Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan menyelenggarakan seminar tentang “Tantangan dan Peluang Pelayanan Jantung Selama Pandemi dan Rencana Pemulihan Pasca Pandemi COVID-19” untuk kebijakan masalah kesehatan prioritas Jantung. Seminar ini merupakan subtopik 4D dari rangkaian kegiatan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) ke-11 dengan tema “Resilience Kesehatan Pada Era Pandemi Melalui Pemanfaatan DaSK, Data Rutin Kesehatan, dan Reformasi Sistem Kesehatan.”

Pembukaan

Kegiatan ini dibuka oleh sambutan dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD yang menyampaikan kebijakan untuk permasalahan kesehatan prioritas, khususnya terkait situasi pelayanan jantung di Indonesia. Permasalahan klinis terkait jantung bisa ditangani dengan membuat kebijakan berbasis bukti. Kebijakan tersebut disusun dengan menggunakan kombinasi data rutin dan data survei, sehingga bisa dilakukan analisis data, penelitian kebijakan, serta analisis kebijakan dengan isu utama yang dikaji yaitu meliputi pemerataan, keberlangsungan, dan ketahanan layanan jantung.

M. Faozi Kurniawan, SE.Akt, MPH

Selanjutnya M. Faozi Kurniawan, SE.Akt, MPH menjelaskan situasi pelayanan jantung di Indonesia berdasarkan data survei dan data rutin yang dapat diakses melalui DaSK. Data survei yang digunakan adalah data beban penyakit dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.  Sedangkan data rutin yang digunakan yaitu data sampel BPJS Kesehatan 2015 – 2018 dan data persebaran rumah sakit.

Data beban penyakit dan data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat tiap tahunnya dan mencapai angka 1,5 per 1.000 penduduk. Berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan 2015-2018, biaya pelayananan jantung di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta lebih tinggi daripada provinsi lainnya. Data persebaran rumah sakit juga menunjukkan bahwa pelayanan jantung masih terpusat di Jawa. Beban pembiayaan penyakit jantung adalah yang terbesar di BPJS Kesehatan, namun fasilitas dan pendanaan belum merata sehingga terjadi ketidakadilan pelayanan. Keadaan ini bisa menjadi semakin sulit terutama di masa pandemi dan pasca pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai kebijakan yang tepat agar dapat meningkatkan ketahanan pelayanan jantung di Indonesia.

Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K).

Narasumber seminar hari ini yaitu Dr. dr. Pribadi Wiranda Busro, Sp.BTKV(K) dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dan dr. Nahar Taufiq, Sp.JP(K) dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Sesi pembahasan dalam seminar ini dibersamai oleh tiga pembahas yaitu Dr. dr. Yout Savithri, MARS dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan (Kementerian Kesehatan RI), Dr. Juanita, SE, M.Kes dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Jon Hendri Nurdan, M.Kes dari Universitas Dehasen Bengkulu, serta moderator diskusi yaitu Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K).

 

 

Sesi 1: Pemaparan Materi

Dr. dr. Pribadi Wiranda Busro, Sp.BTKV(K)

Materi pertama disampaikan oleh Dr. dr. Pribadi Wiranda Busro, Sp.BTKV(K) tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap pelayanan jantung di RSJPD Harapan Kita. Jumlah pelayanan sempat menurun di Juli 2021 akibat tingginya kasus COVID-19 dengan varian Delta. Pasien sulit untuk masuk ke DKI Jakarta karena adanya penerapan pembatasan sosial berskala besar, sedangkan banyak pasien berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, ketersediaan tempat tidur banyak yang dialihkan untuk pasien COVID-19 sehingga mengakibatkan pasien takut untuk datang ke rumah sakit. Namun, di era kebiasaan baru pelayanan telah disesuaikan dengan protokol kesehatan meskipun prosesnya lebih panjang. Meskipun demikian, distribusi sumber daya manusia untuk pelayanan jantung masih belum merata, banyak tenaga medis yang tersebar di Jawa dan di pulau lain masih sangat sedikit sehingga pemerataan SDM diperlukan agar pelayanan jantung dapat diberikan dengan baik.

dr. Nahar Taufiq, Sp.JP(K)

Materi kedua disampaikan oleh dr. Nahar Taufiq, Sp.JP(K) yang menyebutkan tantangan pelayanan jantung di masa pandemi COVID-19 yaitu sulitnya melakukan diagnosis dengan cepat dan pasti, sementara berada pada situasi yang sangat infeksius dan memiliki risiko tinggi bagi tenaga kesehatan. Tantangan tersebut membuat perubahan pada strategi pelayanan yang harus mampu beradaptasi untuk mempertahankan kualitas pelayanan jantung. Beberapa strategi pelayanan yang dilakukan selama pandemi yaitu mengidentifikasi jenis layanan jantung, melakukan perubahan alur pelayanan pasien, melakukan penilaian diri bagi staf medis terhadap risiko terpapar infeksi, serta pembagian beban kerja untuk staf medis. Selain itu diperlukan koordinasi layanan antar rumah sakit, khususnya jantung emergensi untuk memperpendek golden period penyakit jantung, pemisahan layanan UGD Infeksi dan UGD Non Infeksi agar bisa menangani kegawatdaruratan jantung yang memiliki komorbid penyakit infeksi menular, serta melakukan berbagai kajian ilmiah sebagai dasar pembuatan kebijakan yang bersifat nasional.

