVID-19 yang dilihat dari sisi kesehatan maternal, ibu hamil termasuk dalam kelompok yang rentan dan harus dilindungi. Perspektif kedua yaitu terkait ketersediaan akses dan kualitas kesehatan reproduksi yang harus tetap tersedia dan terlaksana. Pemberian vaksinasi pada ibu hamil di Indonesia masih jauh dari target yang diharapkan. Selain itu, angka kejadian unmet need juga cukup tinggi, padahal kontrasepsi merupakan pilar utama pada safe motherhood. Saat ini juga masih belum ada sistem rujukan persalinan yang berjenjang. Perspektif ketiga yaitu terkait disrupsi dan pemanfaatan teknologi, telemedicine sebaiknya harus tetap ada meskipun terdapat keterbatasan pemeriksaan medis secara fisik. Salah satu teknologi lain yang sebaiknya ada yaitu untuk memantau kehamilan dengan baik agar dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Regulasi harus segera dikeluarkan agar disrupsi teknologi dapat dilakukan dan pemanfaatan teknologi dapat diterapkan. Perspektif keempat yaitu terkait kesehatan reproduksi juga harus ditekankan untuk laki-laki dan tidak hanya untuk perempuan saja, karena laki-laki memiliki peran penting dalam produk konsepsi.
Yennike Tri Herawati, SKM, M.Kes sebagai pembahas kedua menyampaikan tentang pelayanan KIA – KB di masa pandemi COVID-19 di Jawa Timur. Berdasarkan hasil e-monev diketahui bahwa 9 daerah lokus yang didampingi memiliki status terdampak ringan dan sedang. Beberapa penyebabnya antara lain adalah ketakutan masyarakat dan petugas kesehatan, keterbatasan tenaga kesehatan, keterbatasan sarana prasarana penunjang ibu bersalin, adanya perbedaan persepsi penerapan tata cara persalinan ibu hamil dengan COVID-19. Inovasi dan modifikasi kegiatan telah dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan memanfaatkan media sosial, melakukan kunjungan rumah untuk ibu hamil dengan risiko tinggi oleh bidan desa, pemberdayaan kader setempat untuk memantau tumbuh kembang bayi dan balita, dan lain – lain.
Rini Anggraeni, M.Kes selaku pembahas terakhir menyampaikan tentang gambaran situasi KIA di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara pada awal pandemi COVID-19, yaitu sekitar Maret – April 2020. Beberapa indikator dari data rutin daerah terkait tidak ada, sehingga analisis dampak tidak bisa dilakukan dengan menyeluruh. Situasi di lapangan terdapat pembatasan pelayanan KIA di Puskesmas, kurangnya tenaga medis, kurangnya operasional Posyandu, dan lain – lain. Saat ini telah dilakukan beberapa upaya perbaikan yang dilakukan, misalnya dengan mengaktifkan Posyandu dan Puskesmas secara bertahap, melakukan kunjungan rumah ibu hamil dengan risiko tinggi, pemanfaatan media digital, dan sebagainya.
Sesi 3: Diskusi
Pada sesi diskusi, narasumber menekankan pentingnya pemerataan pemberian vaksinasi, terlebih pada pengadaan ketersediaan vaksin. Beberapa strategi yang dapat dilakukan terkait pemberian vaksinasi, salah satunya Budi menyebutkan harus melakukan “jemput bola” yang bisa dilakukan melalui bidan praktik mandiri. Selain itu, dari sisi demand bisa dengan mendorong PERSI agar di setiap rumah sakit bisa menyediakan layanan vaksinasi COVID-19. Influencer yang sedang hamil juga bisa dilibatkan untuk memberikan edukasi pada masyarakat. Presiden RI pun juga memberikan himbauan untuk melakukan vaksinasi pada ibu hamil karena ibu hamil yang divaksin memiliki kelebihan yaitu mendapatkan pemantauan lebih lanjut. Pasien harus memiliki trust terhadap pemberian vaksin, sehingga vaksinasi dapat diberikan dengan lebih merata.
Sesi 4: Presentasi Policy Brief
Pada sesi terakhir disampaikan video presentasi 5 policy brief terpilih tentang kebijakan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Masing – masing policy brief beserta judulnya disampaikan oleh (1) Fotarisman Zaluchu, S.KM., Msi, MPH, Ph.D dengan judul “COVID-19 Bukan Hanya Pandemi, Tapi Bencana Pada Perempuan,” (2) Tuty Ernawati, S.KM., M.Kes dengan judul “Peran Pemerintah Daerah, Stakeholder dalam Menurunkan Kematian Ibu dan Anak Melalui Puskesmas Mampu PONED di Kabupaten Solok,” (3) Ni Wayan Sri Widyantari, S.KM dengan judul “Online Antenatal Care dan Pandemi COVID-19,” (4) Sunaryo, S.KM., M.Sc dengan judul “Pendampingan Satu Biyung Satu Kader (Sabu Saka) Untuk Peningkatan Status Kesehatan Ibu Hamil,” serta (5) Hesty Tumangke, S.KM., MPH dengan judul “VCT Pada Ibu Hamil di Kabupaten Jayapura.” Berbagai permasalahan disampaikan beserta dengan usulan -usulan kebijakan sebagai solusinya. Pada sesi ini diberikan komentar oleh Tri Muhartini, MPH (Peneliti PKMK UGM) terkait policy brief terpilih. Beberapa komentar yang diberikan terkait struktur dari policy brief, di antaranya yaitu judul dan sasaran policy brief perlu dibuat lebih spesifik, permasalahan utama harus disebutkan di bagian awal policy brief, pilihan rekomendasi dibuat lebih singkat dengan penjelasan secukupnya, ukuran huruf harus konsisten, serta penjelasan dari suatu singkatan perlu disebutkan di bagian awal.
Reporter: Rokhana Diyah Rusdiati
Agenda Terkait:
- Pembukaan Forum Nasional JKKI XI
- Topik 1. Health Security
- Topik 2. Ketahanan Sistem Kesehatan: Penguatan sistem kesehatan menggunakan pembelajaran dari pandemi COVID-19
- Topik 3. Penguatan Sistem Kesehatan Nasional yang Tahan terhadap Berbagai Ancaman
- Topik 4A. Ketahanan Layanan KIA
- Topik 4B. Optimalisasi upaya penurunan stunting
- Topik 4C. Ketahanan Layanan Kanker
- Topik 4D. Ketahanan Layanan Jantung
- Topik 5. Kebijakan JKN Untuk Keadilan Sosial