 

Sesi 2: Pembahasan

Dr. dr. Yout Savithri, MARS

Dr. dr. Yout Savithri, MARS sebagai pembahas pertama menyampaikan situasi pelayanan jantung di Indonesia. Jumlah dokter spesialis jantung dan pembuluh darah paling banyak tersebar di Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Jawa, sedangkan sebaran di pulau lainnya masih sangat sedikit. Berdasarkan data tingginya kasus penyakit jantung dan pembuluh darah serta tidak meratanya sebaran dokter spesialis di Indonesia, maka dibuat target pemerataan pelayanan jantung pada 2023. Harapannya seluruh provinsi di Indonesia mampu melakukan pelayanan jantung paripurna, termasuk pelayanan bedah jantung terbuka. Data terkait penyakit kardiovaskular harus dioptimalkan dan diperbarui agar bisa dibuat analisis sistem kesehatan jantung di Indonesia. Selain itu juga diperlukan pemetaan tenaga kesehatan terkait pelayanan bedah jantung di semua provinsi serta strategi percepatannya.

 

Dr. Juanita, SE, M.Kes

Pembahas kedua yaitu Dr. Juanita, SE, M.Kes menyampaikan situasi pelayanan jantung di Sumatera Utara. Berdasarkan data BPJS Kesehatan Regional Aceh Sumatera Utara 2016 – 2020, diketahui bahwa pembiayaan penyakit jantung selalu berada di posisi pertama dengan biaya terbanyak dibandingkan penyakit katastropik lainnya. Jumlah rumah sakit dan dokter spesialis jantung menumpuk di Medan, sedangkan di daerah lain belum tersebar merata. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakadilan pelayanan, sehingga diperlukan beberapa rekomendasi terkait distribusi dokter spesialis jantung dan pemberian insentif, penyediaan fasilitas pelayanan jantung di rumah sakit rujukan, dan beberapa rekomendasi lainnya agar pelayanan jantung bisa diberikan secara merata.

 

Dr. Jon Hendri Nurdan, M.Kes

Pembahas ketiga yaitu Dr. Jon Hendri Nurdan, M.Kes menyampaikan tentang situasi pelayanan jantung di Bengkulu. Jumlah dokter spesialis jantung yang tersedia di Bengkulu yaitu 4 orang dan hanya 1 rumah sakit yang memiliki layanan cath lab dan terpusat di Kota Bengkulu. Pada masa pandemi COVID-19, masyarakat yang memiliki penyakit jantung takut untuk datang ke rumah sakit dan berakibat pada putus obat atau perburukan kondisi klinis. Salah satu solusi yang dilakukan yaitu dengan menerapkan telemedicine, hal ini dapat mengurangi risiko paparan dan kontak. Secara umum, pelayanan jantung di Bengkulu masih membutuhkan perhatian khusus dan dukungan dari berbagai pihak agar pelayanan jantung dapat diberikan secara optimal.

 

 

Sesi 3: Diskusi

Pada sesi ini, narasumber menekankan tentang pelayanan jantung harus diperkuat bukan hanya dari sisi ketersediaan fasilitas dan sumber daya manusia (tenaga medis), melainkan juga harus didukung oleh biaya operasional yang memadai dan sebaiknya didukung oleh pemerintah daerah masing – masing. Apabila di suatu daerah tidak ada dokter spesialis jantung, maka pihak dinas kesehatan setempat bisa menghubungi pusat regional untuk mengadakan pengampuan rumah sakit sehingga tidak ada kekosongan dokter tertentu. Selain itu, akan ada beasiswa bagi putra daerah untuk belajar tingkat spesialis, sehingga dokter spesialis bisa lebih banyak dan penempatannya lebih merata. Kemudian terkait pandemi COVID-19, vaksinasi bagi orang dengan penyakit jantung merupakan suatu keharusan, namun harus diketahui riwayat kesehatan pasien terlebih dahulu agar vaksin dapat diberikan pada pasien dalam kondisi terbaiknya.

Reporter: Rokhana Diyah Rusdiati

 

  Agenda Terkait: